Plisss tinggalin jejaknya dong😁
Lihat saja sekarang penampilannya berbeda. Iya, Nona Riska sekarang gemukan yah? Eh, tapi lihat! Kok perutnya membesar? Apa jangan-jangan Nona Riska ... Setiap hari Riska mendengar bisik-bisik yang berasal dari para karyawannya. Sebagian besar mereka membahas mengenai bentuk tubuhnya yang banyak berubah. Terlihat lebih berisi, selain itu tingkah Riska yang terkadang aneh sukses membuat sebagian besar karyawannya merasa bingung. "Kemarin aku lihat Nona Riska membeli rujak buah," ucap salah seorang gadis yang bekerja di perusahaan milik Riska. Gadis itu merasa aneh saja saat melihat bos wanitanya yang rela mengantri rujak buah di pinggir jalan. "Benarkah?" ucapnya temannya dengan mulut terbuka lebar. Kemudian karyawan lain juga yang ikut berbicara. "Aku juga pernah mendengar Nona Riska muntah-muntah." Lantas ia mengingat saat memberikan laporan bulanan waktu itu, Riska yang hendak menerima mendadak lari ke kamar mandi. "Apa jangan-jangan ....?" Dan salah satu di antara mereka ha
"Kau yakin mereka tidak meminta syarat apapun padamu?" Seno masih kurang percaya jika Alex melepaskannya begitu saja. Ia pikir Alex akan langsung menjebloskan pria itu ke dalam penjara, lalu menyeret satu-persatu hingga semua yang terlibat dalam masalah ini akan berakhir di balik jeruji besi. Namun dugaannya salah besar tatkala melihat orang kepercayaannya itu di bebaskan dengan mudah. "Tidak, Tuan. Sungguh, saya merasa beruntung karena tidak di bawa ke kantor polisi." Pria itu senang sekali. Padahal sebelumnya ia sudah ketakutan, bagaimana kalau lelaki bernama Alex itu membunuhnya, atau yang paling ringan menjebloskannya ke penjara, ia tidak tahu lagi seperti apa nasib keluarganya nanti. Bersyukur sekali itu hanya ketakutannya saja. Namun tidak dengan Seno, ia masih memutar keras otaknya, mencoba menebak rencana yang Alex sembunyikan. "Apa mereka juga tidak menyakitimu? Maksudnya tidak mengahajarmu, kan?" tanya Seno sekali lagi, lantas pandangannya meneliti tubuh pria itu yang meman
"Ah, sial!! Mengganggu saja!" umpat Riska tatkala mendengar suara ketukan pintu. Padahal ia baru saja memejamkan mata dan tidak ingin di ganggu oleh siapa pun. Tapi, suara ketukan yang berkali-kali memaksa Riska harus beranjak dan membukanya dengan cepat."Tadi 'kan aku udah bilang kalau hari ini tidak ingin di ganggu!" ucapnya sambil melotot ke arah sekretarisnya yang terlihat ketakutan. Wanita berusia dua tahun di atasnya itu hanya bisa menunduk menerima omelan dari Sang Bos sembari melirik ke arah tamu yang sudah menunggu sejak tadi."Ma–maaf, Nona, tapi ...?" Belum juga Kalimat itu selesai, Riska sudah lebih menyambarnya lagi. "Kau ingin di pecat, hahhh!" Gayanya sudah seperti bos besar saja. Padahal baru dua hari ini Riska memiliki kuasa penuh menggantikan sang papa yang kebetulan tengah berada di luar kota.Sang sekretaris meremas ujung pakaiannya sendiri. Sebenarnya ia sudah menjelaskan bahwa hari ini sang bos tidak ingin di ganggu. Tapi ternyata tamu itu tetap memaksa dan ber
"Kau yakin Alex harus melakukan itu?" Pertanyaan Arya sontak membuat Roy mengalihkan perhatian padanya. Lelaki berperawakan tinggi dengan alis tebal itu punya alasan sendiri kenapa ia sampai mengusulkan Alex untuk mengunjungi wanita bernama Riska. Selain harus meletakkan alat yang ia berikan, Alex juga harus mendekati wanita itu untuk sementara waktu."Entahlah. Aku juga belum sepenuhnya yakin jika perusahaan itu juga terlibat, tapi apa salahnya kita coba menyelidikinya juga."Arya hanya mengangguk mengiyakan saja ucapan Roy. Ia percaya jika lelaki itu pasti sudah memikirkannya lebih dulu. Apalagi apa yang ia lakukan sekarang bukanlah perkara kecil."Aku sih tak masalah. Tapi lihatlah wajahnya tadi ... hahaha!" Arya tergelak sendiri tatkala teringat wajah Alex saat akan keluar dari ruangan itu. Mungkin sebenarnya Alex ingin menolak, tapi karena Roy terus membujuk akhirnya ia mengiyakan saja saran dari kakak tirinya itu."Biarkan saja. Biar dia tahu seperti apa rasanya berpura-pura." R
"Jadi, kamu baru ketemuan sama wanita itu? Sama mantan pacarmu yang cantik dan seksi itu?" Airin sengaja memuji Riska di depan Alex, ingin tahu saja seperti apa respon yang akan lelaki itu berikan padanya. "Dia bukan mantan pacarku." Alex hanya menjawab singkat saja. Ia malas jika sampai harus membahas mengenai Riska dengan Airin, pasti akan berujung pertengkaran. "Kenapa? Bukankah dia cantik, seksi?" Wanita itu kembali mengulang kata-katanya lagi karena jawaban Alex belumlah cukup untuknya. "Ya, Riska memang cantik, dan dia juga ...." "Apa!!" Wanita di depan sana sudah melotot saja. Padahal tadi dirinya yang sudah memancingnya lebih dulu. "Kenapa kau aneh sekali? Bukankah aku hanya mengulang ucapanmu tadi?" Alex menyunggingkan senyuman. Lucu saja melihat wajah Airin yang terlihat kesal. "Dasar, suami tidak peka!" umpatan Airin sontak membuat Alex menatap ke arahnya. Lelaki itu berjalan maju, lantas berdiri tepat di hadapan wanita itu. "Kau bilang apa?
