JERAT CINTA ISTRI MUDA 38"Pa, aku mau pindah kuliah ke luar kota," kata Fayanna , saat mereka tengah asyik makan malam bersama. Erlan dan Melody berpandangan, Erlan memang sudah dengan sengaja memerintahkan Haidar ke luar kota. Bekerja di perusahaan cabang, sebenarnya Erlan hanya akan melakukan itu selama beberapa bulan saja. Penasaran dengan apa yang dikatakan Melody, apa iya putrinya benar-benar akan meminta ijin untuk kuliah di luar kota juga seperti perkataan Melody malam itu. "Ngapain sih, Kak, keluar kota segala. Kampus milik keluarga kita juga udah paling bagus di kota ini. Susah-susah amat, aku sendiri di rumah ini kalau gak ada Kakak," protes Kaire."Ada Mama," balas Fayanna. "Mama?" Kaire mengulang perkataan kakaknya. "Kak Melody," terang Fayanna . Pandangan gadis itu beralih dari adiknya ke ibu tirinya. "Iya, ngapain harus ke luar kota. Memangnya apa yang salah dengan kampus di kota ini. Lagi pula kamu masih anak-anak jangan jauh-jauh dari rumah. Udah di sini aja ken
JERAT CINTA ISTRI MUDA 39"Adik? Memangnya untuk apa?" Tanya Melody kebingungan. Untuk apa putrinya itu meminta adik di usianya yang sekarang. Dia memang tidak terlalu memikirkan untuk segera memiliki anak. Selain karena khawatir dengan kedua putri sambungnya yang mungkin saja tak akan terima dia juga masih ingin fokus kuliah. Entahlah, untuk saat ini dia tak begitu memikirkan tentang buah hati. Ditambah lagi dia juga menggunakan kontrasepsi. "Adik kok untuk apa sih, Melody," sahut Santika. "Memangnya kamu gak pengen punya anak dari Erlan, kamu gak mau melahirkan keturunan dari kami?""Bu-bukan begitu, Ma. Tapi ini terlalu tiba-tiba." "Tiba-tiba bagaimana, kan udah pernah hamil," cecar Santika. Melody menatap suaminya berharap sang suami membantunya untuk berbicara. Hanya Erlan yang tahu kalau dia memasang alat kontrasepsi saat ini, dan juga dia bingung hendak beralasan apa pada mertuanya."Kamu sudah siap punya adik lagi? Gak malu udah gede masih punya adik bayi?" Tanya Erlan pa
Jerat Cinta Istri Muda 40Semburat warna jingga hampir terlihat di cakrawala, angin bertiup sepoi-sepoi, menerpa wajah Melody. Suasana memang romantis, tapi wanita itu sendirian menikmatinya. Erlan, suaminya yang tiba-tiba mengajaknya pergi ke pulau ini ternyata masih saja sibuk dengan urusan pekerjaannya. Melody tentu saja merasa aneh, Erlan yang kukuh ingin pergi bulan madu tapi setelah sampai tujuan malah sibuk bekerja. "Kamu lihat laut dulu sendirian ya, saya ada pekerjaan mendadak. Tidak kemana-mana, hanya ada meeting online sebentar," ucap Erlan pada Melody, saat waktu menunjukan jam tiga lewat lima puluh menit. "Meeting apa jam segini, bentar lagi orang pulang kerja," protes Melody tak percaya. "Makanya mau pulang jadi meeting dulu, Melody Sayang."Tak mau berdebat dengan suaminya, Melody akhirnya memilih untuk pergi melihat pantai sendirian. Sejak dia datang, Melody memang sangat antusias melihat tempat tersebut. Meskipun awalnya dia harus berdebat dengan Erlan karena tak
Jerat Cinta Istri Muda 41"Aldo siapkan peralatan flyboard dan juga satu orang profesional yang bisa melakukan hal tersebut. Bawa ke sini semuanya sekarang juga," perintah Erlan pada asisten pribadinya melalui panggilan telepon."Ini sudah malam, untuk apa Bapak memerlukan hal seperti itu?" tanya Aldo."Apakah aku harus memiliki alasan saat menyuruhmu melakukan sesuatu? Lagi pula ini baru jam sembilan malam.""Baik, Pak, akan segera saya siapkan," ucap Aldo.Sebagai seorang asisten pribadi, Aldo memang seringkali mengerjakan hal-hal pribadi yang diperintahkan oleh Erlan. Tak peduli pada waktu dan jam berapa meskipun itu bukan jam kantor. Semua kebutuhan Erlan Aldo harus siap siaga untuk menyediakannya bahkan jika dia harus bekerja dua puluh empat jam. Setelah memberi perintah kepada Aldo Erlan hanya menatap sekilas pada pintu kamar di mana Melody merajuk dan masuk ke sana. Sebenarnya dia ingin membujuk, tapi mengingat hari ini Erlan sudah banyak berbuat salah pada Melody, akhirnya pr
