“Jadi kau menolakku?” Ellard tidak bisa menerima penolakan Emily. Harga dirinya terluka. Yang benar saja, seorang wanita buta baru saja menolaknya. Jika ia mau, wanita mana pun bisa ia lamar detik ini juga, wanita cantik dengan penglihatan yang sempurna.
Edward mencoba menahan tawanya agar tidak lepas. Bisa-bisa ia kembali mendapat tendangan di betis.
“Ja-jadi kau yang ingin menikah denganku, Tuan?” tanya Emily tidak percaya. Ia mengira Edward lah yang sedang mempersuntingnya.
“Kau fikir siapa?” decisnya dengan wajah kesal. “Katakan pada wanita itu apa yang sudah kulakukan terhadapnya,” perintah Ellard kepada Edward.
Edward pun menjelaskan bahwa Ellard, tanpa menyebut nama pria itu sesuai perintah Ellard, sudah mengurus surat pembebasannya. Ya, Emily sekarang bukan seorang tahanan lagi. Statusnya berubah menjadi mantan narapidana. Tidak hanya sampai di situ, Edward atas perintah Ellard juga membeberkan kebai
Edward membunyikan klakson mobilnya berulang kali, namun setelah sepuluh menit berlalu, pagar yang menjulang tinggi itu tidak kunjung terbuka. Edward kembali membunyikan klakson untuk kesekian kalinya dibarengi dengan keluhan bahwa para pekerja sepertinya harus lebih didisiplinkan.Ya, mereka sudah sampai di rumah yang akan Ellard dan Emily tinggali. Rumah yang memang Ellard huni selama ini.Pintu gerbang terbuka, Edward menoleh ke belakang dengan cepat, terlihat bahwa Ellard dengan santainya mengarahkan sebuah remote kecil ke arah gerbang tersebut.“Para pekerja cuti massal,” Ellard menggidikkan bahunya. Tentu saja itu hanya alasannya saja. Ia memang sengaja untuk membuat sahabatnya kesal dengan memerintah para pekerjanya agar tidak membukakan pintu gerbang untuk mereka.“Kenapa tidak melakukannya sejak beberapa menit lalu?” hardik Edward dengan wajah kesal.“Aku lupa.”Pintu gerbang terbuka dengan sempur
“Ini panas sekali, sungguh,” adunya sembari terisak. Melihat air mata yang mulai membasahi wajah Emily, di situ Ellard merasa puas. Ia suka melihat ketidak berdayaan wanita itu. Ini lah yang ia harapkan, penyiksaan secara langsung serta menyaksikan dampaknya. Semakin wanita itu merintih kesakitan, mengiba memohon pertolongan semakin ia gencar dan semakin bahagia. Katakan lah ia gila, tapi bagi Ellard yang ia lakukan adalah hal yang sepadan dengan apa yang sudah dilakukan Emily karena sudah melenyapkan wanita terkasihnya, Naura.“Aku tidak akan membuat kulitmu sampai melepuh, aku hanya membantu untuk mensterilkan tubuhmu dari kuman-kuman yang menempel di tubuhmu,” dengan satu kali hentakan kuat, ia menarik Emily dari dalam bathup. Kulit putih Emily terlihat memerah, senada dengan manik matanya.Tubuh itu menggigil, bukan karena kedinginan namun karena merasa takut. Seperti yang dikatakan Edward, Devil ternyata bukan hanya ucapan asal belaka. Kini
“Tolong berhati-hatilah.” Ucapan Emily diabaikan oleh Ellard. Pria itu justru semakin menaikkan laju mobilnya. Ia mengemudi semakin menggila, bahkan umpatan dan klakson para pengendara lain ia abaikan begitu saja. Ia sangat menikmati kepanikan dan wajah pucat Emily. Tidak hanya pucat, kini dahi Emily dialiri keringat sebesar biji jagung.Ya, semenjak kecelakaan yang dialami Emily, wanita itu memiliki ketakutan tersendiri saat berada di dalam mobil, dan sepertinya Ellard menyadari hal itu sehingga semakin menjadi dalam mempermainkan Emily.“A-aku mm-mohon..” suara Emily bergetar ketakutan. Ellard tentu saja mendadak tuli, namun tersenyum penuh kemenangan dengan apa yang terlihat di wajah cantik Emily.“Ssu-suamiku..”Ciiiittt....Ellard menginjak rem secara mendadak membuat Emily terlonjak kaget dan tidak kuasa menahan tubuhnya hingga kepalanya terbentur ke depan.Bukan tanpa alasan Ellard menginjak rem mobil secara mendadak, ia terkejut mendengar
Emily dan Morin sudah sampai di depan toilet, bertepatan dengan ponsel Morin yang berdering.“Aku akan menunggumu di sini, masuklah.” Morin membuka pintu untuk Emily.“Terima kasih,” Emily mulai melangkah perlahan, meraba pintu sebagai pegangannya.Begitu Emily masuk ke dalam toilet, Morin menjauh dan menjawab panggilan yang ternyata dari ibunya. Morin menjauh dari pintu toilet karena suara musik dari luar terdengar sangat jelas sehingga ia tidak mendengar apa yang sedang dikatakan ibunya.Sepuluh menit berlalu, Emily pun sudah selesai dengan keperluannya di dalam toilet. Ia pun berpegangan pada dinding kamar mandi untuk berjalan ke arah pintu. Emily membuka pintu toilet yang ternyata tidak bisa dibuka.“Morin, apa kau masih di sana?” panggil Emily. “Morin?” Emily menaikkan nada suaranya dan tetap tidak ada sahutan dari luar membuat Emily mulai panik.“Seseorang, apa ada seseorang di luar sana.” Emily lagi dan lagi berteriak meminta bantuan hingga
