Jerat Cinta Istri Muda 40Semburat warna jingga hampir terlihat di cakrawala, angin bertiup sepoi-sepoi, menerpa wajah Melody. Suasana memang romantis, tapi wanita itu sendirian menikmatinya. Erlan, suaminya yang tiba-tiba mengajaknya pergi ke pulau ini ternyata masih saja sibuk dengan urusan pekerjaannya. Melody tentu saja merasa aneh, Erlan yang kukuh ingin pergi bulan madu tapi setelah sampai tujuan malah sibuk bekerja. "Kamu lihat laut dulu sendirian ya, saya ada pekerjaan mendadak. Tidak kemana-mana, hanya ada meeting online sebentar," ucap Erlan pada Melody, saat waktu menunjukan jam tiga lewat lima puluh menit. "Meeting apa jam segini, bentar lagi orang pulang kerja," protes Melody tak percaya. "Makanya mau pulang jadi meeting dulu, Melody Sayang."Tak mau berdebat dengan suaminya, Melody akhirnya memilih untuk pergi melihat pantai sendirian. Sejak dia datang, Melody memang sangat antusias melihat tempat tersebut. Meskipun awalnya dia harus berdebat dengan Erlan karena tak
Jerat Cinta Istri Muda 41"Aldo siapkan peralatan flyboard dan juga satu orang profesional yang bisa melakukan hal tersebut. Bawa ke sini semuanya sekarang juga," perintah Erlan pada asisten pribadinya melalui panggilan telepon."Ini sudah malam, untuk apa Bapak memerlukan hal seperti itu?" tanya Aldo."Apakah aku harus memiliki alasan saat menyuruhmu melakukan sesuatu? Lagi pula ini baru jam sembilan malam.""Baik, Pak, akan segera saya siapkan," ucap Aldo.Sebagai seorang asisten pribadi, Aldo memang seringkali mengerjakan hal-hal pribadi yang diperintahkan oleh Erlan. Tak peduli pada waktu dan jam berapa meskipun itu bukan jam kantor. Semua kebutuhan Erlan Aldo harus siap siaga untuk menyediakannya bahkan jika dia harus bekerja dua puluh empat jam. Setelah memberi perintah kepada Aldo Erlan hanya menatap sekilas pada pintu kamar di mana Melody merajuk dan masuk ke sana. Sebenarnya dia ingin membujuk, tapi mengingat hari ini Erlan sudah banyak berbuat salah pada Melody, akhirnya pr
Pintu kamar terbuka, tampak seorang wanita muda yang hendak membuka baju, kembali mengancingkan baju yang hampir terbuka tersebut dan segera membelakangi pintu. "Temui aku di ruang kerja jika sudah selesai berganti baju." Suara bariton itu memberi perintah. Tentu saja dia yang datang, siapa lagi yang berani keluar masuk kamar ini tanpa permisi kecuali dia. Si pemilik kamar ini, pria yang tadi pagi sudah menikahi wanita tersebut, Melody Elvina Haniyah di depan penghulu. Erlangga Surya Pratama, pria matang dan mapan, dengan usia terpaut dua puluh tahun dengan Melody. "Ruang kerja tidak jauh dari kamar ini, dengan pintu berwarna coklat," sambung Erlan sebelum akhirnya dia kembali keluar dari kamar tersebut. Dengan segera, Melody berganti pakaian dengan pakaian rumahan, kemudian bergegas menuju ruang kerja Erlan seperti yang dia perintahkan barusan. Langkah wanita itu berhenti di depan pintu yang dimaksud, dia segera mengetuk pintu yang berdiri kokoh di depannya. Tak lama kemudian te
Dengan kesal, Melody kembali ke kamar mereka. Kamar yang dihias indah untuk pengantin baru, sambil menggerutu gadis itu memilih untuk tidur di sofa yang ada di kamar tersebut. "Tidak boleh menyentuh kecuali pihak pertama yang menginginkannya, ciih. Dia pikir dia itu siapa? Dasar bapak-bapak," gerutu Melody sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa dan menyelimuti tubuh hingga menutupi seluruh tubuhnya tidak terkecuali wajah. Erlan meyebut dirinya pihak pertama dan Melody pihak ke dua di dalam kertas yang tadi gadis itu tanda tangani. "Kalau tahu aku harus membayar biaya kuliah dengan menikahinya lebih baik aku mencari beasiswa di kampus lain. Ah, apa semua mahasiswa yang lolos seleksi penerima beasiswa itu akan memiliki nasib yang sama denganku." Melody masih bergumam di balik selimut, sebelum akhirnya matanya semakin berat dan terpejam.Di tempat lain, lebih tepatnya di ruang kerja Erlan. Pria itu duduk bersandar pada sofa di ruang kerjanya dengan pandangan menerawang. Menatap l
