Zahra tersenyum senang mendengar ucapan dari sang suami. Untuk pertama kalinya dia merasa jika Tama mulai mempercayainya. Entah karena alasan apa dia melakukan hal ini, gadis itu tidak peduli. Yang jelas dia sangat bersyukur dengan semua ini.“Apa yang bisa saya lakukan, Tuan?” tanya Zahra. Dia sudah tidak sabar ingin sekali membuktikan jika dirinya tidak bersalah di depan sang suami.“Aku hanya butuh bukti keterlibatan Sonia atas penganiayaan Tasya. Satu bukti saja,” ucap Tama dengan tatapan yang tajam ke arah depan.“Tuan apa boleh saya bertanya sesuatu?” ucap Zahra yang berhasil meraih fokus sang suami untuk melihat ke arahnya lagi.“Kenapa anda tidak meminta bantuan Tuan Rey untuk menyelidiki kasus ini?”“Apa kamu ingin aku melibatkan Rey?” Tama mencoba mencari tahu apa yang diinginkan oleh Zahra. Gadis itu terdiam sejenak - berpikir.“Hmm tapi sepertinya jangan deh. Nanti yang ada saya lagi yang kena,” jawab Zahra lirih. Dia berpikir jika dulu saja Rey bisa membuat dirinya menja
Sesuai dengan yang sudah dijanjikan, Tama pun akhirnya mulai mengendarai mobil hitam miliknya menuju tempat yang sudah diberi oleh Sonia. Sebuah tempat bertuliskan mini cafe yang posisinya ternyata sedikit jauh dari keramaian. Laki-laki itu bahkan harus meninggalkan mobilnya dan berjalan menyusuri sebuah gang kecil untuk sampai ke tempat itu.Sebenarnya saat itu pikiran Tama sedang sangat gelisah. Bukan karena akan bertemu dengan Sonia tapi sejak tadi dirinya masuk ke dalam kamar hotel, laki-laki itu tidak menemukan sosok sang istri dimanapun.Dia memang ingat terakhir mereka berbicara adalah Zahra meminta izin untuk pergi lebih dulu. Dan laki-laki itu tidak pernah berharap jika sang istri akan nekad menentang larangannya.Sesampainya disana, Tama melihat Sonia sedang duduk di salah satu meja yang ada di ujung ruangan. Tama menyapu seluruh ruangan itu dengan pandangannya. Sebuah kafe sederhana dengan beberapa pengunjung disana. “Hai sayang, akhirnya kamu datang juga,” ucap Sonia.Wa
Sonia memberikan sejumlah uang kepada dua laki-laki berbadan besar yang baru saja membantunya membawa Tama ke dalam sebuah rumah sederhana yang memiliki letak tidak jauh dari posisi mini kafe tadi. Laki-laki itu bahkan langsung dibaringkan di atas tempat tidur di kamarnya.Dengan senyum yang sumringah, wanita itu pun masuk dan menutup pintu lalu menguncinya. Dia sangat senang malam itu apalagi saat melihat mangsanya sedang dalam posisi tidak berdaya. Sonia berpikir jika semua rencananya telah berhasil.Di luar sana, Zahra masih berdiri. Tepat di balik pohon di depan rumah. Hatinya merasa panas saat melihat sang suami yang seolah sengaja memberikan apa yang wanita itu mau. Wajar jika dia berpikir seperti itu. Karena dirinya sendiri yang sudah membuat minuman itu aman akan tetapi nyatanya Tama masih saja berpura-pura tidak sadarkan diri.“Apakah dia menyesal karena aku sudah membuang minuman beracun itu? Apakah sebenarnya dia memang menginginkan hal ini? Hmm, Tuan pasti sangat merinduka
Sonia mendongak menatap Tama yang masih berdiri membelakanginya.“Apa maksudmu?” tanya wanita itu lirih. Terdengar jelas rasa takut di setiap getaran suaranya. Tama membalikkan tubuhnya menatap Sonia yang terduduk di lantai. Kedua matanya merah dengan wajah yang sangat menakutkan. Penuh dengan amarah dan juga kebencian. Baru kali ini Sonia melihat Tama seperti itu. Dan dia tidak pernah menyangka jika laki-laki yang selama ini sangat lembut di depannya itu, nyatanya sangat mengerikan ketika dia sedang marah. Sonia bahkan sampai kesulitan menelan salivanya sendiri. Tama tersenyum menyeringai.“Jangan berlagak bodoh di depanku Sonia. Apa kamu pikir jika aku percaya dengan semua ucapanmu tadi? Tidak! Aku tahu ada sesuatu yang sedang kamu sembunyikan dariku. Sekarang katakan dengan jujur padaku siapa yang sudah membantumu melakukan hal yang begitu keji kepada Tasya?” tanya Tama tegas.“A-aku… aku melakukannya sendiri. Aku menyewa tiga orang laki-laki untuk membantuku dan aku mendengar me
