"Terima kasih, Sonia. Tapi aku akan mendampingi suamiku selama meeting ini berjalan." Analea menjawab dengan sopan. "Terserah saja. Tapi sepertinya CEO kami tidak akan suka jika ada orang luar yang ikut duduk di ruang meeting ini tanpa ada gunanya."Nada bicara Sonia mulai ketus. Ia tak lagi tersenyum setelah mendengar jawaban Analea. "CEO perusahaan ini, maksudnya Raihan?" Analea menaikkan alisnya. "Tepatnya ..., Pak Raihan!" jelas Sonia seakan tak suka mendengar Analea menyebut nama Raihan tanpa diawali kata Pak. "Oh ya, Pak Raihan." Sekali lagi Analea bicara sambil tersenyum. Beberapa detik kemudian, ruang meeting itu dihadiri oleh beberapa karyawan dari PT LikeSport dan Bina Sanjaya. Sedangkan Analea menyibukkan diri dengan tabletnya. Ia membalas pesan dan email dari para asistennya. Sejak mengetahui kehamilannya, Analea mempercayakan perusahaan pada semua asistennya. Jadi, ia tidak harus datang setiap hari ke kantor. Ia justru memilih untuk mendampingi Fabian bekerja. "Sila
"Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan sesuatu." Raihan berdiri dan memandang ke seluruh karyawan di ruangan itu. "Mulai bulan depan, omzet kita akan meningkat pesat. Selain didukung oleh perusahaan retail PT.Bina Sanjaya, perusahaan kita juga mendapatkan investasi dana yang cukup besar dari PT Anggada Jaya. Untuk itu kami sangat berterima kasih pada Bu Analea sebagai CEO PT Anggada Jaya. Ternyata beliau langsung tertarik menginvestasikan dananya setelah mengikuti rapat ini." Semua karyawan yang hadir bertepuk tangan karena senang. Berbeda dengan Sonia yang duduk di sebelah Raihan. Wajahnya menegang dan memucat. Netranya melebar seakan tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. "Apa? Perempuan itu CEO PT. Anggada jaya?" desis Sonia hingga terdengar oleh Raihan. "Kenapa, Sonia? Ada masalah?" Raihan menaikkan alisnya pada Sonia hingga wanita itu menjadi gugup seketika. "Ti-tidak, Pak. Tidak ada masalah!" Sonia spontan menunduk. Apalagi sekilas ia melihat Analea sedang te
"Kamu serius menginvestasikan dana di perusahaan Yuda?" Rein tersenyum lebar pada Analea. Sore itu Analea dan Fabian mampir sebentar di rumah Maira sebelum mereka ke dokter kandungan. Mereka hendak berdiskusi tentang banyak hal mengenai perusahaan. "Serius, dong, Dad. Aku yakin produk mereka kualitas unggul dan akan laris di pasaran dunia. Apalagi ada perusahaan Kak Bian yang ikut andil dalam penjualannya." Analea melangkah mendekati Rein yang baru saja muncul dari kamarnya. "Baiklah. Daddy percaya padamu. Anggada Jaya akan semakin maju di tangan Analea." Rein bicara sambil merengkuh bahu Analea. "Rein, Analea kemarin bertemu Ratu di PT LikeSport. Dia tidak tega melihat pekerjaan Ratu yang sekarang." Maira yang sejak tadi duduk bersama Analea dan Fabian, memberanikan diri bicara tentang Ratu pada Rein. "Hmmm ..." Rein melepaskan tangannya dari bahu Analea, lalu duduk di salah satu kursi. "Menurut Analea, Ratu sudah banyak berubah jadi lebih baik," lanjut Maira. Sementara Analea
"Eh, dengar-dengar si Hamid habis nikah sama istrinya itu jadi jarang pulang ya?”Langkah Analea terhenti saat mendengar nama suaminya disebut ketika ia ingin keluar membeli sayur. Wanita sederhana berusia 24 tahun yang mengenakan daster murahan itu terpaku di balik pintu. Rambut panjangnya yang hitam ia selipkan di balik telinga, ingin mempertajam pendengaran tentang obrolan itu."Beneran, Mbak?” Suara lain menyahut. “Tapi nggak heran sih. Aku malah dengar kalau istrinya Hamid itu anak pelacur!" Dada Analea semakin sesak mendengar kalimat yang keluar dari mulut para tetangganya itu. Tubuhnya yang tadi tegak, seketika lemas."Ih, kalau ibunya pelacur, jangan-jangan anaknya nggak perawan lagi."Terdengar suara tawa mengejek dari beberapa tetangga lain yang sedang memilih sayuran."Wah, kalau gitu kasian Hamid, dong. Dapat istri udah nggak perawan. Duh, mana anaknya Bu Irma itu gantengnya selangit, kerja kantoran pula. Sayang banget malah nikah sama pelacur." "Waduh! Jangan-jangan si
