Selama mereka bertugas hampir dua tahun, tak ada yang ganjil dengan suster senior tersebut. Mereka pun sering mengunjungi rumah suster yang betah melajang, meski usia telah berkepala tiga.“Bisa jadi cuma halusinasi kita. Coba aku telepon,” ucap suster bertubuh tinggi, yang kemudian mengambil ponsel dari saku baju.Nomor telah terhubung, tetapi tak ada yang menjawab panggilan telepon. Suster ini pun mengirim pesan menanyakan keberadaan Suster Astutik dan pesan berhasil terkirim.“Gimana?” tanya suster agak gemuk dan ditanggapi gelengan kepala oleh temannya.Oleh karena tak ada yang bisa dikerjakan dalam ruangan tersebut, kedua suster keluar menuju kantor untuk membuat laporan.“Nanti saat pulang, kita mampir rumahnya,” cetus suster bertubuh agak gemuk.“Oke. Sekalian pembuktian halusinasi atau bukan.”“Betul.”Keduanya pun tersenyum sembari menapaki lorong.•••¤•°•¤•••¤•°•¤•••“Ini rumah siapa?”“Wah, Suster Astutik udah bangun. Selamat datang di dunia kami,” jelas sepupu Mustafa semb
“Insyaallah Suster Astutik bisa kita panggil pulang,” jawab Pak Kiai dengan senyum ramah.Pria bersorban ini punya cara jitu untuk membuat jin wanita mau menyerahkan Suster Astutik tanpa syarat.“Alhamdulillah kalo begitu, Kiai,” jawab dokter senior di rumah sakit tersebut.Tampak Pak Kiai mengeluarkan ponsel dari dalam saku baju koko. Beberapa menit, pria berusia separo abad ini menelepon salah satu nomor kontak. Ia seketika tersenyum lebar, saat mengakhiri pembicaraan. Ponsel dimasukkan kembali ke saku baju lalu Pak Kiai menatap ke arah Pak Dokter.“Insyaallah segera bisa teratasi dan saya minta bantuan kepada tenaga kesehatan yang sedang tak bertugas untuk sudi membaca doa bersama demi keselamatan Suster Astutik dan juga Pak Wardoyo. Oleh karena beliau berdua ini adalah perantara untuk mendapatkan target utama,” jelas Pak Kiai kemudian.“Ada target utama, Kiai?” tanya Pak Dokter sembari geleng-geleng kepala.“Ya, ada. Yang kasian itu Pak Wardoyo. Udah berapa kali jadi korban. Coba
Sementara itu di tempat ruangan jin wanita, Pak Kiai sedang meminta baik-baik kepada sepupu Mustafa untuk mengembalikan Suster Astutik ke dunia manusia.“Saya minta izin Tuan Mustafa dulu, Kiai,” jawab jin wanita ini.“Gak usah izin. Kamu tau ini?” tanya Pak Kiai sembari memperlihatkan permata berwarna hijau.“Jangan Pak Kiai! Ampuuun ....”“Kamu pilih mengembalikan Suster Astutik atau tuanmu?” tanya Pak Kiai dengan nada tegas.Pilihan yang diberikan oleh Pak Kiai membuat jin wanita kebingungan. Ia sedang bersiap-siap berkomunikasi dengan sang tuan, tetapi terburu tubuhnya telah dikunci pria berjenggot beruban ini.“Kamu menang tak bisa diberi pilihan. Bukannya memilih, justru kamu lebih suka mengorbankan diri,” kata Pak Kiai sembari mengucapkan doa yang segera membakar tubuh jin wanita.Suster Astutik yang melihat kejadian di depan mata, seketika histeris dan pingsan. Pak Kiai dengan meminta kepada Allah, akhirnya berhasil meniup tubuh sang suster hingga terbang melewati batas keraja
Belum juga Ustaz Hamdan membalas ucapan koas, secara mengejutkan terdengar suara kesakitan Pak Wardoyo. Para tenaga kesehatan segeramengecek alat yang terpasang di tubuh pasien. Mereka terkejut, tiba-tiba alat vital Pak Wardoyo menegang lalu membesar.“Aauduuuuh ...!”Pasien pria berumur lebih dari setengah abad tersebut berteriak kesakitan. Kedua tangan dan kaki yang terpasang gips menggapai hingga tak tentu arah. Ekspresi pria tersebut layaknya orang sekarat.Ustaz Hamdan segera memejamkan mata sambil bertasbih. Tak lama kemudian, Pak Kiai datang bersama Pak Dokter. Pria bersorban ini segera mendekati ke arah ranjang Pak Wardoyo tepat bersebelahan dengan sang putra.Kemudian pria ini memegang ujung jempol sang pasien dan mulai melafazkan doa. Tak ketinggalan, Pak Dokter dengan yang lain ikut khusyuk berdoa mengelilingi ranjang pasien.“Audzubillahiminasyaitonirojim ... Bismillahirrahmanirrahim....”“Astaghfirullah hal adzim ... Astaghfirullah hal adzim ...Astaghfirullah hal adzim.”
