Share

Jadi CEO Setelah Diceraikan
Jadi CEO Setelah Diceraikan
Penulis: Saga

Awal Petaka Rumah Tangga

‘Mas, jangan lupa hadir di acara syukuran kehamilanku.’

Wisnu terkesiap membaca pesan dari Jihan. Bagaimana tidak? Sepertinya baru kemarin dia menginap di sini. Sekarang dia mengabarkan kalau dirinya hamil.

‘Kok bisa?’

Wisnu  masih diliputi ketidakpercayaan. Dia membaca berkali-kali pesan itu. Berharap kalau pesan dari itu salah.

‘Kamu serius hamil?’

‘Iya, Mas. Sebentar, aku kirim gambar testpack-nya ya.’

Tidak berapa lama, dia mengirimkan sebuah gambar. Dua garis merah di alat itu. Menegaskan kalau Jihan benar-benar hamil.

Wisnu mengusap wajah dengan kasar. Kepanikan melandanya saat itu. Dia ingat betul. Brata, suami Jihan divonis kelainan hyprotoid. Yang menyebabkan kualitas dari sperma-nya rendah. Hal itulah yang menyebabkan Jihan sulit hamil, sehingga sering terjadi percekcokan di antara mereka. Puncaknya, setelah lebaran, di mana keluarganya berkumpul. Pasangan Brata dan Jihan menjadi pergunjingan di antara mereka. Jihan yang tidak kuat melarikan diri ke rumah Wisnu dan Septi. Septi memang sudah bersahabat lama dengannya meminta izin kepada Wisnu untuk menampung Jihan walau sebentar. Wisnu pun tidak keberatan.

Di tengah kemelut pikiranku, tiba-tiba, Wisnu melihat Septi, istrinya. Masuk ke dalam ruangan kerja. Senyum yang selalu tampak manis dia tunjukan. Wisnu melihat perutnya yang agak membesar. Mengandung anaknya yang ketiga.

Wisnu agak gugup meletakan ponsel di atas meja. Dia menata diri sejenak, baru kemudian Menyambut kedatangan istrinya dengan senyuman.

Septi sudah berdiri di sampingnya. Agak menundukkan badannya. Tangannya yang mulus itu merangkul leher beton Wisnu. Menggelantung di depan kedua bongkahan dadanya.

“Serius amat, Mas. Wajahnya sampai tegang begitu?”

Pertanyaan Septi sangat santai, tapi entah kenapa seperti menohok hati Wisnu.

“Enggak apa-apa, Sayang. Sebentar lagi selesai kok.”

Wisnu menjawab singkat. Memang pada saat itu, Wisnu sedang mengerjakan pekerjaan kantor tatkala Jihan kirim pesan begitu.

“Oh iya, Mas. Besok kita diundang ke acara syukuran kehamilan Jihan. Aku seneng banget akhirnya dia bisa hamil, Mas.”

Wisnu hanya nyengir mendengar perkataannya. Jihan yang hamil, tapi entah kenapa jiwanya yang bergolak. Apalagi kalau teringat akan kejadian panas beberapa saat yang lalu di rumah ini.

“Syukurlah.” Wisnu menanggapi sekedarnya. Menunjukan ekspresi wajah datar. Dia tidak ingin Septi menangkap kegelisahan di wajahnya.

Wisnu memegang tangan mulus istrinya yang menggantung di depan dadanya. Mendekatkan ke bibirnya dan menciumnya. Dua kecupan di punggung tangannya. Baru kemudian, beralih ke pipinya yang berada dekat di samping kiri Wisnu. Terlihat Septi memejamkan mata. Menikmati kecupan mesra dari sang suami tercinta. Sungguh Wisnu selalu menginginkan momen kemesraan terus seperti ini.

“Makan dulu, Yuk. Anak-anak sudah menunggu.”

“Sebentar ya, Sayang. Aku selesaikan ini dulu.”

“Kalau kerjaan enggak ada habisnya, Mas. Ayolah makan dulu.”

Septi merajuk. Wisnu terkekeh melihatnya. Wajah istrinya selalu menggemaskan. Sama seperti pertama kali kita bertemu sewaktu SMA. Namun, Wisnu jadi ragu apakah kedepannya dia bisa melihat wajah istrinya yang manja begitu? Aku membatin miris.

 “Sebentar saja kok. Nanti, aku nyusul ke bawah.”

Mendengar perkataan Wisnu, Septi hanya mendengus pelan. Dia sangat tahu tabiat sang suami yang tidak suka setengah-setengah dalam pekerjaan.

Wanita itu bangkit. Berjalan meninggalkan Wisnu. Pria itu langsung mengambil sebatang rokok dan menyalakannya. Menyegarkan pikiran yang sedang kalut.

Wisnu menghisap rokok pelan saat istrinya berbalik arah. Sepertinya dia mendengar suara korek yang menyala. Terlihat wajah cantiknya itu memicing ke arah Wisnu.

“Tuh, kan. Malah rokokan.”

Wisnu memang berjanji dengan istriku Septi untuk berhenti merokok. Memang permintaan dari sang jabang bayi. Calon anak ketiga mereka. Namun, apalah daya. Pria itu butuh rokok untuk menenangkan pikiran yang sedang kacau.

“Sebatang saja, Sayang.”

“Sama saja!”

Septi lenyap dari balik pintu. Wisnu yang masih menghisap rokok pun menyandarkan punggungku ke sandaran kursi putar. Bergerak sedikit ke kanan ke kiri. Pandangannya melihat ke awang-awang.

Tidak berapa lama kemudian.

“AYAH! ROKOKAN TERUS YA!”

Wisnu langsung menegakkan badan. Terlihat Rahmi, anak keduanya muncul di ambang pintu. Wajah imutnya cemberut memandang Wisnu. Ini pasti ulah Septi yang memintanya menyusul. Supaya bisa berkumpul di meja makan.

 “Iya, Sayang. Ayah matikan.”

Rahmi adalah senjata pamungkas Septi. Dia tahu kalau Rahmi yang minta. Pasti Wisnu langsung mematikan rokoknya.

“Ayo makan, Yah. Rahmi sudah lapar.”

Wisnu menghela nafas. Tak kuasa menolak kalau anaknya sudah begitu. Langsung saja dia menyimpan data hasil kerjanya di komputer. Pekerjaan yang sebenernya sudah selesai. Tinggal mengecek saja. Tapi, enggak apalah. Dia akan periksa nanti saja.

Rahmi langsung menarik tangan ayahnya  begitu ayahnya berdiri. Menuntun menuju ruang makan di mana sudah ada Septi dan Bagas, anak sulung, dan Bik Ratih. Asisten rumah tangga yang sudah dianggap sebagai keluarga sendiri.

Wisnu termenung sesaat. Di salah satu kursi, biasanya ada Jihan yang duduk sambil memamerkan wajahnya yang sensual. Hatinya bergemuruh.

“Anak siapa yang dikandung Jihan sebenarnya?”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Devi Pramita
anak siapa ya kira kira
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status