"Kau terlalu angkuh, Tyas! Sejak awal kau hanya pura-pura kuat, tapi lihat sekarang, kau tersingkir!" Amanda tertawa kecil.Aku melanjutkan memasukkan baju-baju milikku, juga beberapa barang pribadiku lainnya. Memilih mengabaikan suara-suara mereka yang merasa menang hari ini.Aku menarik dua koper keluar kamar, di ruang tamu masih ada ibu dan Mas Iqbal."Aku sendiri yang akan mengurus perceraian kita Mas!" kataku, sambil menatap laki-laki yang dulu pernah merajai hati, membawaku terbang tinggi ke awan, tapi hari ini ia menjatuhkan diri ini hingga ke dasar jurang. Sakit."Oh, baguslah! Begitu lebih baik, jadi Iqbal tak perlu keluar uang untuk biaya sidang perceraian kalian." Ibu yang menyahut."Ya, tapi ingat aku akan tetap memperhitungkan rumah ini. Karena bagaimanapun aku punya hak atas rumah ini." Kembali aku membahas tentang rumah ini."Heh, Tyas! Bangun! Mau sampai kapan kamu bermimpi! Kamu itu sudah bukan siapa-siapa lagi di sini, kamu dulu di bawa kemari oleh Iqbal tak membawa
"Akan kubongkar saja rumah itu, hingga rata dengan tanah."Papa ternganga mendengar penuturanku."Apa? Kamu yakin?" tanya Papa dengan ekspresi keterkejutannya."Ya, aku yakin Pa! Toh mendirikan rumah itu hampir 90% dari uangku.""Ya sudah, itu terserah kamu, tapi janji, setelah itu, sudah! Jangan ada hubungan apapun lagi dengan mereka."Aku mengangguk. Setelah itu, aku akan fokus di kantor. Mas Iqbal, siap-siap, kamu akan jantungan melihat aku dia kantor nanti.*Esok harinya aku langsung menghubungi pihak penyewaan excavator, alat berat untuk meruntuhkan rumah itu.Dikata sayang, ya jelas sayang, rumah besar dengan bangunan kokoh dan kuat harus dirobohkan. Tapi jika hati sudah sakit, maka apapun bisa terjadi, dan tak bisa terelakkan lagi. Dengan begitu, Mas Iqbal dan perempuan itu akan tinggal di rumah ibu.Bu Wina, lihatlah, tanah tempat rumah itu berdiri, tanah yang selalu kau ucap berulang-ulang kali dengan begitu bangga akan kukembalikan. "Rumah ini berdiri di atas tanahku!"Ak
Pov Iqbal."Aku sudah ambil keputusan, aku akan robohkan rumah itu, rata dengan tanah. Anggaplah aku kembalikan tanah milik ibu seperti sediakala."Jantungku seakan melompat dari tempatnya begitu mendengar kalimat yang keluar dari mulut Tyas.Bagaimana mungkin dia bisa berpikir sampai ke arah itu. Ini benar-benar gil4!Aku paham dia sakit hati dengan apa yang sudah aku lakukan padanya, tapi apa iya harus dengan membongkar rumah itu?Sebisa mungkin aku mencoba meredam keinginannya itu, tapi sia-sia. Tyas tipe perempuan yang keras kepala, segala keinginan atau sesuatu yang sudah menjadi keputusan dirinya, maka itu tak bisa di ganggu gugat.Ia melenggang begitu saja meninggalkan aku yang masih terperangah menatapnya.Ia melangkah anggun, baju yang dikenakannya juga sangat terlihat berkelas. Wajahnya pun sangat berseri, putih bersih, dari mana sebenarnya dia mendapatkan uang untuk melakukan perawatan. Ia benar-benar sangat terlihat berbeda, padahal baru sehari ia keluar dari rumah. Ck! A
"Apa?! Astaga, benar-benar keterlaluan, si Tyas!"Netra Ibu langsung terbelalak begitu aku memberitahu Kalau rumah ibu mau dirubuhkan."Kamu lawan dia dong, Bal! Ancam balik dia! Bisa-bisanya kamu diem aja rumah mau diruntuhkan!" Katanya lagi."Tapi Tyas benar Bu, membangun rumah ini memang sebagian besar uangnya dia.""Iya, tapi apa dengan cara merobohkan rumah ini? Nggak ada cara lain?!" "Ibu tahu kan bagaimana sikap kerasnya Tyas? Dia itu nekat Bu, dia akan melakukan apapun jika ada yang berani menghalangi."Aku hanya bisa pasrah. Tapi ibu lagi-lagi tak bisa terima."Kamu itu laki-laki Iqbal! Harus tegas dong! Bisa-bisanya kamu ini hanya pasrah!"Ibu terus saja mengomel meski aku sudah berkali-kali menjelaskan."Aduh nanti kita mau tinggal dimana Mas, kalau rumah ini dirubuhkan? Masak sih kita harus ngontrak, nggak mau ah!" Amanda juga tak kalah paniknya."Enggak, nanti biar ibu yang ngomong sama perempuan itu! Gil4, enak aja main rubuhkan aja, memangnya rumah suwung!" timpal ibu.
