"Apa? Oma sanggup mengurus apartemen?" tanya Zoya dengan bibir yang tersenyum miring, seolah sedang meremehkan ucapan Oma Emma tersebut."Sekarang saja Oma sudah sakit-sakitan, lalu bagaimana caranya untuk mengurus apartemen?" balas Zoya lagi, sungguh, awalnya dia tidak berniat untuk bicara sekasar ini, awalnya dia hanya iba lalu tak ingin Oma Emma yang mengurus apartemen, jadi Zoya setuju untuk mencari pelayan baru.Tapi entah kenapa tiba-tiba yang keluar dari mulutnya adalah pertanyaan menyakitkan seperti itu.Zoya seperti sedang berperang dengan dirinya sendiri. Antara ingin coba menerima tapi ego masih sulit untuk dikendalikan."Lebih baik cari pelayan baru saja, daripada apartemen ini berakhir jadi semakin berantakan," timpal Zoya kemudian, setelah mengatakan itu dia pilih untuk segera pergi dari sana. Tidak lagi menoleh kepada Aland dan Oma Emma.Zoya tahu, kini Aland menatapnya dengan tatapan tercengang. Seolah tak percaya dia bisa mengucapkan kalimat kasar tersebut."Maafkan Z
"Serius tidak ingin ikut ke kantor bersamaku?" tanya Aland.Kini pagi sudah menyapa, pria berperawakan tinggi dan tegap itu pun tengah bersiap sendiri, menyiapkan baju kerjanya sendiri dan memasang dasi sendiri.Dia tidak berani meminta bantuan pada sang istri, tak ingin Zoya marah, tak ingin pula merepotkan Zoya.Dan ditanya seperti itu, Zoya tidak langsung menjawab. Dia lebih dulu melirik Aland dengan tajam, entah sudah berapa kali Aland mengubah pertanyaan itu. sedangkan dia selalu menjawab dengan jawaban yang sama, "Tidak!" jawab Zoya dengan kesal."Tidak lama kok, kita bisa pulang sekaligus menjemput Austin," balas Aland lagi. "Keluar dari apartemen dan melihat-lihat suasana di luar mungkin bisa membuat suasana hatimu jadi lebih baik," timpalnya lagi.Huh! Zoya langsung membuang nafasnya dengan kasar. Entah Aland tuli atau memang ingin memaksa. Tapi lama-lama kesabarannya yang setipis tisu pun terpancing juga."Baiklah, aku akan ikut," jawab Zoya dengan suara yang terdengar jelas
Kantor Aland masih sama seperti 6 tahun yang lalu. Meja di sisi kanan dan sofa yang berjejer rapi untuk menerima tamu yang datang.Zoya diam-diam terus meneliti setiap sudut ruangan tersebut, selain mengenang masa lalu dia juga menemukannya hal yang baru.Entah apa yang sebenarnya Zoya cari, tapi dia terus memindai semuanya."Duduklah, aku akan panggil Erile untuk datang ke sini," titah Aland, dia melepaskan genggamannya pada sang istri, membiarkan Zoya untuk duduk sendiri di salah satu sofa sana. Sementara dia melanjutkan langkah untuk menuju meja kerja, salah satu tangannya pun bergerak untuk merogoh ponsel di saku celana dan menghubungi sang asisten.Tak butuh waktu lama Erile pun tiba di sana dengan beberapa dokumen di tangannya. "Selamat pagi Nyonya," sapa Erile seraya menundukkan kepalanya memberi hormat.Zoya pilih acuh, tidak menanggapi apapun atas sapaan tersebut. Bahkan Zoya enggan menatap asisten Aland itu, dia pilih untuk menatap ke arah lain.Erile yang sangat memahami ny
"Jangan lupa Zoy, Kamu adalah istriku," ucap Aland, dia bahkan mendorong kursinya untuk lebih maju hingga Zoya makin tersudut di meja kerjanya, kini sang istri benar-benar tak akan bisa kabur darinya lagi."Jadi jika aku masih istrimu, lantas kamu boleh melecehkanku seperti itu?!" balas Zoya dengan ketus, sumpah Zoya tidak menyangka bahwa Aland yang akan seberani ini menyentuh dadanya, bahkan sampai meremas dengan cukup kuat.Astaga, Zoya sampai kehabisan kata-kata. Sementara jantungnya begitu berdegup dengan hebat. 6 tahun waktu telah berlalu dan sekalipun Zoya tidak pernah disentuh sebrutal ini oleh seorang pria. Kini kedua pipinya bahkan terasa panas. Demi menyembunyikan rasa malunya, Zoya jadi marah-marah."Pelecehan? ini namanya bukan pelecehan Zoy, tapi justru sebuah keharusan.""Gila! lama-lama bicaramu jadi tidak benar! Lepaskan aku!""5 menit lagi, setelah itu kita akan pergi menjemput Austin," putus Aland.Zoya tidak bisa membantah keputusan yang sudah dibuat oleh pria ter
