"Kamu tak akan bisa mempertahankan dia yang tak ingin dipertahankan."Layla Mumtazah***Pemuda berbaju koko dan sarung coklat muda bercorak batik putih itu menarik perhatian Arum. Gadis itu jatuh cinta saat pertama kali tak sengaja bertemu dengannya di aula pesantren.Tatapan mata Arum tak pernah lepas dari pemuda itu. Ia hanya bisa tersenyum sendiri saat memperhatikannya, cinta dalam diam itu pun tanpa ia sadari tumbu semakin besar setiap harinya."Dari siapa?" tanya Arum.Fatimah menggeleng. "Dia gak sebut nama, tapi aku tahu orangnya," jawab Fatimah.Keduanya lalu duduk di tepi tempat tidur. Fatimah mulai merapikan baju-bajunya di lemari karena hari ini ia akan pulang.Arum mulai membuka surat pernyataan cinta, cinta dari seorang pemuda yang tak ia kenal, tetapi isi surat itu mampu meluluhkan hatinya."Apa isinya?" tanya Fatimah penasaran setelah selesai dengan barang-barangnya.Arum hanya diam, ia sibuk membolak-balik kertas itu, tetapi tak ada nama sang pengirim. Tentu saja hal
"Aku berharap ini adalah rasa sakit untuk terakhir kalinya."***"Atasi mereka!" Abizar segera menaiki anak tangga ke lantai dua setelah mengatakan itu pada anak buahnya.Laki-laki berdada bidang itu tak main-main dengan ucapannya saat ini. Baginya Alesha adalah sang istri yang harus ia jaga, apalagi dari seorang Excel yang bisa melakukan apa saja.Braaak!Pintu ruang kerja itu terbuka dengan sekali tendang karena memang tak terkunci, sementara anak buah Excel yang telah babak belur itu jatuh pingsan setelah menunjukkan ruang kerja sang bos.Excel yang terkejut menatap ke arah pintu yang telah terbuka, melihat Abizar berdiri dengan gagahnya di ambang pintu sambil membawa kotak dan buket bunga. Laki-laki berhidung mancung itu kemudian melangkah mendekati meja kerja Excel.Mata Abizar seperti elang yang siap menerkam sang mangsa, laki-laki itu lalu meletakkan kotak dan buket bunga di atas meja."Apa ini?" Excel bingung, atau tepatnya pura-pura lugu."Aku rasa kamu tahu apa ini!" Dengkus
"Takdirmu adalah dia, sementara takdirku adalah luka."Layla Mumtazah***"Aku mencintaimu," ucap Abizar lembut di telinga Alesha.Alesha tersenyum dengan begitu manis mendengar hal itu. "Aku juga mencintaimu," jawabnya lalu membenamkan wajah di dada Abizar.Kedua insan itu kini terbaring letih setelah selesai dengan aktivitas yang baru saja mereka lakukan bersama. Abizar mengecup pucuk kepala sang istri sebelum akhirnya mereka terlelap tidur.***Sinar mentari masuk ke celah-celah ventilasi udara, membuat perempuan berkulit putih itu segera meraih bantal di sampingnya untuk menutupi wajah sementara jam dinding di kamar besar itu terus berjalan, tetapi si pemilik belum juga ingin beranjak dari tempat tidur, hingga suara dering telepon membuatnya terpaksa bangun."Hallo," ucapnya malas setelah meletakkan ponsel di telinga."Ayo, kita bertemu pagi ini."Mendengar suara itu membuat perempuan berambut panjang itu segera membuka mata, ia bahkan langsung duduk di atas tempat tidur seketika.
