Coba aja HIde. Siapa tau :))
“Makan.”Ayu menoleh ke pintu dan melihat Hide masuk membawa meja kecil berisi sarapan.Ayu yang sejak tadi mengumpulkan nyawa, menatap Hide, beberapa detik, lalu rona wajahnya kembali. Suhu tubuh Ayu sudah turun, jadi tentu Ayu tersipu karena ingatannya akan ciuman itu. Ingatan Ayu berhenti persis beberapa saat setelahnya.“Kepalamu sakit?” tanya Hide, saat melihat Ayu memegang keningnya.“Iy… tidak… maksudku tidak.” Kepalanya sakit saat mencoba mengingat apa yang terjadi setelah ciuman itu, tapi Ayu tidak ingin mengeluhkannya. Ayu tidak ingin Hide bersikap baik kepadanya. Karena itu Ayu mengubah jawabannya setengah jalan.Usaha yang cukup bagus, tapi Hide tidak percaya sama sekali.“Apa… Bagaimana aku pulang kemarin?” tanya Ayu, menyela sebelum Hide bertanya lagi tentang kepalanya.“Kau pingsan, demam, aku memanggil dokter, dia memberimu itu.” Hide menunjuk obat yang ada di meja.KLANG!Sendok yang sudah diangkat oleh Ayu, terjatuh kembali ke mangkuk bubur saat Ayu memandang Hide den
Hide tidak bisa menjelaskan Sakura dengan jujur, tanpa menyebut Masaki. Keberadaan ayahnya termasuk hal yang disembunyikannya dari Ayu. Bukan hanya karena keterkaitan dengan Hayato, tapi juga karena Masaki tidak ingin bertemu dengan Ayu. Hide tidak ingin Ayu kecewa saat tahu Masaki tidak pernah ingin bertemu dengannya.“Aku bertunangan bukan karena ingin, tapi karena—katakanlah kewajiban,” kata Hide. Akan mencoba menjelaskan tanpa menyebut Masaki.“Ha? Alasan apa itu? Tidakkah…”“Aku memiliki kewajiban yang sama dengan Kaito Nakamura, karena itu aku mengambil Sakura sebagai tunangan. Bukan karena aku mencintainya, bukan juga karena aku memilihnya.” Hide menjelaskan dengan contoh dan Ayu dengan cepat mengerti.“Kau menikah karena ada yang menyuruh?” Ayu heran tentunya
“Dia tidak ingin bertemu denganmu.” Ryu menjawab sebelum Hide bertanya.“Apa kau yakin sudah membujuk?” Hide mendecak, sambil mengusap rambutnya. Ia sudah tahu akan sulit, tapi tetap jengkel saat mendengar laporan Ryu.“Tentu saja sudah! Aku sudah mempertaruhkan nyawaku untuk bicara tentangmu kepadanya. Aku tadi sudah hampir yakin tidak akan keluar dengan selamat,” sergah Ryu. Meyakinkan Hide ia sudah bekerja keras.“Nyawamu masih lima, tidak perlu takut padanya,” balas Hide.“Nyawaku lima hanya berlaku untukmu! Baginya nyawaku hanya satu, dan jika dia memutuskan untuk membunuhku, maka aku akan mati saat itu juga!” Ryu membalas lebih keras.“Dia tidak akan membunuhmu. Kau terlalu berlebihan!” Hide menggerutu. Ketakutan Ryu pada orang itu tidak masuk akal menurutnya.“Tidak bisa membunuhku bukan berarti dia tidak mencoba. Kau mudah saja bicara, kau tidak berhadapan
Tidak membantu. Hide sama sekali tidak berniat mempermudah keinginan Ayu untuk menjadi tetap waras. Atau itulah anggapan Ayu.Setelah seharian tadi Ayu merasa normal—bekerja, melakukan survey dan lain sebagainya---Ayu kembali merasa gila, saat pulang dan mendapati Hide yang bertelanjang dada, penuh keringat.Hide sedang berlatih memakai shinai, mengayunkan pedang bambu itu dengan tempo teratur, untuk membiasakan ototnya kembali bekerja.Dan sebenarnya Hide belum melakukan sesuatu yang berat, hanya saja rasa sakit membuatnya lebih banyak berkeringat. Karena itu Hide melepaskan bagian atas yukata yang dipakainya, hanya memakai hakama. Dan tidak mungkin Hide akan terlihat buruk saat berpenampilan seperti itu. Bahkan perbannya saja terlihat keren. Balutan luka membuatnya terkesan sangar.Ayu sampai langsung merasa berdosa saat melihatnya. Merasa telah melihat sesuatu yang seharusnya tidak dilihat olehnya.Ayu menyesal telah pulang lebih awal setelah melakukan survei, tapi memang tidak ada