“Pak, maaf. Aku harus buru-buru pulang,” ucap Indarti yang buru-buru lari ke kamar mandi untuk membersihkan badan.Pak Brahim merasa heran dengan tingkah laku Indarti belakangan ini. Tanpa sengaja pria berkepala plontos ini menemukan sebuah tespack yang terjatuh di lantai saat Indarti mengambil sesuatu dari dalam tas barusan.“Kok, bisa? Katanya KB,” ucap lirih Pak Brahim sesaat setelah melihat garis dua di alat tes kehamilan tersebut.Mereka telah enam kali melakukan hubungan intim dalam ritual syarat pesugihan dan Indarti selalu mengaku ber-KB.Pak Brahim tak menyangka di ritual terakhir demi mendapatkan kekayaan ada kabar bahagia seperti ini. Sesuai kesepakatan dengan kuncen Gunung Kemukus setelah mendapat daun dewandaru, mereka harus menyelesaikan ritual berhubungan intim sebanyak tujuh kali.Hari ini adalah ritual terakhir dan esoknya, mereka harus segera sowan ke kuncen Gunung Kemukus untuk mengadakan selamatan sekaligus pengukuhan sebagai pengikut setia Sang Ratu—penguasa gunun
“Enak sekali kamu! Ini adalah janin persembahan untukku. Mereka melakukan ritual atas perintahku," ucap Ratu Gunung berang.Mustafa yang telah emosi mengeluarkan kekuatannya. Ratu Gunung pun tak mau kalah, segera mengeluarkan sinar merah keemasan bagai kilat ke arah sang jin. Mereka berkelahi adu kekuatan. Sosok jin Timur Tengah ini adalah termasuk cerdas di kalangannya. Sepanjang hidupnya suka berburu ilmu ke penjuru dunia gaib.Ia tahu betul kekuatan Sang Ratu Gunung dan paham pula kelemahan penguasa Gunung Kemukus tersebut. Mustafa diam-diam mengisap air laut hingga perutnya membulat lalu semakin membesar seukuran sebuah bukit.Setelah dirasa cukup disemburkanlah semua air laut dalam perut ke arah Ratu Siluman Ular lalu secara bersamaan tangannya menarik tubuh Indarti dari belitan makhluk tersebut.“Aauch ....!”“Awas kau Mustafa! Lain kali aku akan datang mengambil santapanku kembali!”‘Wuuzzt ...!’Tubuh besar ekor siluman yang tenggelam dalam genangan air laut lalu penghilang me
“Yaudah, tolong jaga rumah. Biar Bu Indarti dirawat sampe sembuh dulu. Assalamualaikum,” ucap Pak Brahim menutup pembicaraan telepon.“W*'alaikumussalam.”Ponsel pun segera dimatikan oleh pria berkepala plontos ini. Indarti tampak termenung memikirkan kejadian yang menimpanya. Ponsel di meja pun segera diambil lalu ia menghubungi nomor kontak sang suami.Indarti telah beberapa kali menghubungi, tetapi nomor Pak Wardoyo tak aktif. Akhirnya, ia mengirimkan sebuah pesan lewat w******p. Pesan yang dikirim hanya centang satu dan Indarti mulai cemas akan keadaan sang suami.“Berpikir tenang dulu. Jaga kesehatan demi kandungan. Nanti sepulang dari sini, aku akan mampir melihat Pak Wardoyo,” ucap Pak Brahim berusaha menenangkan hati kekasih gelapnya ini.“Kasian dia, Pak. Ke mana, ya?”“Selesai ketemu dokter, aku akan cari Pak Wardoyo,” kata Pak Brahim sembari melangkah menghampiri seorang perawat yang kebetulan lewat.Tampak pria ini berbincang dengan wanita berseragam putih tersebut. Sesaat
“Pak, tolong antar saya,” ucap Indarti sembari melihat sang putri kecil sedang tertidur pulas dalam dekapan.“Ke mana, Bu?”“Jalan aja dulu. Nanti juga tau,”Pak Sopir mengiringi langkah sang majikan dengan perasaan was-was. Pria ini merasakan ada keadaan darurat yang dialami sang majikan atau bayinya. Namun, tak terlihat wajah kecemasan di raut wajah majikan wanitanya. Selama perjalanan Indarti tak banyak ngomong dan lebih mengherankan di mata sang sopir, bayi mungil dalam gendongan tak rewel sama sekali.Ada masalah apa?Siapa yang sakit?Pak Sopir sibuk memikirkan keadaan majikan dan bayinya.Pria yang sedang mengemudi ini terkejut, tiba-tiba Indarti berteriak, “Putar balik, Pak! Kita ke Panti Asuhan Siti Hajar yang barusan tadi.”“Kok ke panti asuhan, Bu?” tanya sang sopir yang semakin keheranan oleh perilaku majikan wanitanya ini.“Udah, ikuti saya, aja,” tegas Indarti sambil menatap kedepan saat mobil balik arah.Mobil jalan perlahan agar tak terlewat lagi. Beberapa meter di dep