Sepanjang perjalanan, Tama hanya terdiam. Sesekali Zahra melirik ke arah sang suami yang fokus di belakang kemudi mobil. Ingin sekali dia bertanya tentang apa yang terjadi di rumah itu akan tetapi dia tidak berani. Walaupun sebenarnya dirinya sangat penasaran akan tetapi Zahra harus berpikir dua kali untuk melakukan hal tersebut.Rasa lelah yang mendera Zahra ditambah angin sejuk dari ac mobil membuat kedua mata gadis itu terpejam. Dia tertidur dengan begitu lelap bahkan sampai tidak sadar jika mereka sudah sampai di hotel.Setelah memarkirkan mobilnya, Tama melirik ke arah samping dan sedikit termenung melihat sang istri yang tidur bersandar ke jendela. Dari raut wajahnya terlihat jelas jika gadis itu kecapean. Tama sadar dan dia sangat memaklumi hal tersebut.Bayangan penjelasan dari Sonia yang mengatakan jika gadis di depannya ini tidak bersalah kembali muncul. Membuat Tama membuang nafasnya kasar.“Apa yang harus aku lakukan sekarang? Iya aku tahu jika aku harus meminta maaf kepad
Tama dan juga Zahra masih berkeliling di dalam mall tersebut. Sudah banyak yang mereka datangi dan tentu saja berbelanja banyak barang. Kedua tangan Zahra bahkan sudah hampir penuh memegang totebag yang jumlahnya lebih dari lima itu. Sesekali wajahnya merengut melihat laki-laki di sampingnya yang berjalan tanpa beban sama sekali.“Tuan, apa kita masih akan membeli sesuatu lagi?” tanya Zahra.“Kenapa?” ucap Tama dengan jari yang sesekali membalas pesan di ponselnya entah dari siapa.“Tidak apa-apa,” jawab Zahra lirih.Di dalam hatinya gadis itu benar-benar merasa sangat kesal. Bagaimana bisa ada seorang laki-laki yang begitu acuh padahal istrinya sendiri merasa kesulitan membawa banyak sekali barang. Iya walaupun Zahra tahu bahwa sampai detik ini, Tama tidak pernah menganggapnya sebagai seorang istri. Entah kapan kesalahpahaman diantara mereka akan berakhir, pikir Zahra.Sudah sejak dari pagi mereka berkeliling menapaki lantai mall yang memiliki 5 lantai itu. Jika dilihat dari waktu ya
Zahra tidak bisa berkata apa-apa saat melihat kamar yang selama ini mereka tempati itu berubah menjadi sangat indah. Banyak hiasan bintang kecil yang berkilau dan juga taburan kelopak mawar merah di seluruh lantai. Tempat tidur yang semula tampak biasa saja, kini berubah dikelilingi renda bunga dari atas hingga bawah seolah kotak tidur itu menjadi sebuah tempat spesial di dalam ruangan tersebut. Tak lupa hiasan kelopak mawar berbentuk hati yang sangat besar di atas tempat tidur. Membuat suasana saat itu semakin tambah romantis.Wangi aroma terapi bunga mulai menyeruak masuk ke dalam hidung. Dan itu sungguh membuat Zahra merasa tenang. Rasa lelah yang semula menggerogoti badan dan juga semangatnya, kini seolah hilang lenyap begitu saja. Sadar dengan apa yang sudah terjadi, bibir gadis itu pun tersenyum. Dia berbalik melihat ke arah sang suami yang berdiri di belakangnya.“Tuan…”Ucapan Zahra kembali terhenti saat laki-laki itu berdiri sambil memegang sebuah boneka beruang berukuran cu
Zahra masih terdiam membatu di tempatnya berdiri. Tama menatap tajam sang istri yang baru saja dipeluknya itu. Di tangannya ada sebuah ponsel yang layarnya masih menyala menunjukkan nama Ibu Naya disana.“Angkatlah dulu. Aku tidak mau membuat Ibu menunggu dan merasa khawatir,” titah laki-laki itu. Zahra mengangguk.Gadis itu mengambil ponsel miliknya lalu duduk diatas tempat tidur sesuai dengan gerakan tangan sang suami. Sebelum mengangkat panggilan tersebut, laki-laki itu juga memerintahkan Zahra untuk menyalakan loudspeaker agar dia bisa mendengar apa yang dibicarakan menantu dan mertua itu.Tama duduk di samping Zahra dalam jarak yang cukup dekat. Tubuh mereka bahkan hampir saja menempel. Membuat gadis itu semakin tidak enak hati. Perlahan jempol Zahra menggeser tombol hijau lalu suara sang ibu pun terdengar.“Zahra, kamu kemana saja? Dari tadi Ibu menelepon. Kenapa lama sekali menjawabnya. Apa yang terjadi disana?” cerocos sang Ibu.“Ti-tidak… tidak terjadi apa-apa Bu,” jawab Zahr