Share

Bab 5 Leona Hamil

Dari kejauhan, Elisa berdiri di sudut dinding, menatap mereka dengan menunjukan deretan gigi-giginya yang putih. Ia melihat wajah Leona mendadak sendu. Elisa tahu, ia pasti berpikir akan menjadi seorang ratu di rumah ini.

Assisten itu pergi meninggalkan pekerjaan untuk Leona, dan Leona dengan murah hati mengerjakan pekerjaan pembantunya itu. Elisa sangat geli melihat drama yang baru di mulai ini.

"Kamu harus tahu posisi kamu di rumah ini, Leona."

Tanpa sadar, Elisa menangkap pandangan ke arahnya. Buru-buru ia berjalan mendekati Leona.

Wajah Elisa yang sebelumnya senang berubah sedih. Ia merampas gagang pel dari tangannya. "Leona! Apa yang kamu lakukan?!"

Mencoba untuk iklhas. "Saya hanya membantu pekerjaan mereka, Nyonya. Sini, berikan pada saya, saya akan melanjutkan kembali!"

Berupaya agar Leona tetap melihatnya sebagai wanita yang baik, dan memperhatikannya. "Tidak. Kamu disini adalah istri dari Tuan Lucas. Kamu tidak sepantasnya melakukan pekerjaan pembantu."

"Jangan berkata demikian, Nyonya. Pekerjaan mereka, pekerjaan saya juga."

'Ya, bagus!! Kamu sudah pandai menempatkan diri Leona, tanpa aku ajari.' batin Elisa.

Elisa tidak tahu harus berkata apa lagi untuk mencegahnya. Sampai Leona merebut alat pembersih lantai itu dari tangan Elisa

"Maaf Nyonya, terimakasih atas perhatian Anda. Tapi saya senang kok melakukan pekerjaan ini. Lagi pula, saya tidak memiliki pekerjaan lain dirumah selain rebahan."

"Baiklah, jika itu kemauanmu. Aku tidak bisa menghalangi. Tapi aku pinta, kamu jangan terlalu lelah ya!

Leona tersenyum. "Baiklah Nyonya."

'Bagus! Teruslah memanggil Nyonya Elisa dan Tuan Lucas. Keberadaan mu disini hanya sebagai pembantu. Tidak lebih!'

Dengan sengaja ia menjatuhkan diri ke lantai, seolah-olah kakinya terpeleset lantai yang licin.

"Aduh!"

"Nyonya!?" Leona gegas membuang saja alat itu ke lantai. Dan berusaha membantu Elisa bangun.

Beberapa asisten yang mengetahui itu cepat membantu majikannya. "Apa yang terjadi Nyonya?!"

"Tidak apa-apa, saya hanya terpeleset."

"Maafkan saya, Nyonya. Semua ini karena kecerobohan saya." Beberapa asisten menatap Leona dengan wajah tidak senang. Jika tidak ada Elisa, mungkin mereka akan membalasnya. Mereka pun merasa sakit hati melihat madu Elisa tinggal satu rumah.

"Sudahlah, Leona. Kamu jangan menyalakan diri mu sendiri. Saya saja yang tidak berhati-hati." Elisa menunjukkan kepada mereka, begitu perhatian dan baiknya majikannya itu terhadap madunya.

Beberapa hari berlalu ... Leona tidak terlihat seperti seorang istri di rumah itu. Malam panjang; lebih sering ia lewati seorang diri.

Oek ...

Dari luar kamar yang terbuka, Elisa sempat mendengar suara Leona muntah-muntah dari dalam kamarnya.

Ia menerka jika wanita itu sudah menunjukkan tanda-tanda kehamilannya. Senyum mengembang Elisa terukir jelas. Keinginan untuk segera menggendong bayi akan segera terwujudkan. Meski bukan bayi yang tidak di kandung dalam rahimnya sendiri. Setidaknya, perhatian orang tua Lucas akan lebih terhadapnya.