Hide merasa terlalu meremehkan apa yang bisa dilakukan oleh Ayu yang sekarang. Hide lupa jika Ayu sudah lebih mengenal dunia, termasuk dunia mabuk dan sake.Tadi Ayu hanya mengatakan akan melakukan survei dan makan malam bersama Kyoko. Itu acara normal, dan siapa menyangka jika pada malam hari, dirinya akan mendapat panggilan yang sangat ngawur dari nomor Ayu.Hide menyesalkan keadaan yang membuatnya tidak bisa lagi menguntit dan memastikan keselamatan Ayu. Dia juga tidak bisa menyuruh sembarang orang untuk mengawasi Ayu, karena sudah jelas ada yang melaporkan pada ayahnya tentang Ayu dulu.Hide kini mempertimbangkan untuk menyuruh dua orang bodyguard yang paling dekat dengannya kemarin untuk mengawasi Ayu.Berharap mereka berdua masih bisa menahan mulut saat ayahnya bertanya. Anak buahnya banyak yang setia, hanya biasanya mereka akan mudah bicara saat ayahnya memaksa.Hide mengelus dadanya yang nyeri, sambil mengernyit. Menyetir mungkin duduk, tapi tangannya banyak bergerak. Hide bers
“Agh!” Hide mengeluh, sambil menyentuh dadanya, setelah menurunkan Ayu di ranjang.Menggendong Ayu untuk kedua kali, membuat lukanya semakin bertambah nyeri. Tidak seburuk beberapa hari lalu, tapi tetap sakit. Ayu sudah benar-benar nyenyak sekarang. Hide tidak bisa memaksanya berjalan masuk tadi.Hide membuka jaket dan kaos, untuk melihat apakah ada sesuatu yang terjadi. Tapi kembali bernapas lega saat melihat tidak ada noda apapun pada perbannya. Hanya nyeri seharusnya, tidak sampai luka yang kembali terbuka. Aman seperti kemarinHide lalu meraih botol obat, menelan satu pil yang ada di sana. Pil penghilang rasa sakit. Sudah beberapa hari Hide tidak meminumnya, tapi kali ini merasa perlu. Setelah menyimpannya, Hide kembali menatap Ayu yang sama sekali tidak menyisakan kesadaran dan pasrah.Hide berjongkok di sampi
Tanpa bisikan itupun, Ayu sudah bisa merasakan tubuhnya bereaksi dengan tidak pantas begitu mereka berdekatan.Ayu belum pernah menghirup aroma tubuh Hide. Ini adalah pertama kalinya. Aromanya adalah campuran antara teh, dan obat. Tapi Ayu menemukan satu aroma yang tidak bisa dijelaskan.Begitu menciumnya, Ayu seolah menemukan sesuatu yang hilang, dan sudah lama tidak tidak ada di dekatnya, dan kini kembali.“Aku akan melepaskanmu, tapi kau harus memanggilku dengan nama yang tepat.” Hide mengulang permintaannya, dan mengelus telinga Ayu, lalu tengkuknya.“Jangan… lepaskan…” Ayu memejamkan mata, karena tidak yakin akan lebih waras saat membuka matanya. Leher dan wajah Hide akan ada persis di depan wajahnya, dan itu kabar buruk untuk kewarasannya yang hanya tinggal secuil ujung kuku.
Kyoko menyebutkan butir kedua dengan keyakinan tinggi karena tahu hal itu adalah fakta.Setelah pertemuan singkat dengan Hide di lift itu, Kyoko masih mendapat tambahan banyak info dari Misa. Ia tidak tahu siapa Hide, tapi Misa memberi keterangan bagaimana Ryusuke Sato sering bertemu dengannya.“Kau tidak bertemu Sato-san hanya di Shingi Fusaya, tapi juga di luar. Untuk sekedar makan siang atau lainnya. Sato-san juga selalu menyambutmu dengan hormat setiap kau datang ke Shingi Fusaya.”Kyoko kembali menyebut info dari Misa. Kyoko sangat mempercayai berita dari Misa ini, karena dia adalah ketua dari fans club tidak resmi Ryosuke Sato. Bisa dikatakan dia penguntit, yang akan tahu kemana pergerakan Ryusuke setiap hari—meski bukan sekretarisnya. Mengikuti jaringan gosip di kantornya, ternyata berguna pada akhirnya.Dan ini jelas mengesankan Hide. Tidak menyangka Kyoko bisa mempunyai pengetahuan semacam itu. Tapi Hide tidak menanggapi, membiarkan Kyoko mengembara dengan pikirannya. Ingin m