Ayu menunggu dengan sabar. Ia sama sekali tidak bersuara saat dokter mendekat dan memeriksa keadaan Masaki. Ayu merasa sedikit berdosa saat tanpa sadar berharap dalam hati pria itu tidak akan bangun dalam waktu dekat. Ayu tidak sampai berharap Masaki akan tidur untuk selama-lamanya, tapi berharap ia akan tertidur sampai malam nanti. Paling tidak, ia jangan sampai menyadari ponselnya telah hilang.
Dokter yang memeriksanya membutuhkan waktu sedikit lama, tapi dari gerakannya dan minimnya pertanyaan yang timbul, membuat Ayu menyadari jika dokter itu kemungkinan besar adalah dokter yang memang sudah sering merawat Masaki. Seperti Hayashi untuknya.
“Saat ini sudah stabil. Saya harap jangan sampai ada serangan seperti ini lagi, Jantung Nidaime semakin lemah. Saya tidak bisa melakukan apapun jika beliau mendapat serangan lagi.” Dokter itu berp
Tapi gerakan tangan itu terhenti saat Masaki menemukan masker oksigen yang tergeletak di sampingnya.Melihat itu, Ayu menyimpan ponsel di kantong rok secepat mungkin, lalu mendekati Masaki. Membantunya memasang masker. Tentu sebisa mungkin akan mencari kesempatan untuk mengembalikan ponsel itu.Ayu kembali dilanda rasa bersalah saat melihat keadaan pria tua itu dari dekat. Ia bisa mendengar tarikan napas berat yang sulit. Keadaannya tidak baik-baik saja. Tapi tetap Ayu tidak bisa tulus bersimpati padanya.“Kau masih di sini?” Masaki bertanya dengan suara serak dan teredam oleh masker. Tapi Ayu masih bisa mendengarnya.“Ya. Shibata–san sedang ada urusan,” kata Ayu.“Pembohong.”“Apa?” Ayu tersinggung. Meski ia mendapat keuntungan lain dengan berada di s
“Kenapa tidak boleh? Itu ide yang bagus!”Kyoko langsung marah, karena Ryu malah melarangnya saat ia sudah menyetujui rencana itu.“Kyoko–chan, rencana itu berbahaya. Aku kemarin—”“Kalau berbahaya, kenapa kau mengatakannya padaku?!” Kyoko memotong.Ryu mendesah. Ia juga tidak ingin mengatakannya pada Kyoko sebenarnya, tapi ia tahu akan jadi masalah besar jika Hide sampai tahu, dan sudah jelas Kyoko juga tidak akan memaafkannya saat tahu dirinya menyimpan rencana yang sebenarnya bagus itu.“Mungkin kita bisa membuat rencana lain untuk—”“Tidak! Kau tahu itu rencana bagus.”Kyoko mengakuinya dengan tegas. Ia sebenarnya jengkel karena tidak memikirkan rencana seperti itu sejak awal, dan harus ‘dikalahkan’ ol
“Itu terdengar merdu sekali.” Ryu terdengar sangat riang. Tentu karena tujuannya tercapai.“Hmm…” Kyoko tak bisa berkata apa-apa lagi, jadi hanya bergumam sambil mengumpat dalam hati.“Apa kau langsung bekerja besok?” tanya Ryu.Meski tidak ada dalam skenario, tapi Kyoko bisa melihat akan dibawa kemana percakapan itu. Ia menjawab dengan lebih serius, karena mereka kembali pada jalur yang benar.“Ya, aku harus segera bekerja. Tidak mungkin bisa menghindar setelah cuti selama itu bukan?”Itu adalah pancingan, Ryu tentu mengerti.“Kau kembali bekerja lagi pada saat yang sangat tepat,” kata Ryu.“Apa maksudmu?” Kyoko bisa memperdengarkan suara tertarik dengan lebih baik,“Saat ini Sandaime sudah
Kyoko menatap semua orang yang mengepungnya, ingin melihat apakah ada orang yang dikenalinya, tapi tidak ada.Mereka semua asing, dan kini hampir bersamaan bergerak ke arahnya untuk meringkus.Tapi terdengar letupan, dan satu orang penyerangnya tiba-tiba saja luruh ke tanah, sementara matanya tetap terbuka.Dua orang temannya langsung mengalihkan perhatian dari Kyoko. Mencari apa yang menyebabkan teman mereka tumbang.Tapi belum sempat menemukan sumbernya, satu lagi menyusul jatuh. Kali ini jatuh menelungkup, dan Kyoko bisa melihat apa yang menyebabkannya tumbang. Bagian belakang kepala pria yang baru saja tumbang itu berdarah, dan kini mulai mengalir membasahi tanah. Luka besar menganganga di sana.Kyoko membelalak, lalu memalingkan kepala ke segala arah. Akhirnya lalu melihat Ryu berlari dengan pistol berperedam a