"Elisa ... Bersiaplah menjadi seorang istri yang sempurna."

Wanita itu segera masuk untuk memastikan keadaan Leona. Ia tidak ingin jika terjadi sesuatu terhadap kehamilannya. Jika wanita itu benar-benar hamil.

"Leona? Apa yang terjadi? Kamu sakit?!" Ia bertanya penuh sandiwara.

"Saya tidak tahu Nyonya, tiba-tiba saja saya sering mengalami mual begini. Padahal saya tidak sakit atau sekedar masuk angin."

"Kamu beristirahatlah, saya akan menyuruh bibi membuatkan minuman hangat untukmu. Dan Dokter keluarga akan segera datang untuk memeriksa keadaan kamu."

Tidak lama kemudian, pria mengenakan kemeja batik dengan menenteng tas masuk keruang kamar Leona. Dialah dokter keluarga—yang di sebutkan Elisa. Meski ia tidak tahu siapa Leona, ia tetap akan bekerja profesional untuk keluarga tersebut.

Serangkaian pemeriksaan telah di lakukan, dan kini dokter memberikan satu kesimpulan yang membuat mereka tersenyum bahagia.

"Bagaimana dokter?! Apa yang terjadi pada Leona, saudara saya?!"

'Cihh!! Saudara. Terpaksa aku memanggilmu saudara, tidak ada sebutan lain yang pantas untukmu di sini.'

"Kabar bahagia untuk keluarga ini—"

"Apa itu Dokter?? Jangan membuat kami penasaran?!" tanya Elisa menghentikan dokter bicara.

"Selamat! Saudara Nyonya Elisa, hamil."

"Alhamdulillah ..." Keduanya mengucapkan syukur.

"Selamat ya Leona ..." ucap Elisa pada Leona yang duduk di tepi ranjang. Wajahnya sedikit pucat.

Entah ia harus senang atau sedih. Karena dari dulu ia menginginkan jika hamil; terus berada di sisi suami yang menyayanginya. Tapi ini? Gulir air mata tiba-tiba membasahi pipi.

Baik Elisa maupun dokter menatap Leona heran.

"Kenapa Anda menangis, Nyonya? Seharusnya Anda bahagia." Dokter memberikan pendapat.

"Saya menangis terharu, Dokter."

Kabar kehamilan Leona hanya Lucas dan asisten rumah tangga saja yang tahu.

Malam itu Lucas mendatangi kamar Leona. Tanpa ketuk pintu, pria itupun masuk saja tanpa perduli.

Melempar sebuah kertas yang berisi banyak penjelasan disana. Netra Leona tidak lepas dari coretan tanda tangan yang terdapat di ujung kanan bawah kertas.

Segera wanita itu mengambilnya. "Kertas apa ini, Tuan?"

"Kamu tidak buta 'kan? Baca sendiri!!"

"Silahkan duduk terlebih dahulu, Tuan."

"Tidak perlu," jawabnya sinis. Ia tetap berdiri dengan melipat tangan di dada.

Beberapa saat ia telah selesai membaca dengan cepat, hampir tenggorokannya tercekat. Ia tidak dapat menelan Saliva.

"Kamu sudah membaca semua? Tanpa terlewatkan, Leona?!" Lucas memperhatikan Leona meletakkan kertas itu dengan lemas diatas ranjang, ia menatap penuh iba ke arah Lucas.

"Apa ini, Tuan?! Tidak pernah ada perjanjian ini sebelumnya?!" ucap Leona dengan linangan airmata. Ia merasa ada jebakan untuknya.

"Kamu tidak usah menunjukkan sedihmu, Leona!! Kamu hanya wanita munafik, selamanya aku tidak akan tertipu dengan wajahmu yang kau bisa pasang berbagai drama."

"Apa maksud Anda? Saya tidak mengerti?"

"Sudahlah!! Kamu harus bisa merelakan bayi itu pada Elisa!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status