Rutinitas Nayla pada setiap subuh adalah memberikan sedekah subuh untuk para semut yang ada di teras belakang. Baginya melihat sekumpulan semut tengah menikmati gula pasir yang ia taburi itu sangat menekankan hatinya. Dirinya senang jika bisa menebarkan kebaikan, meski pada seekor semut sekalipun. karena tugas subuhnya sudah selesai, akhirnya Nayla pun beranjak. Ia hendak memasak karena terlalu egois dan terpuruk membuat dirinya malas melakukan sesuatu. Termasuk rutinitasnya.Namun untuk kali ini, dia bertekad kembali seperti Nayla dulu. Menyiapkan sarapan untuk suaminya, untuk mertuanya serta untuk madunya. Meskipun tidak pernah dihargai oleh mereka.Bi Sri yang melihat Nyonya pagi-pagi sudah ke dapur. Merasa senang, ia terus melukiskan senyuman. Sebab Nyonya sudah kembali seperti dulu lagi dan dia harap selamanya akan selalu seperti itu. Di tengah kegiatannya memasak, tiba-tiba Fery datang ke dapur, Bi Sri menyadari kehadiran Fery. Lalu dengan sadar diri menjauh meninggalkan kedua
Fery baru saja selesai rapat, saat dirinya masuk ke ruangan. Ia melihat sebuah kotak kecil berada di atas mejanya. Ia mengambil kotak tersebut, terdapat namanya dan alamat kantornya namun tidak diketahui dari siapa kotak ini dikirim.Ferry terus saja membolak-balikkan kotak tersebut. Lalu ia menggerakkan naik turun ingin tahu sebenarnya benda apa yang ada di dalam kotak tersebut. Namun, ia tidak bisa menebak isi kotak tersebut. Daripada dirinya terus penasaran. Fery pun membuka bungkusan kotak tersebut, sebab sudah jelas jika bingkisan berbentuk kotak itu adalah untuk dirinya.Saat ia membuka pembungkus kotak tersebut, ia melihat sebuah surat kecil yang bertuliskan 'jika nanti dirinya membuka kotak ini maka dia tidak boleh terkejut'.Rasa penasaran pun semakin besar saja. Ia tidak memedulikan surat kecil itu, ia langsung membuka dan saat kotak tersebut berhasil dibuka alangkah terkejutnya Fery.Fery terlihat marah saat ngambil benda yang ada di dalam kotak tersebut. Lalu ditatapnya s
Nayla kekeh tidak ingin pergi, selama ia bisa mempertahankan rumah tangganya, maka ia akan terus memohon. Ia ingin mempertahankan rumah tangganya, tak ingin hanya karena kesalahpahaman rumah tangganya jadi taruhannya. “Apa kamu sama sekali tidak mau memberikan aku kesempatan untuk menjelaskan? Foto itu memang asli, tapi hubunganku dengan Raka hanya sebatas teman,” terang Nayla mencoba untuk menjelaskan yang sebenarnya.“Teman? Teman tapi mesra iya kan?” tuduh Fery, ia sama sekali sudah tidak mempercayainya lagi.‘”Sudahlah, Fer, usir aja wanita seperti ini. Dia sudah gak berguna, tega selingkuh pula. Apa iya kamu masih mau mempertahaannkan wania seperti ini?” Siska malah memancing profokasi hingga Fery semakin terlihat panas. Dan akhirnya terbawa suasana.Nayla menatap Siska, ia tidak sangka akan mendengarkan perkataan menyakitkan dari Siska. “Ibu, ibu adalah orang paling tua di sini, harusnya ibu menjadi penengah, bukan malah semakin memperkeruh keadaan," Nayla sama sekali tidak m
Di teriknya matahari yang begitu panas, Nayla terus melangkah tak arah tujuan. Ia tidak tahu akan pergi ke mana. Sebab ia sama sekali tidak memiliki keluarga. Ia tidak memiliki tempat untuk kembali. Sungguh hatinya nelangsa, kenapa dengan begitu mudahnya Fery menceraikannya? Dia Lebih percaya foto-foto tersebut ketimbang mendengar penjelasannya. Dan yang jadi pikirannya dari mana foto-foto tersebut, siapa yang sudah tega menciptakan kesalahpahaman diantara dirinya dan Fery.Langkah Nayla begitu gontai, entah harus seperti apa kedepannya. Tanpa ada orang yang ia cintai di sampingnya. Tubuhnya sudah terlalu lelah, lalu Nayla pun bermaksud untuk beristirahat. Penyakitnya ini membuat Ia gampang sekali kelelahan.Pandangan Nayla ia edarkan ke setiap penjuru jalanan sepi itu. Hingga ia melihat sebuah bangku kosong di bawah qpohiqn. Cepat-cepat NAYLA berteduh di sana. Nayla meletak tasnya lalu ia pun duduk. Ia duduk melamun, hingga adegan di mana dirinya diusir Fery terputar di memor