"Betul begitu, Erlan?" tanya Santika sambil tertawa. "Melody masih muda, santai saja. Mama tidak buru-buru pengen punya cucu juga," sambungnya.Bukan apa, dia hanya tidak ingin Melody yang masih muda itu harus kaget dengan putranya yang berusia jauh di atasnya. Di tambah lagi, tidak ada pemberitahuan sebelumnya jika dia ingin menjadikan Melody menantunya. Beberapa kali bertemu dengan Melody, membuat Santika tertarik pada gadis itu. Dia pandai berbicara dan menarik hati lawan bicaranya, bahkan dia yang tidak mudah dekat dengan orang lain langsung tertarik dan nyaman saat pertama kali bertemu dengannya. Benar kata mending menantunya, kalau Melody akan bisa menggantikan Liliana sebagai teman bicaranya. Sejak meninggalnya sang suami, Santika makin malas keluar rumah, konon katanya dia seorang introvet. Jika dulu dia masih berpergian untuk mendampingi suaminya, kini dia lebih banyak menyendiri dan hanya dengan Liliana saja dia berbagai cerita. "Apaan sih, Ma. Itu privasi, jangan banya
"Masuk, Pa," ucap Kaire, mempersilahkan papanya untuk ikut masuk ke dalam kamar kakaknya. Melody menggeser kursinya kembali ke meja belajar, memberi ruang pada Erlan untuk berada di antara kedua putrinya. "Seru sekali, ngomongin apaan?" tanya Erlan sembari mengusap rambut Kaire. "Ngomongin panggilan, Oma minta dipanggil mama sama kita," sahut si Bungsu.Erlan menatap mamanya dengan dahi berkerut."Melody dipanggil kakak oleh mereka, jadi aku mau juga dipanggil dengan panggilan yang terkesan muda," terang Santika, melanjutkan candaannya."Kakak?" Erlan mengulang kosakata tersebut. "Aku keluar ya," ucap Melody sembari beranjak dari duduknya. "Kemana?" tanya Faya. "Mau nontonin Oppo," sahut Melody sambil tersenyum manis. Melody terus melangkah, hingga tubuhnya hilang dibalik pintu dan dipandangi oleh semua orang yang ada di kamar Faya."Aku ikut," seru Faya sembari berlarian mengikuti Melody. Faya mensejajarkan langkahnya di samping gadis yang sejatinya berstatus sebagai ibu samb
"Bapak bisa ke kamar sendiri?" tanya Aldo, asisten pribadi Erlan.Tidak mungkin Aldo mengantarkan pria itu hingga masuk ke rumah dan kamarnya karena sekarang ada wanita yang harus dijaga privasinya. Atasannya itu sekarang sudah memiliki seorang istri. "Bisa, aku hanya pusing dan berkunang-kunang, bukan pingsan. Aku memintamu menjemputku karena tidak mungkin menyetir sendirian, kamu pulang saja," jawab Erlan sambil berjalan tertatih masuk ke dalam rumah. Saat menaiki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai dua, dia harus mengejap dan menggelengkan kepalanya agar bisa melihat anak tangga dan berpijak dengan benar.Erlan yang tidak pernah meminum alkohol, akhirnya hari ini meminum juga untuk menghormati rekan bisnisnya. Hanya beberapa gelas yang masuk ke perutnya sudah membuat pria itu hampir kehilangan kesadaran, kepalanya pusing, pandangannya juga mengabur. Sehingga dia harus memanggil asistennya untuk menjemput dan menyetir mobilnya. Pria itu langsung merebahkan diri di pembaring
Terjadi Sesuatu di antara Kita?Erlan bangun dengan kepala yang masih pusing. Dia memindai kamar, terlihat bajunya berserakan di lantai. "Astaga ... apa yang aku lakukan semalam, apa tadi malam bukan mimpi dan aku melakukannya dengan wanita itu," lirih Erlan. Dia menatap ke samping tempatnya tertidur, tidak ada Melody di sampingannya, wanita itu terlihat masih tertidur pulas di sofa. "Apa semalam aku melucuti pakaianku sendiri dan menggila sendiri di ranjang ini karena mabuk? apa Melody melihatnya," batin Erlan bertanya-tanya. Erlan segera mengenakan boxer lalu berjalan perlahan ke arah sofa di mana Melody tertidur lelap. "Dia masih tidur, apa semalam aku benar-benar bermimpi melakukannya dengan Liliana. Mimpi yang terasa nyata," batin Erlan. Pria itu lantas mengabaikan Melody dan memilih ke kamar mandi untuk membersihkan diri. ***"Setelah sarapan, temui aku di ruang kerja," perintah Erlan yang lebih dulu selesai dengan sarapannya. Sarapan kali ini lengkap, anak-anak sudah ma