Rendra dan Naira saat ini sedang menuju perjalanan pulang ke apartemen. Sungguh Naira tidak sabar untuk bertemu dengan anaknya. "Key, kamu pasti sudah besar, ibu udah gak sabar ingin ketemu sama kamu, Nak," batin Naira. Ia tidak berhenti tersenyum selama perjalanan menuju pulang ke apartemen. Tanpa mereka ketahui, bahwa saat ini Bianca sudah ada di rumah sakit dan ketika mengetahui jadwal kepulangan Naira, Bianca mengurungkan niatnya dan lebih memilih untuk langsung datang ke apartemen di mana Naira tinggal sebelumnya saat hamil Keyla. "Mas," "Hm." "Aku mau tanya sesuatu boleh?" "Silahkan." "Bagaimana dengan hubungan pernikahan kita selanjutnya. Bukannya Mas ingin menceriakan, Nai?" "Kita bahas ini nanti di apartemen," balas Rendra singkat. Rendra sendiri masih memikirkan apa keputusan apa harus di ambilnya. Dia masih membutuhkan Naira untuk melahirkan keturunannya. Tapi rencana ini harus dibicarakan terlebih dahulu dengan Bianca. Hingga tidak lama kemudian mereka sampai di
Naira tidak bisa berkata-kata lagi dengan situasi yang sama sekali tidak pernah dirinya duga. Dulu ia sangat tidak menyukai wanita yang menjadi istri kedua atau wanita simpan. Tapi kenyataannya sekarang. Tanpa dirinya sadar dia telah menjadi wanita simpanan. "Ceraikan Naira sekarang juga. Aku tidak mau tahu," kata Bianca dengan suara lantang. "Mas, aku minta penjelasan sekarang juga. Aku mohon," pinta Naira. Kondisi di dalam apartemen yang menjadi tempat tinggal Naira itu masih panas. "Untuk apa kamu meminta penjelasan dari Mas Rendra. Sudah jelas-jelas bahwa kamu itu pelakor," seru Bianca. "Jika memang itu benar, aku mau Kita pisah. Aku nggak mau jadi madu rumah tangga orang. Aku mau kita cerai sekarang juga. Ucapkan talak untukku sekarang," pinta Naira sambil menatap wajah suaminya dengan serius. "Tidak!" balas Rendra tegas. "MAS!" teriak Bianca dengan suara lantang. "Aku tidak akan menceraikan Naira sebelum aku mendapatkan seorang anak laki-laki," putus Rendra tegas. "Aku
"Sekarang apa keputusanmu?" tanya Rendra pada istri keduanya Naira. "Mas, pokoknya aku nggak setuju. Kalau kamu tetap mempertahankan Naira, aku akan pergi bersama dengan Keyla. Silahkan, jika kamu ingin bersama dengan Naira dan anak kalian nanti." Naira bingung dengan keadaannya saat ini. Jika Ia tetap mempertahankan pernikahannya dengan Rendra. Maka selamanya dia tidak akan pernah bertemu dengan anak pertamanya Keyla. Anaknya akan dibawa jauh oleh Bianca. Istri pertama suaminya. Tapi jika dia memutuskan untuk bercerai dengan suaminya. Maka keadaannya tetap sama, dia akan dijauhkan dengan anaknya oleh suaminya. Pilihan yang sangat sulit membuat Naira tidak tahu harus bagaimana. "Ya Allah, keputusan apa yang harus aku ambil. Aku tidak ingin menyakiti siapapun termasuk istri pertama Mas Rendra. Tapi jika aku memilih bertahan aku tidak akan pernah bisa melihat anakku," batin Naira. "Jangan dengarkan Bianca. Aku berjanji jika kamu mau bertahan dan memberikan aku anak laki-laki. Maka a
Hari sudah malam semua orang kini sudah siap akan menjemput alam mimpinya. Tapi berbeda dengan Rendra yang sama sekali tidak mengantuk. Pikirannya saat ini tertuju pada istri keduanya. Dia belum mendapat kabar jika istrinya sudah pulang atau belum ke apartemennya. Untuk itu ia akan turun ke lantai di mana Naira berada. "Mas, kamu mau ke mana?" tanya Bianca ketika melihat Rendra yang sudah siap pergi ke luar. "Aku mau ke unit apartemen Naira, aku ingin memastikan apakah dia sudah pulang apa belum," balas Rendra dengan jujur. Dia tidak pernah menyembunyikan apapun dari Bianca. "Apa! Mau ke unit apartemen Naira. Aku gak salah denger?" Bianca tidak suka mendengar Rendra akan pergi menemui Naira. Padahal baru satu hari Naira bangun dari koma tapi sudah berhasil membuat dirinya naik darah. "Kamu gak salah denger, memangnya kenapa?" tanya Rendra balik. Menurutnya, apa yang dilakukannya saat ini tidak salah. "Mas, kamu jangan egois seperti ini. Sebelumnya kita sudah membuat kesepakatan,
"Aku harus ke apartemen Bianca." Naira kembali diingatkan tentang statusnya saat ini sebagai madu oleh suaminya dan setelah kejadian kemarin. Dia sudah mengambil keputusan jika dia lebih memilih untuk bercerai dan kembali ke rumah orangtuanya di desa. "Mas, aku ingin memberitahukan soal keputusanku," kata Naira. "Nanti saja. Hari ini aku ada urusan penting," balas Rendra. "Tapi, Mas…" "Jangan lakukan hal seperti yang kemarin. Beruntung kamu tidak sakit sekarang." "Aku tetap ada keputusanku, aku ingin kita berpisah. Aku tidak ingin menyakiti Mbak Bianca." "Aku akan memberikan waktu selama satu minggu. Aku harap kamu berubah pikiran." Naira tersenyum getir dengan ucapan suaminya, alasan apa yang membuat dirinya harus berubah pikiran. Dirinya sudah pasrah dengan keadaannya sekarang. Anak yang ia perjuangkan hidup dan mati. Tidak mengenalinya sebagai ibu kandungnya karena dia koma. Bukan hanya itu, dia juga mengetahui fakta bahwa dia bukanlah istri pertama melainkan istri kedua.
