Saat malam hari, Zoya langsung mengurung dirinya di dalam kamar setelah makan malam. Dia tidak ikut berkumpul bersama Austin, Aland, dan Oma Emma. Tapi Zoya sengaja membuka sedikit pintu kamarnya hingga dia masih mampu mendengar apa saja yang dibicarakan di ruang tengah tersebut. Tidak ada suara TV yang terdengar, yang terdengar hanyalah Oma Emma yang sedang membacakan banyak dongeng untuk sang anak. Sesekali Austin menyahut menanggapi bacaan dongeng tersebut. Dan Aland ada yang paling keras tertawa ketika mendengar anaknya bicara tak masuk akal.Ada hati yang terasa tersemat saat mendengar kebersamaan mereka, karena nyatanya bagi Austin dia saja memang tidak cukup. Austin memang membutuhkan semua keluarganya. Diam-diam Zoya menangis. "Ya Tuhan, Kenapa dadaku sesak sekali. sekarang aku jadi bingung sendiri dengan kehidupanku, dengan apa keinginanku selanjutnya," gumam Zoya.Sungguh, saat saat ini dia seperti kehilangan arah. Kakinya entah berpijak di jalan yang mana. "Kadang a
"Austin sudah tidur?" tanya Aland, setelah menutup pintu dia berjalan mendekati ranjang, pilih untuk berdiri di tepi tepat di samping sang istri.Zoya hanya mengangguk."Oma juga sudah tidur," kata Aland lagi, meski Zoya tidak bertanya. Meski selama ini memang hanya dia yang banyak bicara.Aland lantas mencium puncak kepala Zoya dengan lembut, "Terima kasih karena sudah mengizinkan Oma untuk bertemu dengan Austin," kata Aland lagi.Tapi kali ini Zoya tidak memberikan tanggapan apapun, kepalanya bahkan tidak bergerak untuk mengangguk atau menggeleng.Zoya tidak tahu, bahwa izin tersebut begitu berarti untuk Aland, untuk mama Emma dan bahkan untuk kak Prisila. Mereka juga punya luka tersendiri, dan hanya Austin dan maaf dari Zoya lah obatnya. "Tidurlah juga, aku masih ada beberapa hal yang harus diurus," ucap Aland. "Tidak perlu mengatakan hal itu padaku, Aku akan tidur sesuai dengan kehendakku sendiri," balas Zoya, yang entah kenapa selalu merasa kesel tiap kali mendapatkan perhatian
Hari ini Zoya tidak ikut mengantar Austin ke sekolah, sang anak diantar oleh ayahnya dan juga sang Oma.Bibi Mia pun benar-benar meninggalkan apartemen setelah mendapatkan keputusan dari Zoya. Aland dan Oma Emma tidak bisa berbuat apapun. Bagaimanapun juga ini sekarang adalah rumah Zoya, maka dialah yang paling berhak untuk menentukan siapa saja yang boleh tinggal di dalamnya.Sendiri di apartemen tersebut, akhirnya Zoya putuskan untuk menghubungi Ressa melalui sambungan telepon."Apalagi sekarang Zoy? ku perhatikan akhir-akhir ini kamu mengeluh terus? Bukannya Aland itu orang baik?" tanya Ressa, ya sebenarnya selama ini dia selalu mendukung jika Zoya kembali pada suaminya tersebut.Awalnya Ressa juga terkejut tapi kemudian jadi ikut senang saat tau bahwa Aland berasal dari keluarga kaya raya.Apalagi sebelumnya dia pernah bertemu dengan pria itu dan yakin 100 persen bahwa Aland adalah orang baik, ayah yang sangat cocok untuk Austin. Meskipun selama ini Zoya berhubungan dengan Rama,
"Apa? Oma sanggup mengurus apartemen?" tanya Zoya dengan bibir yang tersenyum miring, seolah sedang meremehkan ucapan Oma Emma tersebut."Sekarang saja Oma sudah sakit-sakitan, lalu bagaimana caranya untuk mengurus apartemen?" balas Zoya lagi, sungguh, awalnya dia tidak berniat untuk bicara sekasar ini, awalnya dia hanya iba lalu tak ingin Oma Emma yang mengurus apartemen, jadi Zoya setuju untuk mencari pelayan baru.Tapi entah kenapa tiba-tiba yang keluar dari mulutnya adalah pertanyaan menyakitkan seperti itu.Zoya seperti sedang berperang dengan dirinya sendiri. Antara ingin coba menerima tapi ego masih sulit untuk dikendalikan."Lebih baik cari pelayan baru saja, daripada apartemen ini berakhir jadi semakin berantakan," timpal Zoya kemudian, setelah mengatakan itu dia pilih untuk segera pergi dari sana. Tidak lagi menoleh kepada Aland dan Oma Emma.Zoya tahu, kini Aland menatapnya dengan tatapan tercengang. Seolah tak percaya dia bisa mengucapkan kalimat kasar tersebut."Maafkan Z
