Gaster Technology menjadi salah satu perusahaan yang bergerak di layanan penyedia perangkat lunak untuk berbagai macam kebutuhan teknologi di luaran sana. Menjual produknya dalam bentuk aplikasi-aplikasi canggih yang dibutuhkan jaringan besar untuk mendukung sektor perkantoran, sektor industry, sosial media juga beberapa video games. Selain itu juga menjual jasa berupa tenaga profesional untuk melakukan pemeliharaan perangkat keras dan lunak jaringan skala besar lengkap dengan sistem keamanan tercanggih untuk menghindari masuknya penyusup yang hobinya meretas demi mendapatkan data penting perusahaan untuk kepentingan tertentu. Shine yakin, dia bisa betah dan belajar banyak selama bekerja. Di hari pertama saja meskipun dia harus lembur dan sekarang waktu sudah menunjukkan hampir lewat jam sembilan malam tapi dia tidak merasa tertekan. "Aku lembur tapi berasa kayak di rumah sendiri, Sha. Di sini suasananya santai banget tapi kalau sudah melihat mereka bekerja, kamu akan takjub. Meman
PRAAAANKKK!!! Shine berhenti melangkah saat mendengar suara benda pecah dari arah belakang membuatnya langsung berbalik. Suara itu berasal dari ruangan CEO yang pintunya terbuka sedikit. Shine penasaran karena itu dia nekat mendekat dan mengintip tapi gelap. Shine menggidikan bahunya dan berbalik. BRUUKK!!! Shine kembali balik badan dan dengan mantap memegang pegangan pintu lalu membukanya perlahan. Ruangannya luas tapi gelap. Shine mengedarkan pandangan mencari sumber suara tapi yang ada hanya keheningan. "Siapa di sana?" Ucapnya seraya melangkah pelan. "Apa ada orang?" Shine berdiri di tengah ruangan, tidak melihat siapapun sampai merasakan ada tangan yang memegang bahunya. Shine tersentak kaget, reflek memegang tangan itu dan membanting siapapun orang itu ke depan. BUKK!! "Arrghh. Shit!!!!" Terdengar suara lelaki yang tubuhnya langsung tergeletak dengan punggung yang menghantam kerasnya lantai marmer dengan erangan tertahan. Shine merunduk untuk membuka hoodienya tapi or
"Arsen." Arsen mengalihkan tatapannya dari ramainya jalanan di luar cafe ke lelaki yang berjalan mendekati mejanya."Hai bro."Mereka berpelukan singkat dan sama-sama duduk di kursi, saling berhadapan."Maaf ya, aku memintamu datang di jam-jam kerja. Aku harap kamu sedang tidak sibuk.""Santai saja. Sekalian kita bisa makan siang bersama sebelum kamu kembali ke Inggris."Arsen mengangguk, memanggil pelayan untuk mencatat pesanan mereka lalu pergi. Arsen mengambil rokoknya dan menghisapnya sebelum berbicara. ""Gam, aku boleh minta bantuanmu lagi nggak?""Bantuan seperti apa? Kalau memang aku bisa bantu maka aku akan mengusahakannya.""Aku nggak bisa minta bantuan sama Om untuk masalah ini karena beliau sudah memiliki banyak kesibukan. Selama dua tahun aku mencoba sebisaku tapi sekarang aku stuck. Ini sesuatu yang berhubungan dengan Shine.""Aku tahu hidupmu lebih banyak dihabiskan untuk seorang Shine. Jadi bantuan yang seperti apa?""Aku ingin kamu membantuku mencari seseorang. Kamu p
"Good job, dude." Shine berbalik saat mendengar sapaan itu dan tersenyum ke Rian, salah satu staff Marketing officer yang mendekatinya. "Thanks." Shine duduk lagi di tempatnya sementara Rian berdiri di depan mejanya. "Semoga betah bekerja dengan si boss. Hmm, dia kadang bisa jinak seperti merpati tapi yah kadang bisa menggigit juga seperti Elang. Aku sarankan, kalau mood-nya sedang jelek, lebih baik kamu iyakan saja semua permintaannya, mengangguk paham dan jangan membantah. Itu akan membuat hidupmu saat itu aman." Setelah mengatakannya, Rian tersenyum lebar hingga menampakkan sederet giginya. "Terima kasih banyak sarannya tapi apa memang semenakutkan itu?" "Yeah, sometimes." Rian memajukan kepalanya dan berbisik seraya melirik ke ruangan bos. "Mood-nya mirip seperti perempuan yang lagi PMS tapi bedanya yang ini tidak bisa diprediksi." Shine terkekeh pelan mendengarnya saat dua wanita seruangannya yang baru saja kembali dari pantry berhenti di samping mejanya. "Apa kalian seda