Iqbal Pov."Apa lagi yang perlu dibicarakan? Saya sudah menghubungi pengacara handal untuk mengurus perceraian kalian. Biar cepat selesai."Kata-katanya Papa sangat lugas, tanpa basa-basi."Ehm, gini Pa, saya ... Minta maaf sebelumnya, saya tahu saya salah, saya sudah menyakiti Tyas. Tapi saya mohon beri saya kesempatan sekali lagi, untuk memperbaiki semuanya."Aku pikir tak ada salahnya untuk membujuk Papa dan Tyas agar tak jadi bercerai, dengan begitu rumah itu tak 'kan jadi di bongkar. Biarlah sementara waktu Amanda akan aku ungsikan ke tempat lain yang lebih aman."Apa maksudmu, Mas?" sergah Tyas."Ehm Sayang, Mas sadar keputusan yang kita ambil terlalu terburu-buru, Yas, Mas sadar, cuma kamu yang Mas cintai, bisakah kita kembali lagi, dan melupakan soal gugatan perceraian itu? Aku janji akan meninggalkan Amanda, dan memilih kamu, Sayang."Tyas terkesiap. Aku yakin dia pasti akan luluh, dia kan cinta mati denganku. Aku hanya perlu berakting sedikit di depannya dan Papa. Semoga ia
Iqbal Pov.Ibu menangis histeris menyaksikan rumah itu dirobohkan. Para tetangga hanya bisa menghiburnya tanpa bisa berbuat apa-apa."Itu, tuh, gara-gara masalah selingkuh, jadi istrinya nekat, rumah yang tidak bersalah, jadi korbannya. Padahal rumahnya bagus, sayang banget sih sebenarnya.""Iya, sakit hati banget sih pasti jadi Tyas, di selingkuhi, sampai tinggal satu lagi, gil4 nggak tuh! Makanya nekat.""Iya, ih amit-amit!""Tapi nggak harus merobohkan rumah juga kali! Kan bisa di jual saja dan uangnya di bagi dua!""Katanya noh, si Bu Wina nggak setuju, menolak mentah-mentah, bahkan mengusir Tyas dari rumah ini. Ya wajar sih Tyas akhirnya memilih jalan membongkar rumah ini saja.""Iya enak saja, rumah di bangun saat susah bersama, pas udah bagus di tempati sama istri muda, ya siapa pun pasti nggak rela lah!"Bisik-bisik tetangga santer terdengar membuatku semakin pusing. Kepala berputar, hingga aku terduduk tak bertenaga sama sekali."Ayo Bapak-bapak, tolong bantu Pak Iqbal masuk
Ketika nama itu di sebut, terdengar seseorang membuka pelan pintu ruang meeting, membuat semua mata yang ada di ruangan ini langsung tertuju padanya, termasuk aku.Aku hanya ingin memastikan kalau perempuan itu bukanlah Tyas istriku. Tak mungkin Tyas menjadi atasan di kantor ini, Memangnya siapa dia?Setelah pintu terbuka, wanita dengan tinggi semampai menyembul dari balik pintu.Senyumnya langsung merekah menatap semua yang ada di dalam ruangan.Aku terpana, bahkan sampai mengucek mataku, berharap ini hanya halusinasiku saja, melihat Tyas masuk ke ruangan ini. Ternyata aku tidak salah lihat, ini benar-benar Tyas! Aku dibuat melongo melihat penampilannya saat ini.Ia mengenakan, blazer berwarna krem dengan hijab krem, dan celana hitam, bunyi ketukan sepatunya seakan memecah keheningan. Ia berjalan dengan begitu anggun melewati kami semua yang duduk di depan meja persegi panjang saling berhadapan.Wajahnya sangat cantik, riasannya tidak menor, tapi justru membuatnya terlihat berkelas,
Iqbal Pov."Tapi Yas!"Tyas justru kembali menatap laptop seolah aku di sini tak terlihat. Mau tak mau aku pun keluar ruangan ini, dan mengikuti perintahnya dengan hati kesal.Tok! Tok! Tok!"Masuk!" ucapnya dari dalam. Aku benar-benar seperti orang konyol, hendak bertemu istri sendiri saja seribet ini."Duduk!" titahnya menatapku, kemudian menatap bangku di depannya. Tak ada senyum ramah diwajahnya. Justru terlihat sangat judes."Ini coba cek!" Ia menyodorkan padaku beberapa file. Aku pun meraihnya dan langsung membukanya."Ini, laporan yang aku buat bulan lalu, kenapa memangnya?" Aku bertanya-tanya, pasalnya aku merasa nggak ada yang aneh dengan laporan itu."Kenapa? Pak Iqbal masih tanya? Lihat itu, output yang di dapatkan jauh dari target," ucapnya."Lho bukannya selama ini memang yang kita hasilkan segitu? Kenapa kamu pertanyakan?" tanyaku heran."Harusnya anda berpikir dong, gimana caranya supaya bisa meningkat? Anda 'kan manager operasional di sini! Tugas anda menaikkan hasil s