Dari kejauhan, Elisa berdiri di sudut dinding, menatap mereka dengan menunjukan deretan gigi-giginya yang putih. Ia melihat wajah Leona mendadak sendu. Elisa tahu, ia pasti berpikir akan menjadi seorang ratu di rumah ini.
Assisten itu pergi meninggalkan pekerjaan untuk Leona, dan Leona dengan murah hati mengerjakan pekerjaan pembantunya itu. Elisa sangat geli melihat drama yang baru di mulai ini. "Kamu harus tahu posisi kamu di rumah ini, Leona." Tanpa sadar, Elisa menangkap pandangan ke arahnya. Buru-buru ia berjalan mendekati Leona. Wajah Elisa yang sebelumnya senang berubah sedih. Ia merampas gagang pel dari tangannya. "Leona! Apa yang kamu lakukan?!" Mencoba untuk iklhas. "Saya hanya membantu pekerjaan mereka, Nyonya. Sini, berikan pada saya, saya akan melanjutkan kembali!" Berupaya agar Leona tetap melihatnya sebagai wanita yang baik, dan memperhatikannya. "Tidak. Kamu disini adalah istri dari Tuan Lucas. Kamu tidak sepantasnya melakukan pekerjaan pembantu." "Jangan berkata demikian, Nyonya. Pekerjaan mereka, pekerjaan saya juga." 'Ya, bagus!! Kamu sudah pandai menempatkan diri Leona, tanpa aku ajari.' batin Elisa. Elisa tidak tahu harus berkata apa lagi untuk mencegahnya. Sampai Leona merebut alat pembersih lantai itu dari tangan Elisa "Maaf Nyonya, terimakasih atas perhatian Anda. Tapi saya senang kok melakukan pekerjaan ini. Lagi pula, saya tidak memiliki pekerjaan lain dirumah selain rebahan." "Baiklah, jika itu kemauanmu. Aku tidak bisa menghalangi. Tapi aku pinta, kamu jangan terlalu lelah ya! Leona tersenyum. "Baiklah Nyonya." 'Bagus! Teruslah memanggil Nyonya Elisa dan Tuan Lucas. Keberadaan mu disini hanya sebagai pembantu. Tidak lebih!' Dengan sengaja ia menjatuhkan diri ke lantai, seolah-olah kakinya terpeleset lantai yang licin. "Aduh!" "Nyonya!?" Leona gegas membuang saja alat itu ke lantai. Dan berusaha membantu Elisa bangun. Beberapa asisten yang mengetahui itu cepat membantu majikannya. "Apa yang terjadi Nyonya?!" "Tidak apa-apa, saya hanya terpeleset." "Maafkan saya, Nyonya. Semua ini karena kecerobohan saya." Beberapa asisten menatap Leona dengan wajah tidak senang. Jika tidak ada Elisa, mungkin mereka akan membalasnya. Mereka pun merasa sakit hati melihat madu Elisa tinggal satu rumah. "Sudahlah, Leona. Kamu jangan menyalakan diri mu sendiri. Saya saja yang tidak berhati-hati." Elisa menunjukkan kepada mereka, begitu perhatian dan baiknya majikannya itu terhadap madunya. Beberapa hari berlalu ... Leona tidak terlihat seperti seorang istri di rumah itu. Malam panjang; lebih sering ia lewati seorang diri. Oek ... Dari luar kamar yang terbuka, Elisa sempat mendengar suara Leona muntah-muntah dari dalam kamarnya. Ia menerka jika wanita itu sudah menunjukkan tanda-tanda kehamilannya. Senyum mengembang Elisa terukir jelas. Keinginan untuk segera menggendong bayi akan segera terwujudkan. Meski bukan bayi yang tidak di kandung dalam rahimnya sendiri. Setidaknya, perhatian orang tua Lucas akan lebih terhadapnya. "Elisa ... Bersiaplah menjadi seorang istri yang sempurna." Wanita itu segera masuk untuk memastikan keadaan Leona. Ia tidak ingin jika terjadi sesuatu terhadap kehamilannya. Jika wanita itu benar-benar hamil. "Leona? Apa yang terjadi? Kamu sakit?!" Ia bertanya penuh sandiwara. "Saya tidak tahu Nyonya, tiba-tiba saja saya sering mengalami mual begini. Padahal saya tidak sakit atau sekedar masuk angin." "Kamu beristirahatlah, saya akan menyuruh bibi membuatkan minuman hangat untukmu. Dan Dokter keluarga akan segera datang untuk memeriksa keadaan kamu." Tidak lama kemudian, pria mengenakan kemeja batik dengan menenteng tas masuk keruang kamar Leona. Dialah dokter keluarga—yang di sebutkan Elisa. Meski ia tidak tahu siapa Leona, ia tetap akan bekerja profesional untuk keluarga tersebut. Serangkaian pemeriksaan telah di lakukan, dan kini dokter memberikan satu kesimpulan yang membuat mereka tersenyum bahagia. "Bagaimana dokter?! Apa yang terjadi pada Leona, saudara saya?!" 