"Apa! Kenapa bisa!!" Rahang milik pria itu mengeras, dengan tatapan yang tajam ia mencengkeram kerah baju milik sang asisten yang masih berdiri tegak di depannya. Seno hanya mampu diam menunduk, mengunci rapat mulutnya sendiri tanpa bisa berkata apa-apa lagi saat melihat amarah dari tuannya."Maaf, Tuan. Sungguh, sebenarnya saya sudah berusaha untuk memenangkan proyek itu. Namun ternyata pihak dari Pratama masih lebih unggul di atas kita." Setelah sekian menit Seno terdiam, akhirnya ia mulai menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi."Dan mengenai kekacauan ini, saya juga tidak tahu pasti kenapa bisa sampai terjadi." Selanjutnya Seno kembali diam menunggu respon dari Dion lagi."Bukankah kau bilang waktu itu sudah menyusun semuanya dengan benar? Lantas, mana hasilnya? Kenapa semua pekerjaanmu tak ada satupun yang beres?" Dion membanting berkas tepat di depan wajah Seno. Deru napas miliknya juga memburu, meluapkan amarah pada pria yang ada di depannya."Ini apa! Kenapa bisa data perusaha
"Apa lagi ...!" Alex memasang wajah masam tatkala melayani permintaan Airin yang tiada henti. Sepertinya wanita itu sengaja ingin mengerjainya habis-habisan."Sebelah sini, terus sini." Menunjuk beberapa bagian tubuhnya sendiri untuk di pijat oleh suaminya. Airin menahan tawanya melihat wajah tersiksa Alex. "Kenapa pelan sekali?" Saat merasa pijatan terlalu lemah."Awwww ...! Kamu sengaja ingin mematahkan kakiku!" protes wanita itu saat pijatan Alex sedikit kencang."Huhfffttt ...." Alex hanya bisa menghela napas panjang. Rasa kantuk yang menderanya kian membuat kedua matanya sulit untuk terbuka. Tapi, entah kenapa Airin belum memberinya waktu istirahat sejak tadi."Apa!! Sekarang bilang ngantuk, tadi saja kamu mampu bermain berkali-kali." Wanita itu tak mau kalah. Enak saja sudah menggempurnya habis-habisan, sekarang mau tidur begitu saja."Kamu masih inget 'kan pesan Papa untuk menuruti semua permintaanku?" Mencari tempat perlindungan karena Alex tidak akan bisa menolak jika sudah m
[Kau harus secepatnya mengundurkan diri dari perusahaan itu.][Mengundurkan diri? Lalu, alasan apa yang harus saya pakai, Tuan?] Karena Nabil tidak mungkin meninggalkan perusahaan itu dengan alasan yang tidak jelas.[Kau bisa gunakan alasan ingin pulang kampung dan menetap di sana.] [Lantas, jika mereka menuntut saya bagaimana? Bukankah dalam kontrak sudah ada kesepakatan?] Nabil ketakutan sendiri membayangkan ganti rugi yang harus ia tanggung. [Itu terlalu besar untuk saya, Tuan.][Kau tenang saja, perusahaan mereka sudah kritis, jadi tidak mungkin akan bisa menuntutmu. jika pun mereka melakukannya, aku yang akan membayar ganti rugi itu.]Sekarang Nabil bisa bernapas lega karena Arya sepenuhnya mendukung. Nabila hanya tinggal berangkat ke kantor seperti biasa, lalu menyerahkan surat pengunduran diri segera.Dirga juga mewanti-wantinya untuk tidak bertindak apapun lagi. Pria itu sempat mengusap rambutnya lembut sebelum ia pamit setelah mengantarkannya sampai depan apartemen.Pagi-pag