"Astaga!" kaget Aland, dia berbalik dan langsung melihat ada Zoya di hadapannya, menatap dengan sorot mata dingin seperti biasa.Panggilan teleponnya dengan sang asisten sudah terputus dan tiba-tiba kini dia dihadapkan oleh sang istri. Aland mulai merasa cemas, apakah Zoya mendengar apa yang dia ucapkan kepada Erile?"Siapa yang kamu telepon? Kenapa menyebut namaku," kata Zoya, sorot matanya tetap lurus menatap ke arah Aland. Dia paling tak suka jika Aland semena-mena dengan hidupnya, selalu mengambil keputusan atas dia tanpa peduli Zoya setuju atau tidak. Zoya memang tidak mendengar semua ucapan Aland sambungan telepon beberapa saat lalu tapi dia mendengar jelas bahwa pria itu menyebut namanya, Zoya dan Zara. "Apa yang kamu dengar?" balas Aland, dia mengikis jarak hingga mereka dekat sekali, mungkin hanya berjarak satu jengkal. Aland sengaja melakukan ini agar Zoya merasa tidak nyaman dan melupakan tentang telepon tersebut. Benar saja, Zoya sontak berkedip dengan cepat saat tiba-
"Maaf Nyonya, besok Tuan Aland memiliki janji temu dengan salah satu kolega penting di perusahaan. Karena itulah saya datang untuk mengingatkannya secara langsung," bohong Erile, dia menundukkan kepalanya dan menghindari tatapan tersebut agar mulutnya bisa bicara dengan lancar ketika mengucapkan tentang kebohongan seperti ini. "Oh," balas Zoya singkat, "Masuklah dan tunggu di dalam," timpal Zoya lagi. Dia juga tidak punya tujuan apapun ketika menanyakan tentang hal tersebut. Hanya ingin tahu apakah Erile bersedia berbagi informasi tentang perusahaan kepadanya, Ingin tau apakah Erile masih menganggapnya sebagai orang asing bagi Aland. Tapi untunglah Erile mengatakan dengan jujur, begini saja sudah berhasil membuat hati Zoya merasa tenang.Dan setelah mempersilahkan Erile untuk masuk, Zoya lantas masuk ke dalam dan memerintahkan Seli untuk menyajikan minuman bagi tamu. Seli dengan sigap mematuhi perintah sang nyonya. Dia segera menyajikan minuman dan makanan ke ruang tamu. Tapi waja
Setelah Erile pergi, Zoya lebih dulu meninggalkan semua orang dan menuju kamarnya. Tadi dia pun melihat Austin yang masih nyaman disuapi irisan buah oleh sang Oma. Sendirian di dalam kamar ini, Zoya menatap kota Servo melalui jendela kaca yang ada di sana. Melihat banyak kendaraan yang lalu lalang disana seolah begitu sibuk. Sementara dia terkurung di sini dalam kebencian. "Ya Tuhan," gumamnya seraya membuang nafas kasar, seperti coba membuang perasaan yang selama ini mengganjal di dada. Cukup lama menenangkan dirinya sendiri akhirnya Zoya putuskan untuk keluar dari dalam kamar tersebut. Dia melihat Aland, Oma Emma dan Austin masih berkumpul di ruang tengah. Aland dan Oma Emma sedang antusias mendengarkan Austin yang bercerita tentang pengalamannya di sekolah hari ini. Zoya lantas ikut duduk di salah satu sofa, "Sekarang aku sudah mendapatkan sahabat pengganti yang sama seperti Elea, Ma," cerita Austin, dia merasa harus menjelaskan cerita itu karena tadi sang Mama belum sempa
Mendadak waktu jadi cepat sekali berlalu, siang tadi dia menandatangani dokumen pemindahan harta, Dan malam ini Zoya sudah berada di rumah utama keluarga Floyd. Rumah yang 6 tahun lalu telah dia tinggalkan namun kini tiba-tiba Zoya seperti kembali ke titik awal."Ayo sayang, ini adalah rumahmu," ucap mama Emma, dia menatap Zoya sendu seraya mempersilahkan sang menantu untuk masuk lebih dulu ke dalam rumah tersebut.Akhirnya hari ini tiba juga, mereka kembali berkumpul di rumah ini dan menjadi keluarga yang sesungguhnya."Selamat datang Austin, Tante memiliki banyak hadiah di dalam untukmu," ucap Prisila.Austin sudah berjingkrak kegirangan dan Aland lantas menarik istrinya itu untuk segera masuk karena melihat Zoya hanya diam saja."Tidak ada yang berubah dari rumah ini, satu-satunya yang hilang hanyalah kamu dan Austin. Aku bersyukur karena pada akhirnya kalian kembali," ucap Aland, seraya memeluk pinggang Zoya dengan erat, memeluk posesif sampai Zoya tak bisa menghindar."Zoya, ayo