Mbok Ijah baru saja keluar dari kamar, sementara Raka yang sedang di balkon pun menghampiri Mbok Ijah dan menanyakan bagaimana dengan Nayla sekarang."Bagaimana dengan teman saya?" tanya Raka kepada Mbok Ijah."Temannya udah dibantu mandi sama di bantu ganti baju, tapi sedari tadi diam terus," Mbok Ijah menceritakan apa yang terjadi dengan Nayla.Raka Menghela napas seraya menyurai rambutnya ke belakang. Sungguh ia penasaran Apa yang sebenarnya terjadi dengan Nayla. Hingga Nayla terlihat semenyedihkan itu."Oke, Mbok, terima kasih ya atas bantuannya." "Iya Tuan sama-sama. kalau begitu Mbok ke bawah dulu," izin Mbok Ijah.Dengan mengangguk Raka mengizinkan Mbok Ijah untuk kembali ke bawah.karena penasaran cenderung khawatir, Raka pun masuk ke kamarnya. Ia melihat Nayla tengah duduk di ranjang dengan tatapan kosong. Raka tidak bisa tinggal diam membiarkan Nayla seperti ini.Secara perlahan, Raka mendekat ia lalu duduk hingga saling berhadapan. Nayla menyadari kehadiran Raka, hingga
Setengah jam kemudian Maureen baru saja tiba, ia langsung menanyaka keaadaan Nayla pada Raka. Raka yang selalu tahu mama nya selalu riweh hanya bisa diam, seraya memijat pelipisnya yang sakit. Sakit karena terus saja kepikiran Nayla.“Raka mana Nayla? Mama mau tahu keadaannya sekarang.” Ujar Maureen dengan riwehnya. Bahkan ia sampai menggoyang -goyangkan lengan Raka.“Nayla lagi tidur, mama bisakan suaranya dipelanin dikit. Raka yakin kalau suara mama terus di full-in seperti ini, Nayla akan terbangun." celetuk Raka dan Raka sukses mendapatkan tepukan dari Maureen.“Kamu gitu banget ke mama sendiri.” protes Maureen seraya memukul lengan Raka.“Ini kan fakta, Ma. Gini, nih, Mama suka gak nyadar."“Terserah kamu sajalah. Mama cuma mau tanya gimana keadaan Nayla, apa yang sebenarnya terjadi dengan Nayla?" Tanya maureen begitu tidak sabarannya, entahlah tiba -tiba ia begitu peduli pada Nayla, padahal ia hanya sebatas tahu namanya saja. Tapi serasa sudah mengenal lama.“kacau, Ma,” ucap
Nayal terbangun dari tidurnya, entah berapa lama ia tertidur. Yang pasti ia merasa tidur begitu nyenyak. Meskipun saat terbangun ia harus kembali diingtakan dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Ia kembali teringat saat Fery dengan teganya mengusir dirinya, Fery sama sekali lupa, jika orang yang di usir adalah istrinya, yang sudah beberap tahun mengisi hidupnya. Istri yang tengah sakit dan membutuhkan dorongan moriil darinya. Nayla menggibas-gibaskan tangannya ke area mata, ia berusaha untuk menahan air matanya agar tidak terjatuh, sudah cukup dirinya terus bersedih, meskipun dia tahu butuh waktu untuk menyembuhakn luka yang diberikan oleh Fery. “ya Allah ampuni aku, ternyata aku tidak sesabar yang Engkau harapkan. Aku malah banyak mengeluh dan hampir saja putus asa,” gumam Nayla. Ia melihat jam yang terpasang di dinding, jarum jam sudah menunjukan pukul tujuh malam. Begitu lelapnya hingga melewatkan solat zuhur, asar dan magrib. Kini ia pun merasa tidak enak badan, badannya
"Untuk malam ini kita nginep aja di rumah Raka ya, besok pagi kita pindah ke rumah mama." Maureen berkata saat mereka tengah membereskan bekas mereka makan.Saat Maureen menyebutkan kata mama untuk dirinya, ada perasaan yang tidak bisa Nayla ungkapkan. Sungguh dia benar-benar bisa memanggil Mama pada orang yang memang mengakui kehadirannya.Sementara kepada Ibu mertuanya, meskipun ia memanggil ibu tapi sikapnya sama sekali tidak mencerminkan seorang ibu yang menyayangi seorang anaknya. Ia dengan ibu mertuanya seperti orang lain, hingga dirinya tidak bisa menemukan sosok ibu yang Ia inginkan. Tidak bisa membayangkan bagaimana sosok seorang ibu yang sesungguhnya."Tapi apa tidak apa-apa, dokter Samuel kan belum tahu." Nayla khawatir Samuel justru tidak setuju dengan dirinya tinggal di rumah mereka."Jangan panggil Dokter Samuel, dong. Panggil dia Papa oke. Nah, kalau urusan itu kamu tenang aja, Mama udah bilang kok sama papa dan dia setuju banget. Dia juga bilang kalau kamu tinggal