Hari ini, Rendra memutuskan pulang lebih cepat dari hari-hari sebelumnya. Mungkin setelah kejadian di mana dia kembali dari apartemen istri keduanya, entah kenapa Rendra merasakan perasaan yang berbeda. Rasanya ada sesuatu yang membuat dirinya kembali meneguk madu bersama dengan istri keduanya. Namun sepertinya, saat Rendra sampai di apartemen Naira dia tidak menemukan istri keduanya itu. "Di mana Naira? Apakah dia menemui Keyla?" tanya Rendra. "Aku akan bertanya pada Bi Nimah, bukankah aku tadi menyuruhnya untuk datang ke sini. Pasti Bi Nn Nimah tahu di mana dia berada." Rendra kembali meninggalkan apartemen Naira memutuskan untuk pulang ke apartemennya bersama dengan Bianca. "Tuan udah pulang?" tanya Bi Nimah. "Bibi tahu di mana Naira?" Tanya Rendra langsung to the point. Bi Nimah yang langsung mendapat pertanyaan dari Rendra pun bingung. Jika dia mengatakan yang sejujurnya atau tidak perihal Naira yang pulang kampung. "Bibi jawab pertanyaan saya. Apakah Bibi tahu kemana Nair
Naira berjalan ke pemakaman kedua orang tuanya dengan langkah gontai lemas. Di area pemakaman umum itu. Naira mencari nama makam ke dua orang tuanya. Dan setelah menemukannya Naira langsung berjongkok dan mengusap nisan dengan tulisan nama ayah dan ibunya. "Ibu… Bapak…" air mata Naira secara perlahan kembali membasahi pipinya. "Kenapa kalian ninggalin, aku." "Sekarang aku sama siapa? Kalian pergi, anak yang aku lahirkan beberapa tahun yang lalu tidak tahu jika aku adalah ibunya. Anakku dia menganggap orang lain sebagai ibunya. Hatiku rasanya sangat sakit sekali." "Dan suamiku, dia ternyata sudah punya istri sebelum menikah denganku. "Aku bingung harus gimana, bertahan atau menyerah." "Ibu Bapak, andaikan kalian masih hidup. Aku yakin aku bisa kuat menjalani hidup dan berusaha menerima kenyataan ini. Tapi, kenapa kalian pergi. Kini aku tidak punya tempat lagi bersandar, siapa yang akan menjadi penghibur hati ini." Naira menangis tersedu-sedu. Angin mulai berhembus terasa dingin
Naira begitu merindukan Keyla rasanya dia ingin pergi ke Jakarta untuk menemui anak perempuannya itu. Namun, jangankan untuk pergi ke Jakarta. Uang untuk kehidupannya sehari-hari saja Naira tidak cukup. Dia harus mencari pekerjaan serabutan, hidupnya benar-benar susah. Sebenarnya Naira ingin menjual tanah mendiang ibunya untuk di jadikanya modal usaha. Namun semua itu tidak mudah. Menjual tanah bukan seperti menjual makanan yang ditawarkan bisa langsung dibeli dan dapat uang saat itu. "Naira!" panggil Bi Sari. Wanita yang menjodohkan Naira dengan Rendra. "Iya Bi," sahut Naira. Naira yang mau berangkat ke kebun harus terhenti karena berpapasan dengan Bi sari di jalan. "Bibi dengar, katanya kamu sudah cerai ya sama laki-laki kaya itu?" tanya Bi sari dengan raut wajah penasarannya. "Iya, Bi," balas Naira dengan nada tidak yakin. "Udah berapa lama kamu cerai?" tanyanya lagi. Naira yang mendengar pertanyaan Bi Sari seketika perasaannya tiba-tiba saja tidak enak. "Baru, Bi. Memangnya