'Cihh!! Saudara. Terpaksa aku memanggilmu saudara, tidak ada sebutan lain yang pantas untukmu di sini.' "Kabar bahagia untuk keluarga ini—" "Apa itu Dokter?? Jangan membuat kami penasaran?!" tanya Elisa menghentikan dokter bicara. "Selamat! Saudara Nyonya Elisa, hamil." "Alhamdulillah ..." Keduanya mengucapkan syukur. "Selamat ya Leona ..." ucap Elisa pada Leona yang duduk di tepi ranjang. Wajahnya sedikit pucat. Entah ia harus senang atau sedih. Karena dari dulu ia menginginkan jika hamil; terus berada di sisi suami yang menyayanginya. Tapi ini? Gulir air mata tiba-tiba membasahi pipi. Baik Elisa maupun dokter menatap Leona heran. "Kenapa Anda menangis, Nyonya? Seharusnya Anda bahagia." Dokter memberikan pendapat. "Saya menangis terharu, Dokter." Kabar kehamilan Leona hanya Lucas dan asisten rumah tangga saja yang tahu. Malam itu Lucas mendatangi kamar Leona. Tanpa ketuk pintu, pria itupun masuk saja tanpa perduli. Melempar sebuah kertas yang berisi banyak penjelasan disana. Netra Leona tidak lepas dari coretan tanda tangan yang terdapat di ujung kanan bawah kertas. Segera wanita itu mengambilnya. "Kertas apa ini, Tuan?" "Kamu tidak buta 'kan? Baca sendiri!!" "Silahkan duduk terlebih dahulu, Tuan." "Tidak perlu," jawabnya sinis. Ia tetap berdiri dengan melipat tangan di dada. Beberapa saat ia telah selesai membaca dengan cepat, hampir tenggorokannya tercekat. Ia tidak dapat menelan Saliva. "Kamu sudah membaca semua? Tanpa terlewatkan, Leona?!" Lucas memperhatikan Leona meletakkan kertas itu dengan lemas diatas ranjang, ia menatap penuh iba ke arah Lucas. "Apa ini, Tuan?! Tidak pernah ada perjanjian ini sebelumnya?!" ucap Leona dengan linangan airmata. Ia merasa ada jebakan untuknya. "Kamu tidak usah menunjukkan sedihmu, Leona!! Kamu hanya wanita munafik, selamanya aku tidak akan tertipu dengan wajahmu yang kau bisa pasang berbagai drama." "Apa maksud Anda? Saya tidak mengerti?" "Sudahlah!! Kamu harus bisa merelakan bayi itu pada Elisa!"Leona bergeming sejenak, menetralisir tekanan darahnya yang terasa meninggi. Merasa ada yang salah pada pendengarannya.Tidak. Telinganya masih berfungsi dengan baik. Lucas benar-benar mengucapkan kata-kata tersebut.Amarahnya seakan ingin meledak-ledak saat itu juga. Namun kali ini, ia harus menahan diri. Seorang wanita hamil harus menjaga baik-baik kandungannya. Karena apapun bisa terjadi. "Maaf Tuan, sepertinya disini saya adalah korban Anda. Bahkan saat saya menandatangani kertas itu, saya tidak mengetahui isinya.""Mau tidak mau, kau harus menyetujuinya. Kau lihat!!" Lucas menunjuk tanda tangan Leona jelas tergores di sana. "Tidak ada rekayasa. Kau dengan sadar telah menyetujuinya.""Anda adalah pria yang kejam, Tuan!!" umpatnya penuh keberanian."Aku tidak perduli dengan semua ucapanmu Leona. Aku hanya menginginkan bayimu, tidak dirimu!! Dan setelah bayi itu lahir, aku akan menceraikan-mu. Ingatlah itu!!" Pria itu berdiri dengan membusungkan dada. Menatap tajam Leona yang menun
Elisa melirik wajah Lucas yang terlihat akan menunjukkan taringnya. Tak sabar, setelah ini akan ada drama besar yang setiap hari menjadi tontonannya."Elisa!! Aku tidak mau melihat wanita menjijikkan ini merusak mood pagiku, suruh dia pergi!! Sampai kapanpun, tidak akan kubiarkan wanita ini berada dekat denganku!!" bentak Lucas dengan emosi yang meledak-ledak.Gegas Leona bangkit dari kursi, gemetar. Ia berjalan mundur menjauhi kursi besar keluarga mereka. Sembari menunduk ia mengatakan, "Maaf Nyonya Elisa, saya memang tidak pantas duduk di kursi ini. Saya hanya pantas duduk di dapur bersama asisten keluarga Anda.""Mas, apa yang kau katakan? Leona adalah istrimu juga. Kamu tidak sepantasnya memperlakukan dia seperti ini. Leona sedang hamil, kita harus menjaga emosinya—" Penjelasan Elisa di bantah Lucas."Sudah cukup!! Kamu lebih mementingkan wanita hina ini, daripada menurut pada ucapanku, Elisa!!" bentak Lucas. Brak!!Ia yang semula duduk, bangkit dan melempar kursinya ke belakang.
