Clay berpikir tidak ada salahnya untuk berterus terang ia pun menganggukkan kepalanya. "Yah kau benar, aku rasa mamaku tidak akan mengizinkan kita pergi. Aku baru saja sembuh dari ketergantungan obat-obatan terlarang. Tidak mudah bagiku untuk bepergian seorang diri, maafkan aku," ucap Clay seraya berpamitan kepada Evelyn. “Sayang sekali,” gumam Evelyn lalu menyeruput kopi dari gelasnya. Clay lalu beranjak pergi meninggalkan Evelyn begitu saja. Ia melihat di ponselnya jika sudah ada pesan dari Ando yang telah menunggunya di parkiran mobil. Apa yang dilakukan oleh Clay ini tidak lantas membuat Evelyn tersinggung. Ia justru semakin tertantang untuk memiliki Clay. "Tuan, silakan masuk," ucap Ando seraya membuka pintu mobil mewah mereka. Clay masuk sambil menyandarkan kepalanya di pintu mobil. Ternyata menjadi orang baik itu selalu ada saja tantangannya. Clay memiliki firasat jika Evelyn tidak
Suara bel rumah berbunyi dan interkom pun menyala. "Ada perlu apa dan ingin bertemu dengan siapa?" tanya seorang wanita yang suaranya tidak asing. "Keluarlah, dari rumahmu. Aku sudah berada di depan," ucap Clay sambil menyesap rokok di tangannya. Evelyn yang sudah menebak kalau Clay pasti akan menemukannya, langsung saja menyeringai miring tanpa menjawab Clay. Sebagai jawabannya, Ev segera saja menekan tombol otomatis untuk membuka pintu pagarnya. Melihat pintu pagar itu sudah terbuka Clay pun segera menginjak pedal gas dan masuk ke dalam pekarangan mention mewah milik Evelyn. Tak lupa Evelyn segera turun dari lantai dua dan membuka pintu utama mention tersebut. Ia menyambut Clay dengan wajah yang berbinar sambil menahan tawa. “Welcome to my home,” kekeh Evelyn Tanpa membuang waktu, ketika melihat Evelyn yang berdiri menggunakan mini dress berwarna hitam. Clay seketika gelap mata, Ia turun dari mobilnya dan memb
Para wanita itu berjejer berdiri di hadapan Clay dengan menggunakan pakaian yang sangat minim. Melihat hal tersebut Clay pun menyeringai dan merasa sangat berkuasa atas kedua belas wanita dihadaannya. “Buka seluruh pakaian kalian!” pemerintah Clay. Mereka pun segera membuka sisa pakaian hanya menutupi dua buah dada dan juga cawet yang menutupi bagian sensitif mereka. “Sekarang, lakukan segala perintahku!” ucap Clay tegas. “Baik Tuan,” ucap ke dua belas wanita tersebut secara bersamaan. “Kalian berdua segera bercumbu lah satu sama lain. Aku ingin melihatnya,” titah Clay yang tidak biasa kepada para wanita tersebut. “A-apa, maksudnya Tuan?” pekik ke dua belas wanita tersebut dengan terbelalak kaget. Para wanita tersebut sering diperintahkan untuk melayani lelaki dengan cara yang berbeda. Namun, untuk bercumbu dengan sesama jenis, sungguh, mereka sama-sama tidak pernah melakukannya. Tatapan Clay
“Fel, tenanglah. Kau boleh membenciku lagi tapi setelah anak kita keluar yah. Saat ini, aku hanya minta kau untuk tenang Fel,” bisik Kevin dengan lirih sambil menatap nanar Felisha. Hati Felisha terasa ngilu mendengar ucapan Kevin, ingin rasanya ia menangis sedih dan memeluk seseorang. Tapi, tidak mungkin ia mau memeluk Kevin, yang ia inginkan adalah Clay. Selamanya, bagi Felisha cintanya hanya untuk Clay seorang. “Jika saja, anak yang akan aku lahirkan ini adalah buah cintaku dengan Clay, keadaanku tidak akan seperti ini.” Felisha memberontak dalam hati. Mereka lantas segera bergegas menuju ke rumah sakit internasional yang jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi penthouse tempat tinggalnya. Sesampainya di sana, tanpa Kevin sadari Felisha sudah terkulai lemas di dalam mobil. Ketika ia membuka pintu mobilnya dan hendak menggendong Felisha, betapa terkejutnya ia ketika melihat aliran darah berceceran memenuhi jok kursi mobil milikny