"Ck, coba saja nanti kamu bandingkan dengan Pak CEO. Kamu pasti akan langsung berpaling dari Pak Duren. Berani taruhan deh," tantang Reina. "Oh ya—" Shine menopangkan dagu di tangan. "Yakin banget?" "Yakinlah karena memang siapa sih yang bisa nolak pesonanya. Lelaki aja bisa jadi belok kok kalau sudah lihat penampakannya." Shine memutar bola matanya. Sangat berlebihan. "Pasti dia seorang playboy kan? Setiap lelaki tampan pasti bermental playboy." Kecuali Arsen, tentunya. "Shine sayang—" Reina menggerakkan jari telunjuknya di depan hidung Shine seakan tidak terima. "Seorang lelaki itu wajar kalau punya banyak kekasih apalagi yang tampan dan tegangannya setinggi level Pak CEO hingga membuat tubuh ini rasanya bergetar nikmat bahkan hanya memandang dari jauh. Bayangkan saja apa yang akan terjadi kalau tangan besar dan mantap itu menjamah tubuhmu—" Shine bergidik ngeri dan seketika memiliki keinginan untuk menghajar siapapun lelaki itu bukannya pasrah disengat-sengat manjah bikin basah
Zaf menatapnya tanpa jeda, menikmati kekagetan Shine dan mengedip singkat membuat Shine langsung menutup wajahnya dengan map di tangannya di belakang Pak Williem yang sangat menyadari di mana tatapan bosnya."Kalau begitu mulai saja meetingnya dan aku akan menikmati setiap detiknya," ucap Zaf seraya duduk di kursinya dengan tampang sombong.Shine menundukkan kepala, mengheningkan cipta sejenak lalu fokus dengan Ipad-nya. Kali ini dia akan menggunakan indra pendengarannya saja dan menutup indra penglihatannya.Zaf duduk santai mendengarkan, mengangguk dan memberikan tanggapannya selama meeting. Tatapannya banyak difokuskan ke Shine yang memilih menulis memo di Ipadnya sambil menunduk dan menghalangi pandangan Zaf dengan rambutnya.Saat Pak Bobby, selaku penanggung jawab di proyek memberikan laporan, Zaf berdiri. Sudah hal biasa bagi mereka melihat Zafier yang tidak tahan duduk berlama-lama di kursinya seperti dia yang tidak sanggup berlama-lama tanpa wanita dan terlihat asik sendiri be
"Aku tidak tahu kalau kau memujaku sampai seperti ini hingga membuat sketsa yang sangat ekspresif. Saya yakin kau membuatnya dengan sepenuh hati," ucap Zaf santai seraya membalik kertas itu dan membuat Pak Williem mendelik. Shine melongo maksimal. "Saya merasa tersanjung." "Pak, aslinya saya menggambar iblis di situ," balas Shine. Alvi berusaha menahan tawa dan memandang kagum seorang Shine dari tempat duduknya. Satu hal yang Shine tahu pasti kalau semua peserta rapat sedang memandanginya dan entah bagaimana tanggapan bosnya tentang hal ini. Shine tidak akan tahan. Misinya ke depan adalah minta dipecat secepatnya supaya dia terbebas dari iblis yang tersenyum penuh kemenangan di depannya. "Hati-hati Shine, iblis bisa sangat menyesatkan—" Zaf berdiri di depannya seraya melipat kertas itu lalu memasukkannya ke saku celananya tanpa mengalihkan tatapannya. "Dan menggoda di saat yang bersamaan." Shine menahan keinginan untuk menendang apa yang ada di antara kedua kaki laki-laki itu sek
"Apa yang kau lakukan di sini?" Geram Zafier saat menemukan wanita itu berdiri di dekat dinding kaca kantornya mengamati kesibukan kota Jakarta. Helena berbalik, tersenyum untuk Zafier di ambang pintu terlihat tidak suka dengan kedatangannya tapi toh dia tidak peduli. Dia sudah bertekad untuk mendapatkan lelaki itu untuk dirinya sendiri. "Halo, sayangku. Bagaimana kabarmu?" Helena bergerak anggun dengan gaun press bodi di atas lutut yang menampilkan jelas lekuk gitar spanyolnya. "Seharusnya, kau tidak menemuiku lagi dan tidak datang ke sini seakan-akan kita memiliki hubungan spesial lebih dari teman tidur." Zaf berdecak seraya menghampiri. "Jangan serakah seperti itu, Hel. Seharusnya semua uang itu cukup untuk membuatmu bersenang-senang di luar sana." Helena tersenyum cantik menanggapi sampai mereka berdiri saling berhadapan di tengah ruangan. "Kenapa?" Tanyanya. Seakan tersadar sesuatu, dia menambahkan. "Ah, apa karena aku tidak berada di apartemen saat kau datang dan itu artiny