CINTA TAPI BENCI"Itu karena keluarga ini memang ajaib, Fah! Mbak saja kadang sampai heran, jadi kau tak usah kaget apalagi berkecil hati, jangan pernah berekspektasi dan berharap lebih pada sesama manusia itu hanya akan membuatmu kecewa," ujar Dinda."Kau hanya boleh berharap pada dua orang, yaitu dirimu sendiri dan Tuhan!" nasehat Dinda pada Ifah."Kalau memang begitu mengapa harus kami anak kecil yang meminta maaf pada yang tua? Bahkan kadang terpaksa mengakui kesalahan yang mungkin tidak kami lakukan. Bukankah itu tidak adil Mbak?" tanya Ifah lagi."Ya, memang rasanya tak adil, namun mau bagaimana lagi? Sudah jalannya harus seperti itu. Coba nanti Mbak akan bilang pada Mas Hasan agar lebih bisa mengerti kamu. Mulai sekarang kau bisa menganggap Mbak Dinda ini kakak perempuanmu sendiri, kakak kandungmu, bahkan kau bisa menganggap Mbak Dinda ini adalah temanmu. Kamu bisa bercerita dan berkeluh kesah pada Mbak! Memang Mbak tidak janji akan selalu di pihakmu, Mbak tak janji akan selalu
PERKARA SAMBAL TERASI BIKIN SAKIT HATI"Tidurlah, apa yang kau lakukan dengan hanya mengelus pipiku seperti ini?" tanya Hasan.Dia meraih tubuh Dinda sampai terjatuh di atasnya. Memeluk Dinda erat sampai dia tertidur dalam pelukan Hasan. Adzan subuh berkumandang, Dinda segera bangun untuk bersiap mandi keramas dan bersuci agar bisa melakukan sholat subuh berjamaah bersama suaminya."Mas, masak sarapan apa ya?" tanya Dinda."Masaklah yang gampang saja, bikin sambel terasi dan goreng tempe, tahu, ayam," jawab Hasan.Dinda mengangguk. Ini pertama kalinya dia bebas memasak di rumah mertuanya. Segera Dinda mengambil dompet untuk berbelanja di tukang sayur langganan ibu- ibu gang rumahnya. Dinda keluar rumah menengok ke kanan dan ke kiri mencari tukang sayur langganan bu Nafis."Kemana ya Abang sayur, biasanya jam segini sudah datang," gumam Dinda.Tak lama terdengar teriakan khas Mamang sayur."Sayuuuur! Buibu Sayurrr" teriak Mamang sayur."Bang, sayur!" teriak Dinda sambil melambaikan tan
KEKUATAN AJAIB DARI STATUS PNS"Itu masalah Ifah kemarin, Ifah sebenarnya lari dari rumah dan menumpang pada Anisa, nah Anisa ini adik dari Mas Arif, Bu! Tapi sepertinya Hasan salah paham dan mengira Ifah memiliki hubungan yang tidak- tidak dengan Arif," jelas Mas Andri santai."Jadi niat Arif datang ke sini untuk meluruskan masalah yang terjadi, agar hubungan baik kekeluargaan kita tak pecah, bahkan Arif sampai izin Dinas pagi lo Bu, demi bisa bertemu engan keluarga kita," sambung Andri.Dinda sangat bergetar melihat Mas Andri mengatakan semuanya. Dia takut Ibu mertuanya terkena serangan jantung dan kaget. Dinda segera mengelus pelan tangan mertuanya menenangkan agar tak marah- marah."Bu, tahan ya Bu! Yang penting Ifah sudah pulang, ini hanya salah paham, ingat kita sedang di rumah sakit jika Ibu marah- marah lalu tensi tinggi maka nanti tak boleh pulang, biayanya semakin besar! Rugi bu," bisik Dinda pada bu Nafis.Tapi reaksi bu Nafis sangat membagongkan dan di luar prediksi Dinda.