"Kuakui aku tak rela melihatmu dekat dengan siapa pun walau aku telah merelakanmu."Layla Mumtazah***"Bi ... tolong ambilkan handuk," pinta Abizar.Alesha yang tengah merapikan tempat tidur, segera meraih handuk dari dalam lemari lalu mengetuk pintu kamar mandi.Abizar segera membuka pintu memberikan celah sedikit hanya untuk mengulurkan tangannya ke luar. Alesha yang melihat hal itu hanya tersenyum sembari menggeleng."Lain kali, bawa handuk jika mau mandi," ucap Alesha mengingatkan.Abizar diam tak menjawab karena saat ini ia bukannya menarik handuk dari tangan sang istri, tetapi justru menarik pergelangan tangan Alesha. Membuat perempuan cantik berhidung mancung itu terkejut seketika. Kini tubuh keduanya saling menempel begitu saja tanpa bisa terhindari."Apa kamu tak ingin menggosokkan punggung suamimu ini?" tanya Abizar lirih di telinga Alesha."Bukankah alat mandi itu bisa sampai ke punggung," jawab Alesha sambil menunjuk ke peralatan mandi di kotak.Abizar menggeleng. "Tak ad
"Atas dasar apa kamu bertahta di pikiranku hingga aku kehilangan kendali akan rindu yang menguasai hati?"Abizar.***"Sha," panggil ibu Abizar pada sang menantu.Alesha yang tengah menyiram tanaman segera mendekat ke arah sang mertua yang tengah berdiri di teras."Iya, Ummi," ucapnya sambil melangkah untuk mendekat.Ummi tersenyum dan meminta istri Abizar itu untuk ikut dengannya. Alesha mengangguk dan mengikuti langkah sang mertua. Tiba di ruang tengah, ummi meraih kotak bewarna merah muda dengan pita putih lalu menyodorkan ke arah Alesha yang menatap bingung."Apa ini, Ummi?" tanyanya sambil menerima kotak cantik itu."Ummi gak tahu," jawab wanita paruh baya itu sembari tersenyum. "Abizar mengirimkan ini untukmu, ia ingin malam ini setelah shalat Isya kamu menemuinya di Restoran RR," jelas sang mertua.Alesha tersenyum mendengar ucapan sang mertua, pasalnya ia ingat benar bahwa sang suami akan mengajaknya untuk makan malam di luar."Terimakasih banyak, Ummi," ucap Alesha dengan tul
"Bagaimana bisa aku menghentikan rasa ini, jika kamu terus menguasai isi kepala dan hatiku?"***"Aku ingin menikah lagi?""Apa?" Semua orang di meja makan memandang ke arah Abizar seketika."What?" Zahrah bahkan, melotot menatap sang kakak."Apa ada yang salah?" Abizar tersenyum sinis saat melihat ke arah Alesha yang duduk di sampingnya."Gak ada yang salah, tapi kakak udah kehilangan kewarasan," komentar Zahrah.Alesha menatap Abizar, ia merasa sikap suaminya aneh sejak tadi malam. Akan tetapi, tiba-tiba ingin menikah lagi, apa-apaan itu."Emang gak ada yang salah, dalam agama pun diperbolehkan," lanjut Abizar.Namun, kali ini Abizar harus menerima rasa sakit di kepala saat sang ibu yang tengah berdiri di belakangnya meraih sendok di meja untuk menggetok keras kepala putranya itu.Abizar segera menoleh ke belakang dan mendapati ummi tengah melotot menatapnya, sementara Alesha yang duduk di sampingnya mengusap lembut pucuk kepala sang suami."Bagiamana bisa kamu ingin melakukan polig
"Kamu adalah hujan di tanah gersang."Layla Mumtazah***Abizar yang melihat tubuh Alesha ambruk begitu saja seketika membuatnya panik, ia segera mengangkat kepala sang istri dan meletakan di atas paha."Bi ... sadarlah, ada apa denganmu?" ucap Abizar sembari menepuk-nepuk pipi Alesha perlahan."Bi, jangan bercanda," lanjut Abizar lagi, tetapi tak ada respon dari Alesha.Dengan seketika amarah aki-laki berdada bidang itu menghilang, ia lalu mengangkat tubuh mungil Alesha dan membawanya keluar dari kamar."Ada apa, Izar?" tanya ummi saat berpapasan dengan putranya yang sedang membopong tubuh Alesha.Abizar menggeleng. "Gak tahu, Ummi. Alesha tiba-tiba saja pingsan," ucapnya sambil terus berjalan keluar dari rumah.Ummi segera memanggil Arum, mengatakan pada menantu pertamanya itu untuk tetap di rumah karena ia akan ikut dengan Abizar saat ini.Arum hanya mengangguk, walau dalam hati kecilnya, ia merasa kesal melihat wajah Abizar yang begitu khawatir pada Alesha saat ini.Ummi segera me
"Bagaimana jika aku tak baik-baik saja, bagaimana jika aku begitu merindukanmu?"Layla Mumtazah***"Bukankah Allah tidak memberikan ujian di luar kemampuan hambanya," ucap Abi pagi ini saat berbicara dengan putranya itu. Abizar."Tapi aku merasa ini begitu menyesakkan, bagaimana aku bisa hidup dengan wanita yang membunuh istri dan anakku?""Lantas menurutmu, apakah Alesha bisa menjalani hidupnya saat ini setelah ingatannya kembali? Apakah menurutmu dia mampu memaafkan dirinya sendiri?"Mendengar ucapan dari sang ayah membuat Abizar terdiam. Laki-laki yang tengah duduk di lantai ruangan yang memang dipergunakan untuk shalat dan mengaji di rumah itu pun berusaha untuk menerima ketetapan takdir.Bukankah saat dulu mondok Abizar sudah mengetahui jika ada takdir yang memang bisa dan tak bisa dirubah, tetapi mengapa sekarang ia begitu sulit menerima takdir kematian sang istri. Bukankah semua itu adalah ketetapan Allah."Zar, Ummi cuma minta ikhlaskan, maafkan Alesha. Ummi percaya dia bukan