"Masuk!!"Terdengar suara familiar yang setiap hari membentaknya. Kriet ...Pintu terbuka. Manik mata Leona melihat pria berjas tak lain suaminya itu serius dengan pekerjaannya. Setelah Leona perlahan menutup pintu itu, ia mengatakan, "Permisi, Pak! Saya mengantarkan makanan untuk Anda."Mendengar suara wanita yang di bencinya itu terdengar, gegas ia menoleh dengan cepat, wajahnya tidak terlihat senang, dua sudut bibir turun, rasanya tensi darahnya mulai naik."Leona?! Ngapain kamu datang ke sini!!" Berdiri dengan membusungkan dada. Menatap wajah Leona penuh kebencian. Sedikit pun ia tidak berani mengangkat wajahnya menatap Lucas. Memilih menundukkan kepala. Jua menetralisir ketakutannya."M—maaf Tuan. Saya hanya mengantarkan ini." Menunjukkan rantang yang di tentengnya. Ia berjalan maju untuk menyerahkan."Nyonya Elisa yang menyuruh saya, Tuan——"Dengan cepat Lucas merampasnya dari tangan Leona. Tanpa di duga pria itu melemparkan ke dinding hingga menimbulkan suara kegaduhan keras.
Annete segera mengambil amplop tebal itu dan memindahkannya ke dalam tas selempangnya.Wajahnya terlihat berseri-seri, karena pekerjaannya telah di bayar mahal oleh wanita mandul itu."Hijab yang aku kenakan, adalah modal utamaku menarik hati suami dan mertuaku.""Kamu lebih buruk dari seorang wanita hina, Elisa!!" Annette melebarkan sudut bibirnya mendengar penjelasan Elisa."Stt!! Pelankan suara mu. Aku tidak ingin ada mata-mata yang akan melaporkan semua pada Mas Lucas. Bisa-bisa, aku dicoret dari daftar kartu keluarga Mas Lucas! Lebih parahnya lagi, aku tidak mendapatkan harta sepeserpun dari pria itu."Elisa memancungkan bibirnya manja, dengan menunduk memainkan ujung pasmina nya. "Haha. Itu lebih bagus lagi." Annete yang gemar meneguk minuman bersoda itu terus meminumnya sampai tetes terakhir."Lebih parahnya kamu. Tante tapi menjerumuskan!!" "Menjerumuskan bagaimana?? Hahaaa ..." gelak tawa antara keduanya membuat cafe yang semula hening itu menjadi gaduh."Stt!! Dasar!! Tema
"Turunkan wanita itu!!" titah Lucas. Wajahnya tampak tidak senang melihat Edo membawanya dalam posisi ini.Dada Leona terasa berdebar-debar. Sudah bisa dipastikan pria itu akan memuntahkan laharnya setelah ini."Kau!! Dasar wanita hina!! Status mu adalah istriku!! Bisa-bisanya kamu—" ucapannya terpotong, melihat Elisa menyeka."Jangan Edo!! Biarkan saja Leona dalam gendongan. Keadaannya tidak baik sekarang!!" Edo masih mempertahankan tubuh Leona dalam tumpuan kedua tangannya. Lagi Elisa melanjutkan. "Biarkan saja Edo membawanya ke kamar. Dia masih lemas. Kau harus lebih perhatikan janin dalam kandungannya. Meski kau tidak perduli terhadap Leona, Mas!!" bantah Elisa."Turunkan dia, atau ..." Manik mata Lucas sudah menunjukkan amarahnya. Edo tidak dapat membantah lagi. Pria yang bekerja menjadi ajudannya ini, dari beberapa bulan lalu tergolong masih muda. Namun Lucas lebih memilihnya, karena pekerjaan di nilai memuaskan olehnya.Edo menurunkan pelan-pelan tubuh Leona, hingga ia dapat