"Padahal saat menikah denganku, kamu sudah tidak perawan!”DEG!Sepasang mata Analea membelalak. Mendengar tuduhan sang suami, hati wanita itu seperti tertusuk ratusan belati."Astaghfirullah, Mas. kenapa Kamu berpikir seperti itu?!” Analea mengelus dadanya yang terasa nyeri. Ia tidak menduga Hamid akan mengatakan menuduhnya seperti itu. “Demi Tuhan, Mas. Aku masih suci! Kamu adalah satu-satunya pria yang mendapatkan kesucianku secara sah.” Ia berusaha meyakinkan suaminya. "Tidak perlu bawa-bawa nama Tuhan di hadapanku!” bentak Hamid. “Buktinya, malam itu tidak ada bercak darah di ranjang kita!" Kedua tangan Analea makin menekan dada, menahan rasa nyeri yang luar biasa.. Lagi-lagi ia tak menduga suaminya mengatakan dia tidak perawan karena tidak ada bercak darah di ranjang mereka. Padahal, ia tidak pernah berhubungan badan dengan siapa pun sebelum menikah dengan Hamid. Namun, kini, semua tampak masuk akal. Sejak malam itu, Hamid berubah dingin padanya. Suaminya tersebut tidak per
“Bisa-bisanya dia menuduhku berzina sebelum menikah, sementara ia justru berselingkuh di belakangku." Analea berguman pada dirinya sendiri. Seketika dadanya merasakan sesak dan nyeri. Kedua tangan Analea mengepal erat karena geram. Sekian detik kemudian, Analea melangkah mendekati pintu, lalu menggedornya dengan sedikit kasar. Tidak ada jawaban. Cukup lama ia menunggu. Setelah berkali-kali mengetuk, akhirnya pintu itu terbuka dan muncullah seorang wanita. Analea tertegun, merasa tidak asing dengan sosok wanita yang tengah berpenampilan seksi tersebut–atau lebih tepatnya, wanita itu belum mengenakan pakaiannya dengan benar. Wanita itu pernah beberapa kali Analea temui di rumah Hamid sejak ia belum menikah. Dulu, Analea sempat terheran dengan sambutan ibu mertuanya yang selalu hangat setiap wanita itu datang. Jauh berbeda ketika ia yang datang dan selalu disambut dengan dingin. "Nandita, Siapa-?” Ketegaran dan sorot dingin yang sejak tadi berusaha ditampilkan oleh Analea serta usa
"Memang dasar perempuan nggak benar!” Analea terdiam saat mendapatkan sorotan tajam dan sinis dari ibu mertuanya. Namun, ia mencoba untuk tetap sopan meskipun sama sekali tidak mendapatkan respons baik dari Bu Irma. "Ibu ... asalamualaikum!" Analea berucap lirih. Ia terpaksa menunda untuk masuk ke kamarnya. Padahal ia sangat ingin merebahkan tubuhnya sejenak. Tubuh Analea terasa lelah setelah menghadapi serentetan kejadian tadi, dan kini, ia pun harus menghadapi bentakan sekaligus tuduhan dari sang ibu mertua. "Ternyata benar apa yang digunjing orang-orang tentang ka–” "Bu ... Aku baru saja melabrak Mas Hamid.” Analea segera menyanggah ucapan Bu Irma yang tampaknya selalu ingin memojokkannya. “Dia semalam tidur dengan perempuan lain, Bu." Meskipun Bu Irma selalu terkesan tidak menyukainya, Analea berpikir bahwa saat wanita paruh baya itu mendengar kelakuan anaknya di luar sana, Bu Irma akan terkejut dan bersimpati pada Analea. Namun, ibu mertuanya itu malah tersenyum sinis– dan
"Ternyata di sini tempat Mas Hamid dan perempuan bernama Nandita itu bekerja." Beberapa hari setelah ia mendapati suaminya tidur dengan perempuan lain, Analea memutuskan untuk keluar rumah–dan kini berdiri di depan sebuah gedung bertingkat bertuliskan PT Bina Sanjaya. Ia telah melakukan sedikit penyelidikan mengenai perempuan yang tidur dengan suaminya tempo hari. Analea bertekad akan menggugat cerai Hamid jika ia tidak bisa membuat pria itu menceraikannya. Salah satu caranya adalah dengan menyewa pengacara dan mengumpulkan bukti perselingkuhan. Namun, untuk melakukannya, ia butuh uang, Oleh karena itu, sejak beberapa hari yang lalu, berbekal pendidikan sarjananya, Analea sibuk mengirim lamaran kerja ke beberapa perusahaan, dan pagi ini PT Bina Sanjaya memanggilnya untuk melakukan wawancara. Ia sama sekali tidak menduga sebelumnya bahwa ternyata suami dan selingkuhannya bekerja di perusahaan yang sama. Begitu banyak kesempatan yang mereka peroleh untuk berhubungan di belakang Anal