“Kau tunggu di sini saja di ruang lain. Jangan mengikutiku,” kata Ryu, kepada Kyoko yang sejak tadi berjalan di belakangnya.“Kenapa? Aku ingin mendengar pengakuannya?” Kyoko menunjuk Murakami yang terikat di sampingnya.Ryu bukan hanya mengikat tangannya tapi juga memplester mulutnya, karena Murakami terus memohon untuk tidak membawanya ke Hide. Tentu saja itu adalah permohonan yang hanya menghasilkan berisik. Ryu tidak akan mengabulkannya.“Jangan sekarang. Aku akan menceritakan apapun hal yang dikatakannya padamu nanti. Aku berjanji. Tapi kau tidak boleh mengikuti lebih dari ini,” pinta Ryu.Sambil menyentuh lengan Kyoko. Tidak sengaja, hanya kebiasaan karena ingin mencegah Kyoko maju lebih jauh.Ryu sudah akan meminta maaf, tapi Kyoko sama sekali tidak bergerak menepis. Ia han
“Saya tidak bohong!”Murakami kembali berseru sementara berusaha melepaskan tangan Hide dari lehernya, karena tercekik. Sebentar lagi mungkin ia akan mati oleh tangan kosong Hide, bukan katananya.“Nidaime yang menyuruh saya! Nidaime yang … pekerjaan itu milik Nidaime … semuanya penyelundupan itu!”Setelah Hide melonggarkan cengkramannya, Murakami mulai bicara. Semakin panjang kata yang diucapkannya, Hide semakin merasa ia mengigau.“Apa maksudmu ayahku yang menyuruhmu untuk menyelundupkan barang-barang itu? Kuryugumi tidak memiliki bisnis ilegal!” desis Hide,Hal ilegal yang dilakukan Kuryugumi—dan ichizoku lain adalah menyuap dan menguasai politik dengan uang, tapi semua bisnis mereka adalah putih. Semua perusahaan yang ada di bawah Kuryugumi mempunyai badan
“Apa yang kau lihat darinya? Kenapa kau ingin bersama Hide?”Masaki menanyakan hal menyebalkan lagi, padahal Ayu baru saja ingin berbuat baik padanya. Ia membawa Masaki berjalan-jalan. Mendorong kursi rodanya menyusuri taman rumah besar itu.Idenya sendiri, bukan dari Shibata. Karena kasihan saat melihatnya duduk menatap kejauhan di teras samping. Shibata tidak menemani karena ia pergi mengantar dokter yang telah menginap beberapa hari untuk merawatnya. Keadaan Masaki hari ini sudah lebih baik, maka dokter itu akhirnya pulang.Untuk ukuran musim gugur, hari ini sangat hangat. Idenya berjalan-jalan sebenarnya bagus. Ayu tentu saja berharap kegiatan hangat itu, akan membuat hati Masaki hangat juga. Sayangnya pria tua di atas kursi roda itu memang tidak pernah memilih opsi perdamaian saat sedang bersamanya. Ayu berharap ia akan
“Mungkin dia hanya iseng,” kata Yui, sambil menyisir rambutnya yang panjang,Ia tengah mengomentari cerita Ryu yang menjabarkan kisah dari Murakami. Tidak jauh berbeda dari Hide maupun Ryu, Yui tentu saja terkejut. Ia masih membahas, meski sudah beberapa jam berselang sejak Ryu menceritakannya.“Itu pendapat paling bodoh yang pernah aku dengar. Aku tidak tahu kau berbakat untuk menjadi bodoh,” sahut Hide.Yui mendecak lalu meraih katana yang ada di dashboard mobil, tapi Ryu yang ada di kursi kemudi langsung menyambar katana itu, dan meletakkannya kembali.“Tolong kalian jangan bertengkar. Aku sedang menyetir. Kita semua akan mati jika kalian terus bertengkar dalam mobil,” kata Ryu. Memohon dengan amat sangat agar mereka berdamai. Ia hanya ingin sampai di tujuan dengan damai.&ldqu