JANGAN CAMPUR ADUKKAN ANTARA PEKERJAAN DAN PERASAAN!"Ya, Papa dapat laporan dari kantor cabang bahwa Hasan kinerjanya di kantor Madiun kok sedikit menurun. Ada apa? Memangnya kau tak mengawasi suamimu bekerja?" tanya papa Dinda."Din, walaupun dia suamimu harusnya kau profesional untuk bisa membedakan mana urusan pekerjaan dan mana urusan rumah! Jangan terus-terusan membela Hasan, Papa tak suka," sambung Papa Dinda."Dalam laporang terdapat dua keluhan fatal. Pertama dia sering pergi meninggalkan kantor jam bekerja, habis itu juga ada laporan bahwa pekerjaannya terbengkalai apalagi yang proyek bayar! kedua Hasan juga beberapa kali ada miss komunikasi dengan manajer IMS, harusnya Hasan lebih memperhatikan lagi, mana proyek yang menghasilkan dan tidak! Jangan sampai sekelas IMS di buat kecewa dong!" lanjut Papa Dinda."Din, meskipun kau anak Papa yang notabene pemilik perusahaan itu dan Hasan adalah suamimu tapi secara bisnis kalian itu karyawan Papa! Tolonglah jangan mencampur adukkan
DARAH!"Mas, tunggu Mas! Mas tunggu!" teriak Dinda.Hasan tak menggubris suara Dinda yang berteriak memanggilnya. Amarah yang bersatu dengan emosi memenuhi tunuh Hasan, dia segera beranjak ke kamar ibunya yang tak jauh dari sana."Arif! Bajingan! Keluar kau! Siapa kau masuk ke kamar inap ibuku! Lancang tak tahu diri! Lelaki brengsek! Siapa kau memangnya! Hah! keluar!" teriak Hasan dari luar.Hasan membuka pintu kamar dengan kasar. Tanpa banyak bicara dia langsung menuju ke arah orang asing yang kemungkinan besar itu Arif karena Hasan sendiri juga belum pernah bertemu atau mengenalnya. Tanpa tedeng aling- aling satu bogem mentah mendarat di bibir Arif.'Bugh' bibir Arif pecah mengeluarkan darah."Hasan! Hentikan Hasan! Gila kau ya? Hentikan!" Mas Andri berteriak sambil menghambur ke arah mereka."Astagfirullah!" semua orang menjerit bersama kaget dengan apa yang mereka lihat di depannya.Kejadian itu berlangsung sangat cepat dan di luar prediksi mereka semua. Segera Dinda menarik hem b
HAMIL?"Pak, sepertinya istri anda, mengalami gejala keguguran tapi ini baru dugaan saja ya Pak. Kita akan pastikan lagi," jelas dokter jaga."Keguguran?" tanya Hasan."Astaghfirullahaladzim," gumam Zain."Ini kan baru dugaan saja Pak, semoga analisis saya salah. Agar lebih pasti kami merujuk untuk ke dokter kandungan sini, ada dokter Maya," kata dokter jaga."Baik Dok, kami ikut bagaimana baiknya saja. Lalu untuk kondisi istri saya sekarang bagaimana Dok?" tanya Hasan."Bu Dinda baru sadar dari pingsannya, belum bisa banyak di tanya," jawab dokter"Kita ke sana dulu, mari!" ajak dokter jaga."Halo, Bu Dinda! Bagaimana masih pusing?" tanya dokter jaga.Dinda hanya menganggukkan kepalany. Sekarang badannya rasanya lemas sekali. Dinda baru sadar tangannya sudah di infus. Entah sejak kapan infus itu menancap."Ibu, sekarang ibu akan di antar ke ruang USG dulu ya! Diantar oleh perawat untuk memeriksa keadaan Ibu lebih pasti dan akurat," jelas dokter jaga.Sekali lagi Dinda hanya menganggu
DILEMA CALON AYAH"Janin itu sekarang belum kelihatan Bu! Ini baru terlihat kantong kehamilannya saja, sebenarnya itu cukup wajar di kandungan usia empat minggu, nanti kita evaluasi lagi ya," jelas dokter Maya menenangkan."Nah untuk mengatasi masalah pendarahannya nanti, kita akan menyuntikkan obat penguat kandungan ya! Untuk memastikan dan melihat kadar pendarahan berbahaya atau tidak kita harus menunggu beberapa jam ke depan. Ibu Dinda, untuk ibu kami mohon dengan sangat agar ibu total bedrest mulai sekarang, bisa?" tanya dokter Maya."Allah, iya Dok lakukan yang terbaik untuk janin saya Dok," pinta Dinda lirih."Kami sebagai Dokter selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk pasien Ibu Dinda dan Pak Hasan, jadi tenang saja ya! Kita hanya bisa banyak berdoa dan berpasrah pada Allah SWT," kata dokter Maya.Dinda hanya bisa menangis, rasanya menyesal sekali bayi yang di harapkannya selama ini harus mengalami hal semacam ini. Dia sekarang ini tak tahu bagaimana nasib janinnya, Dinda
MENGAPA AKU YANG SELALU HARUS MENGERTIMU, MAS?"Dinda harus bedrest total Mbak," jawab Hasan."Astagfirulloh, memang kenapa Dek?" tanya Mbak Alif khawatir."Apa ada cidera yang serius di kepalanya?" sambung Mbak Alif.Hasan menggelengkan kepalanya lemah. Dia melihat sosok Arif yang duduk di samping Mas Andri. Jujur saja dia masih menyimpan amarah yang mendalam. Sayangnya dia tak bisa melampiaskannya sekarang istrinya saat ini membutuhkan kehadiran dirinya."Ternyata Dinda tadi mengalami pendaharan, dia hamil empat minggu tanpa sadar kalau dirinya sedang hamil," jawab Hasan."Innalillhi, bagaimana kondisinya sekarang San?" tanya bu Nafis ikut panik.Bagaimanapun juga dia sangat mengharapkan kehadiran anak dari Hasan."Masih di UGD Bu, tadi sudah di tangani Dokter dan sudah USG! Pendarahannya sudah di tangani, ini mau di pindah ke ruang rawat inap! Apa dompet Hasan jatuh di sini?" tanya Hasan."Ya, ini Mbak Alif simpan," ujar Mbak Alif berjalan menuju tasnya.Mengambil dompet Hasan yang