“Aku tidak memiliki banyak waktu, Kevin. Kau, harus segera memutuskan, siapa yang harus kau selamatkan. Felisha atau anakmu?” desak Dokter Anggi membuat pikirannya Kevin kalut. Namun waktu terus berjalan, jika ia tidak segera memutuskannya maka bayi di dalam kandungannya bisa keracunan dan jika hal tersebut terjadi, Felisha juga bisa mengalami serangan jantung. “Kevin, maaf, aku tidak punya waktu lagi untuk menunggu lebih lama. Tolong cepat putuskan saat ini juga,” desak Anggi sekali lagi dan itu membuat Kevin muak. “Okay! Okay! Selamatkan Felisha! Utamakan keselamatan Felisha!” teriak Kevin dengan berderai air mata. Bisa saja kejadian ini adalah karma yang harus dibayar oleh Kevin karena sudah memaksa Felisha untuk mengandung anak yang tidak pernah diinginkan oleh Felisha. Hingga membuat segala penantian selama ini bisa saja menjadi penantian yang paling menyakitkan dalam kehidupan Kevin. “Baiklah! Kalau begitu lanjutkan
Dokter Anggi lantas menghela nafas, dia tidak bisa mengatakan jika saat ini anak di dalam kandungan itu sangat lemah. Karena sebelum Felisha sadar, dokter Anggi sudah memeriksa denyut jantung bayi dan denyut jantung yang terdengar saat sudah sangat lemah. Bahkan hampir tidak terbaca oleh alat fetal Doppler dari IFD. “Kumohon Dokter, aku ingin mendengarnya sekarang, aku sangat khawatir,” desak Felisha. “Anakmu saat ini menunggu untuk segera dilahirkan Fel. Jangan lagi menunda yah, demi keselamatan kalian bersama. Aku akan mengantarmu masuk ke dalam ruang operasi.” Dokter Anggi tidak lagi mau memperpanjang kalimatnya. Ia takut jika keceplosan dan semakin membuat Felisha khawatir. Setelah kantung darah tersebut habis, proses operasi pun segera dimulai. Datanglah Kevin yang memilih untuk menunggu di dalam ruangan tetapi ia berdiri tepat di atas bagian kepala tempat tidur operasi tersebut. Tujuan Kevin hanya satu, agar Felisha dapat mel
“Tuan, tolong duduk dan buka pakaian anda. Kami butuh hangatnya tubuh orang tua bayi, ini juga salah satu metode yang biasa kami gunakan,” terang bidan itu. Tanpa pikir panjang Kevin segera membuka kemejanya dan memeluk anaknya. Kulit mereka bersentuhan satu sama lain, bidan lantas meletakkan kepala bayi mungil itu tepat di dadanya Kevin. "Semoga dengan mendengarkan jantung ayahnya, bayi anda bisa menangis," ucap bidan Karsih penuh dengan harapan. Beberapa kali Kevin mengusap punggung bayinya agar terasa hangat dan sesuai dengan instruksi sang bidan, ia juga memukul bokong sang bayi beberapa kali. Tetapi sayang, bayinya sama sekali tetap tidak menangis. Bahkan ia tidak bergerak dan tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, warna kulitnya yang merah sudah mulai pucat. Kevin semakin panik, setelah menunggu beberapa saat dan tidak ada perubahan sama sekali, akhirnya dokter Anggi beserta para bidan yang ada di sana pun angkat
“Siapa tahu dengan seperti ini, justru kamu membuka harapan baru dan kesempatan untuk memperbaiki rumah tangga mu.”Kevin yang awalnya enggan karena takut Felisha, menolak kehadiran bayinya akhirnya terdiam dan bungkam. Anggi yakin walaupun Kevin tidak mengeluarkan sepatah kata apapun, tapi Kevin pasti mempertimbangkan semua saran dan nasehatnya.“Kumohon Kevin, percayalah. Seburuk-buruknya seorang ibu, jika dia merawat anaknya sendiri dan menyusui, aku yakin naluri keibuan itu pun akan muncul dengan sendirinya. Dan, aku yakin setelah melihat bagaimana Felisha panik dan histeris tadi, tidak mungkin ia menolak kehadiran buah hati kalian.”Kevin pun menatap Anggi dengan nanar sambil mendesah dan menghela nafas dalam, akhirnya Kevin memutuskan untuk mengikuti saran Anggi.“Baiklah, jika memang itu yang terbaik untuk kami.” Anggi tersenyum dan mengangguk sambil menepuk bahu Kevin.“Kalau begitu ap