Share

Bab 2

Namaku Yuda Jatmika. Usia 26 tahun, sedangkan istriku, Nonik Aprilia, usia 25 tahun April mendatang.

Aku perhatikan uang yang ia lemparkan, ternyata asli uang bukan kaleng-kaleng uang palsu. Wajahku mulai memerah bercucuran keringat seraya ingin marah sekaligus bertanya-tanya, uang dari mana barusan?

Kami berdua sama-sama terdiam, hening seketika namun terbesit di otakku ini pikiran kotor tentang istriku. Mataku mulai mengedarkan pandangan ke seluruh tubuhnya, tapi tidak ada perubahan sedikit pun yang menohok.

Kemudian, aku bangkit dan beranjak ke lemari yang ia hampiri tadi ketika mengambil uang gepokan.

"Ngapain kamu, Mas? Mau cari apakah aku masih nyimpan uang lagi? Hah!" Nada bicara Nonik masih meninggi, bukan hanya itu, ia pun mendongakkan dagunya seraya ngajak ribut besar terhadapku.

"Aku hanya ingin cari bukti dari mana kamu dapatkan uang sebanyak itu?" tanyaku padanya yang masih berkacak pinggang di sebelahku.

"Kenapa tidak tanya saja? Kok malah ngegeratak lemari orang!" tekan Nonik terhadapku.

"Loh kok lemari orang? Kamu kan istriku, kok sebut ini lemari orang?" tanyaku keheranan.

"Bukankah kamu menganggap istri itu orang lain, salahkah jika aku bicara seperti itu?" tanya Nonik balik membuatku terkejut. "Awas, minggir!" sambungnya lagi sambil menggeser posisi aku berdiri.

Aku terdiam sejenak, meneliti lagi apa yang akan ia lakukan setelah ini. Meskipun aku belum tahu darimana ia mendapatkan uang, tapi setidaknya aku harus lebih mengontrol emosi, sebab istri yang aku sia-siakan ternyata memiliki banyak uang.

Keringat yang bercucuran aku usap, lalu duduk memperhatikan Nonik yang berada di depan lemari.

Tidak lama kemudian, ia mengeluarkan baju-bajunya, dan memasukkan ke dalam tas.

"Loh, kamu mau ke mana?" tanyaku heran. Sebab hampir semua baju yang ia bawa dari rumahnya dimasukkan ke dalam tas.

"Mau minggat, sudah setahun lebih ya aku bertahan, berharap kamu berubah, tapi mana? Tidak ada perubahan dalam diri kamu, malah menginjak-injak seperti sampah!" pungkas Nonik dengan penuh penekanan.

Aku menarik pergelangan tangannya. Lalu menyuruh Nonik untuk duduk.

"Kamu mau ngapain lagi narik-narik?" tanya Nonik sambil menepis tanganku.

"Aku tanya sekarang pada kamu, apa kamu jadi pela*ur untuk mendapatkan uang banyak? Hah!" sentakku. Ya, curiga tentunya melihat uang gepokan keluar dari lemarinya. Nonik tidak punya kemampuan apa-apa selain gairahnya yang hot di ranjang yang bisa menghasilkan uang.

Plak!

Aku ditampar olehnya. Baru kali ini Nonik membalas kemarahan dengan tamparan keras dari tangannya langsung.

"Apa-apaan ini? Kamu ditanya malah nampar! Gila kamu ya!" hardikku padanya.

Mata Nonik memerah, ia hanya menyorotiku penuh, sesekali hembusan napasnya terdengar kasar.

"Kamu bukan nanya tapi nuduh, Mas! Dengar ya, terserah kamu mau nuduh aku apa, yang jelas uang itu uang halal. Satu lagi yang harus kamu dengar, aku akan pergi dari sini!" timpal Nonik.

"Oh ya, mentang-mentang punya uang tiga puluh juta gitu, lalu mau pergi dengan lelaki lain? Wanita memang seperti itu ya, tidak bisa diajak susah, terus kalau sudah punya segalanya congkak, seakan-akan merendahkan marwah seorang suami," umpatku terhadap istri yang hanya kunafkahi empat ratus ribu itu.