“Sepertinya aku harus memecat si keparat itu,” maki Ellard seraya menerima uluran tangan Peter untuk membantunya naik ke atas. Mendengar ancaman Ellard, Peter hanya menanggapinya dengan tertawa. Ia tahu Ellard tidak akan pernah melepaskan seorang Edward dari sisinya. Ibarat kata jika Edward adalah wanita, Ellard tidak akan menunggu lama untuk menikahinya. Ya, Ellard sangat membutuhkan Edward dan Peter tahu itu.“Aku akan meminjamkan kamarku dan meminta seseorang mengantarkan pakaian baru untukmu,” Peter menuntun Ellard berjalan menuju kamarnya.“Kapan terakhir kali aku mengunjungi kamarmu.” Ellard mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan kamar. Ini pertama kalinya ia memasuki kamar Peter setelah pria itu membeli rumah yang pria itu tempati sekarang. “Terlihat berbeda dan sedikit feminim. Kau mempunyai kekasih?” Ellard melepaskan jas, dasi dan kemeja yang ia kenakan.Peter tergelak mendengar pernyataan Ellard. Pasalnya dulu ia memang hanya tinggal dis
Emily terbangun karena merasa tenggorokannya kering. Cacing-cacing manja di perutnya juga berdemo minta di kasih jatah. Wajar saja mengingat Emily memang melewatkan makan malamnya dan bukan hanya makan malam, makan siangnya juga terlewat begitu saja karena Ellard menyeretnya dari rumah sakit pas jam makan siang.Duduk dari pembaringannya, Emily meraba nakas yang ada di sampingnya. Tidak ada apa-apa selain sebuah jam weker. Emily meraba sisi tempat tidur di sebelahnya dan tentu saja kosong karena Ellard tertidur di bawah. Menyadari Ellard tidak tidur bersamanya, Emily segera berpindah tempat, berharap nakas yang berada di sisi lain tempat tidur terdapat air minum. Ternyata sama saja, hanya ada lampu hias.Emily hanya tidak mengetahui bahwa Ellard melarang pelayan untuk menyediakan air minum di dalam kamar guna menyulitkan Emily. Ellard juga tidak berniat sama sekali untuk tidur di atas ranjang yang sama. Ia tidak sudi.Tidak menemukan air, akhirnya Emily memilih unt
"Aa-aku Emily," Emily perlu menegaskan karena berulang kali pria itu mengigau memanggil nama Naura. Ia juga khawatir Ell tidak menyadari hal itu mengingat pria itu dalam pengaruh alkohol dan tentu saja ia juga takut Ell menyakitinya karena menuduh mendekatinya."Aku tahu. Diamlah!" Ell memeluk erat tubuh Emily.Mendengar penegasan Ellard, Emily bernapas lega. Tangannya terulur mengusap lembut kepala Ellard berharap usapannya mampu menenangkan pria itu. Ya, tubuh Ellard masih bergetar hebat akibat mimpi buruk yang cukup mengguncang mentalnya, napasnya juga masih memburu hebat.Merasakan sentuhan Emily di kepalanya, Ellard semakin mengeratkan pelukannya, membenamkan kepalanya di ceruk leher Emily bahkan menghirup dalam aroma tubuh Emily.Napas Ellard mulai tenang dan terkendali. Ia juga terkejut dengan reaksi tubuhnya sendiri, tidak menyangka ada hal lain yang mampu menenangkannya dari mimpi buruknya selain Naura bahkan dengan cara yang sangat berbeda
Ell menatap hasil karyanya di rambut indah Emily yang sudah tidak jelas bentuknya lagi. Melempar gunting sembarang tempat lalu melangkah pergi meninggalkan Emily.Mendengar pintu kamar sudah tertutup, Emily meluruh ke lantai, menggigit bibir bawahnya seraya mendongakkan kepala menahan agar air matanya tidak jatuh.Kini ia tahu apa alasan di balik sikap keras suaminya terhadapnya. Alasan kenapa mereka menikah, “Aku harus kuat, dia juga pasti menderita,” gumamnya.Pintu kembali terbuka, Emily menarik napas panjang untuk menetralisirkan jantungnya.“Kau baik-baik saja?” terdengar suara Rosalinda.Emily menganggukkan kepala, “Ya, aku baik-baik saja, Ros.” Emily berusaha berdiri dan Ros pun membantunya.“Bajumu perlu diganti. Tuan mengatakan kancingnya rusak.” Rosalinda melepaskan baju Emily dan menggantinya dengan yang baru.Keduanya pun turun ke bawah, Ros membawanya ke dapur dan menj