"Kosong?? Bagaimana bisa?!"Bagaimana caranya ia menghubungi Tuan Lucas. Sementara ia belum mendapatkan gawai baru. Mungkin ia harus menyempatkan diri ke toko cell.Pria dengan bentuk tubuh atletis itu gegas menuju tempat penjualan ponsel terdekat...Sementara disana berdiri wanita berhijab yang sudah ada sebelum Edo datang.Terlihat lembar uang di serahkan pada dua pria yang di mintai tolong olehnya. "Ini untukmu!! Dan jangan katakan informasi pada siapapun!! Yang terpenting pria tadi. Mengerti!!" perintahnya pada pria yang di suruhnya membohongi Edo.Pria itu mengangguk paham. "Baik, Nyonya."Sementara gepok uang tebal ia lempar dan ditangkap oleh anak buah Edo. "Saya suka jika kerjasama ini berlanjut," ucapnya sambil terkekeh.Ia menatap angkuh ke arah wanita yang tak lain adalah Elisa ini. "Asal kau tak mempermainkan ku, dan setia terhadapku, uangku akan terus membanjiri kantongmu," jawab Elisa. Sedikit - sedikit ia menutup sebagian wajahnya dengan ujung pasmina.Dua mata mengekor
"LEONA!!"Seluruh aliran darah Leona seakan terhenti. Entahlah apa yang membuatnya kembali melakukan kesalahan ini. Ekor matanya melihat keseluruhan meja. Berkas-berkas itu sudah basah berwarna hitam. 'Astaghfirullah ... apa yang sudah kulakukan ini.'Lucas mendorong tubuh Leona hingga terjatuh ke lantai. "Aduh!""Wanita bodoh!!" umpatnya dengan wajah merah padam. "Lihatlah!! Apa yang sudah kaulakukan?! Kau tahu, ini ada proposal yang aku susun tiga hari yang lalu!! Dan lihat sekarang!! Kau berhasil membuatku hancur!! Kemana otakmu, Leona!!? HAH!!?"Leona tidak mampu berkata apapun, tubuhnya masih sangat lemas. Ia segera berdiri dengan wajah menunduk. "Tuan, saya minta maaf. Saya tidak sengaja," ucapnya lemah.Lucas maju beberapa langkah ke depan. Membuat Leona berjalan mundur sampai berhenti di tembok. Tubuhnya gemetar. Merasa setelah ini suaminya ini akan melahapnya mentah-mentah.Leona berdiri di antara dua tangan Lucas yang memegang tembok. Dengus nafas kasarnya hangat menyapu wa
Lucas duduk saja di sebelah Leona. Memperhatikan meja dan lantai sudah bersih tanpa dia tahu kapan wanita itu membersihkannya.Lucas memperhatikan tangannya bekerja dengan cepat. Baru diketahui jika Leona handal dalam mengoperasikan laptopnya.Bahkan ia mengakui sendiri tidak bisa secepat itu dalam bekerja sama dengan papan ketiknya. Dua matanya hampir lupa berkedip menyaksikan pekerjaan istri tak dianggapnya itu.Baru juga menemui Edo sebentar keluar, ia sudah mengerjakan sebagian pekerjaan yang dirusaknya.'Siapa sebenarnya kamu, Leona?!' batin Lucas penasaran. "Apakah ayahmu sudah keluar dari penjara?" Pertanyaan itu membuat Leona terdiam, lalu memperhatikan wajah suaminya.Beberapa saat ia bergeming dan segera menjawab dengan menggeleng kepala, "Belum." Singkat dan padat.Kembali Leona melanjutkan pekerjaannya. Begitu pun Lucas. Keduanya saling kolaborasi berusaha secepatnya menyelesaikan berkas proyek yang sudah rusak tadi. Sebelum pagi tiba.Tidak banyak percakapan diantara mer