Nonik menggelengkan kepalanya, lalu ia bangkit dan membawa tasnya. Sebelum itu, wanita kelahiran tahun 1997 itu mengambil uang yang tadi ia lemparkan ke wajahku.

Aku segera merampas uang tiga puluh juta yang dimasukkan ke dalam tasnya. Agar Nonik tidak bisa pergi dari sini.

"Uang ini sudah kamu berikan padaku tadi, lalu mau diambil lagi? Borok sikutan nanti loh," ledekku disertai alis terangkat.

"Nggak lucu, Mas. Mau becanda gitu? Kamu anggap pertengkaran ini sebagai lelucon? Sini! Itu uangku," sungut Nonik. Kemudian merampas kembali uang tersebut. Ia tidak mempedulikan ucapanku lagi, semua perkataan aku dibantah olehnya.

Nonik meraih ponselnya, lalu mengusap kasar handphone yang aku berikan setahun lalu saat ulang tahunnya.

Aku menatap wajah Nonik yang sibuk masuk ke aplikasi ojek online berwarna hijau. Sebaiknya aku redam egoku lebih dulu. Uang tiga puluh juta tidaklah sedikit, aku tidak perlu irit-irit saat jajan di tempat kerja jika punya istri yang pintar cari uang.

"Emm, baiklah, aku ngalah, Nik, maafin aku ya. Pasti kamu punya kerjaan online ya, makanya duitmu banyak, wah aku bangga sekali punya istri seperti kamu, Nik," rayuku padanya yang masih fokus pada benda pipih yang ia pegang.

Sesekali Nonik melirik, namun dengan mimik wajah yang dilipat.

"Maaf ya, Nonik. Aku nyesel sekali memperlakukan kamu dengan semena-mena," rayuku sekali lagi.

Kemudian ia mengecap sambil mengedarkan pandangannya ke arahku. "Aku maafin kamu dengan satu syarat," ucapnya tiba-tiba membuat senyumku semringah.

"ATM semua aku yang pegang, lalu jatah Mama kamu yang tadi ditransfer, tolong pinta lagi, ada hak aku di situ, apa kamu bersedia?" tanya Nonik sambil melipat kedua tangannya.

Aku tidak menjawabnya, hanya terdiam memikirkan jawaban yang harus kulontarkan. Antara mama atau istri yang berpenghasilan.

"Tapi kamu jawab dulu, uang dari mana tiga puluh juta itu?" cecarku.

"Aku jadi penulis novel, Mas. Itu gajiku selama enam bulan belakangan, sengaja aku simpan dan baru tanggal 5 kemarin aku ambil ke Bank, soalnya aku benar-benar sudah nggak tahan dengan kamu, Mas," tutur Nonik.

Kalau aku tolak tawarannya, itu artinya akan kehilangan sosok wanita yang berpenghasilan, tentu akan sulit mencari wanita seperti Nonik lagi.

Kemudian, aku ambil kertas untuk menuliskan pin ATM.

"Baiklah, aku akan pinta uang itu pada Mama lagi, dan ini ATM ku berikut pin-nya," ucapku sambil menyodorkan ATM dan pin ATM yang sudah kutulis di kertas.

"Ada satu lagi, Mas. Mulai saat ini, kamu aku jatah lima ratus ribu rupiah untuk masak, dan kamu yang harus masak selama sebulan, kalau sanggup dan cukup dengan uang segitu, kita lanjutkan berumah tangga, tapi kalau tidak, ya sudah, kita sudahi," celetuknya membuatku menelan ludah. Mulut ini terasa tak sanggup menyetujui permintaannya yang satu lagi. Aku harus atur uang lima ratus ribu rupiah selama sebulan, sama persis yang aku lakukan padanya, malah biasanya aku hanya berikan empat ratus ribu rupiah.

Apa aku bisa memenuhi syarat yang diberikan Nonik?

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status