"Serius tidak ingin ikut ke kantor bersamaku?" tanya Aland.Kini pagi sudah menyapa, pria berperawakan tinggi dan tegap itu pun tengah bersiap sendiri, menyiapkan baju kerjanya sendiri dan memasang dasi sendiri.Dia tidak berani meminta bantuan pada sang istri, tak ingin Zoya marah, tak ingin pula merepotkan Zoya.Dan ditanya seperti itu, Zoya tidak langsung menjawab. Dia lebih dulu melirik Aland dengan tajam, entah sudah berapa kali Aland mengubah pertanyaan itu. sedangkan dia selalu menjawab dengan jawaban yang sama, "Tidak!" jawab Zoya dengan kesal."Tidak lama kok, kita bisa pulang sekaligus menjemput Austin," balas Aland lagi. "Keluar dari apartemen dan melihat-lihat suasana di luar mungkin bisa membuat suasana hatimu jadi lebih baik," timpalnya lagi.Huh! Zoya langsung membuang nafasnya dengan kasar. Entah Aland tuli atau memang ingin memaksa. Tapi lama-lama kesabarannya yang setipis tisu pun terpancing juga."Baiklah, aku akan ikut," jawab Zoya dengan suara yang terdengar jelas
Kantor Aland masih sama seperti 6 tahun yang lalu. Meja di sisi kanan dan sofa yang berjejer rapi untuk menerima tamu yang datang.Zoya diam-diam terus meneliti setiap sudut ruangan tersebut, selain mengenang masa lalu dia juga menemukannya hal yang baru.Entah apa yang sebenarnya Zoya cari, tapi dia terus memindai semuanya."Duduklah, aku akan panggil Erile untuk datang ke sini," titah Aland, dia melepaskan genggamannya pada sang istri, membiarkan Zoya untuk duduk sendiri di salah satu sofa sana. Sementara dia melanjutkan langkah untuk menuju meja kerja, salah satu tangannya pun bergerak untuk merogoh ponsel di saku celana dan menghubungi sang asisten.Tak butuh waktu lama Erile pun tiba di sana dengan beberapa dokumen di tangannya. "Selamat pagi Nyonya," sapa Erile seraya menundukkan kepalanya memberi hormat.Zoya pilih acuh, tidak menanggapi apapun atas sapaan tersebut. Bahkan Zoya enggan menatap asisten Aland itu, dia pilih untuk menatap ke arah lain.Erile yang sangat memahami ny
"Jangan lupa Zoy, Kamu adalah istriku," ucap Aland, dia bahkan mendorong kursinya untuk lebih maju hingga Zoya makin tersudut di meja kerjanya, kini sang istri benar-benar tak akan bisa kabur darinya lagi."Jadi jika aku masih istrimu, lantas kamu boleh melecehkanku seperti itu?!" balas Zoya dengan ketus, sumpah Zoya tidak menyangka bahwa Aland yang akan seberani ini menyentuh dadanya, bahkan sampai meremas dengan cukup kuat.Astaga, Zoya sampai kehabisan kata-kata. Sementara jantungnya begitu berdegup dengan hebat. 6 tahun waktu telah berlalu dan sekalipun Zoya tidak pernah disentuh sebrutal ini oleh seorang pria. Kini kedua pipinya bahkan terasa panas. Demi menyembunyikan rasa malunya, Zoya jadi marah-marah."Pelecehan? ini namanya bukan pelecehan Zoy, tapi justru sebuah keharusan.""Gila! lama-lama bicaramu jadi tidak benar! Lepaskan aku!""5 menit lagi, setelah itu kita akan pergi menjemput Austin," putus Aland.Zoya tidak bisa membantah keputusan yang sudah dibuat oleh pria ter
"Astaga!" kaget Aland, dia berbalik dan langsung melihat ada Zoya di hadapannya, menatap dengan sorot mata dingin seperti biasa.Panggilan teleponnya dengan sang asisten sudah terputus dan tiba-tiba kini dia dihadapkan oleh sang istri. Aland mulai merasa cemas, apakah Zoya mendengar apa yang dia ucapkan kepada Erile?"Siapa yang kamu telepon? Kenapa menyebut namaku," kata Zoya, sorot matanya tetap lurus menatap ke arah Aland. Dia paling tak suka jika Aland semena-mena dengan hidupnya, selalu mengambil keputusan atas dia tanpa peduli Zoya setuju atau tidak. Zoya memang tidak mendengar semua ucapan Aland sambungan telepon beberapa saat lalu tapi dia mendengar jelas bahwa pria itu menyebut namanya, Zoya dan Zara. "Apa yang kamu dengar?" balas Aland, dia mengikis jarak hingga mereka dekat sekali, mungkin hanya berjarak satu jengkal. Aland sengaja melakukan ini agar Zoya merasa tidak nyaman dan melupakan tentang telepon tersebut. Benar saja, Zoya sontak berkedip dengan cepat saat tiba-