Pintu kamar terbuka, tampak seorang wanita muda yang hendak membuka baju, kembali mengancingkan baju yang hampir terbuka tersebut dan segera membelakangi pintu. "Temui aku di ruang kerja jika sudah selesai berganti baju." Suara bariton itu memberi perintah. Tentu saja dia yang datang, siapa lagi yang berani keluar masuk kamar ini tanpa permisi kecuali dia. Si pemilik kamar ini, pria yang tadi pagi sudah menikahi wanita tersebut, Melody Elvina Haniyah di depan penghulu. Erlangga Surya Pratama, pria matang dan mapan, dengan usia terpaut dua puluh tahun dengan Melody. "Ruang kerja tidak jauh dari kamar ini, dengan pintu berwarna coklat," sambung Erlan sebelum akhirnya dia kembali keluar dari kamar tersebut. Dengan segera, Melody berganti pakaian dengan pakaian rumahan, kemudian bergegas menuju ruang kerja Erlan seperti yang dia perintahkan barusan. Langkah wanita itu berhenti di depan pintu yang dimaksud, dia segera mengetuk pintu yang berdiri kokoh di depannya. Tak lama kemudian te
Dengan kesal, Melody kembali ke kamar mereka. Kamar yang dihias indah untuk pengantin baru, sambil menggerutu gadis itu memilih untuk tidur di sofa yang ada di kamar tersebut. "Tidak boleh menyentuh kecuali pihak pertama yang menginginkannya, ciih. Dia pikir dia itu siapa? Dasar bapak-bapak," gerutu Melody sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa dan menyelimuti tubuh hingga menutupi seluruh tubuhnya tidak terkecuali wajah. Erlan meyebut dirinya pihak pertama dan Melody pihak ke dua di dalam kertas yang tadi gadis itu tanda tangani. "Kalau tahu aku harus membayar biaya kuliah dengan menikahinya lebih baik aku mencari beasiswa di kampus lain. Ah, apa semua mahasiswa yang lolos seleksi penerima beasiswa itu akan memiliki nasib yang sama denganku." Melody masih bergumam di balik selimut, sebelum akhirnya matanya semakin berat dan terpejam.Di tempat lain, lebih tepatnya di ruang kerja Erlan. Pria itu duduk bersandar pada sofa di ruang kerjanya dengan pandangan menerawang. Menatap l
"Betul begitu, Erlan?" tanya Santika sambil tertawa. "Melody masih muda, santai saja. Mama tidak buru-buru pengen punya cucu juga," sambungnya.Bukan apa, dia hanya tidak ingin Melody yang masih muda itu harus kaget dengan putranya yang berusia jauh di atasnya. Di tambah lagi, tidak ada pemberitahuan sebelumnya jika dia ingin menjadikan Melody menantunya. Beberapa kali bertemu dengan Melody, membuat Santika tertarik pada gadis itu. Dia pandai berbicara dan menarik hati lawan bicaranya, bahkan dia yang tidak mudah dekat dengan orang lain langsung tertarik dan nyaman saat pertama kali bertemu dengannya. Benar kata mending menantunya, kalau Melody akan bisa menggantikan Liliana sebagai teman bicaranya. Sejak meninggalnya sang suami, Santika makin malas keluar rumah, konon katanya dia seorang introvet. Jika dulu dia masih berpergian untuk mendampingi suaminya, kini dia lebih banyak menyendiri dan hanya dengan Liliana saja dia berbagai cerita. "Apaan sih, Ma. Itu privasi, jangan banya
"Masuk, Pa," ucap Kaire, mempersilahkan papanya untuk ikut masuk ke dalam kamar kakaknya. Melody menggeser kursinya kembali ke meja belajar, memberi ruang pada Erlan untuk berada di antara kedua putrinya. "Seru sekali, ngomongin apaan?" tanya Erlan sembari mengusap rambut Kaire. "Ngomongin panggilan, Oma minta dipanggil mama sama kita," sahut si Bungsu.Erlan menatap mamanya dengan dahi berkerut."Melody dipanggil kakak oleh mereka, jadi aku mau juga dipanggil dengan panggilan yang terkesan muda," terang Santika, melanjutkan candaannya."Kakak?" Erlan mengulang kosakata tersebut. "Aku keluar ya," ucap Melody sembari beranjak dari duduknya. "Kemana?" tanya Faya. "Mau nontonin Oppo," sahut Melody sambil tersenyum manis. Melody terus melangkah, hingga tubuhnya hilang dibalik pintu dan dipandangi oleh semua orang yang ada di kamar Faya."Aku ikut," seru Faya sembari berlarian mengikuti Melody. Faya mensejajarkan langkahnya di samping gadis yang sejatinya berstatus sebagai ibu samb