Keesokan harinya. Diva sudah ada di lobi kantor pagi sekali, sengaja dia datang cepat ke kantor, disamping dia pergi dari rumah sakit yang jaraknya cukup dekat dari gedung ini, dia hanya ingin tahu lebih tentang apa yang ingin dibicarakan oleh Reni kemarin. Benar saja, seperti dugaan Diva sebelumnya kalau ternyata Reni sudah duduk manis di meja kerjanya sambil berdandan. “Pagi Reni!” sapa Diva dengan ramah, bawaan Diva terlihat sangat santai agar tidak terlalu kelihatan kalau dia menantikan gosip darinya. “Hei! kamu sudah datang, Div?!” Reni merespon dengan sedikit berlebihan dan menghentikan ativitasnya. “Iya dong!” Diva menjawab. Dia sebenarnya ingin sekali langsung bertanya pada wanita itu, tapi ada sedikit rasa gengsi yang harus dia jaga. Reni dengan cepat menyambar semua alat make-upnya dan memindahkannya ke meja Diva, lalu menarik kursi kosong dan duduk di dekat Diva sekarang. Benar saja tebakan Diva, kalau Reni pasti akan mendatanginya dan memulai cerita! “Div, aku mau ta
Diva jelas terlihat sangat gugup saat ini, dia ingin mengatakan yang sesungguhnya, bukankah lebih baik orang lain tahu saja sekalian? Toh, sepertinya di kantor ini sudah banyak juga yang tahu tentang hubungannya, walaupun dia berusaha serapat mungkin menyembunyikannya. “Pagi semua!” Suara Farel terdengar nyaring, lalu pandangannya terhenti saat melihat Diva dan Reni yang sedang bersama di pojok ruangan, kebetulan memang meja Diva terletak di agak sudut tempat ini. “Diva! Kamu masuk hari ini?” Suara Farel terdengar cukup besar. Diva hanya tersenyum melihat ke arahnya lalu pandangannya kembali melihat ke arah Reni. Tatapan Reni masih penuh tanya. Tidak lama berselang, setelah meletakkan barang bawaannya di atas meja kerjanya, Farel dengan cepat mendatangi keduanya yang terlihat dengan wajah tegang. “Kalian berdua … sedang ngebahas hubungan Diva sama Pak Elvan?” Farel berkata dengan suara yang bisa didengar jelas oleh Diva. Untungnya di ruangan ini baru ada mereka bertiga saja.
Tidak mungkin Reni dan Farel tidak tahu dengan suara khas pemiliknya. Mereka hanya saling lempar pandang saat ini. “Udah sampe, sorry aku belum sempet hubungin kamu, soalnya ada hal yang mendesak di kantor pagi ini.” Diva menjawab santai sambil memperhatikan reaksi kedua rekannya yang sangat takjub. “Semendesak apa sampai bisa melupakanku, hehm?” Suara itu terdengar sangat lembut di telinga Diva membuat wanita melengkungkan senyumnya. Sedangkan kedua makhluk yang saat ini sedang memperhatikan tingkah Diva benar-benar terkejut! Handphone Diva tidak menggunakan mode handsfree tapi cukup terdengar besar karena volume panggilan itu sengaja dibuat Diva paling kencang dan mereka juga tidak menyangka kalau Diva sekarang malah memperlihatkan kemesraannya di depan mereka! “Itu … rahasia, sekarang mending kamu istirahat dulu, tadi mama ada hubungin aku, mungkin dia tiba di sana sebentar lagi.” Diva berkata dengan santai. “Baiklah. Harusnya mama tidak perlu datang. Aku bisa sendiri kok. Lagi
Melihat Diva yang terlihat serius, Reni dan Farel diam lalu detik berikutnya mengangguk mengerti. “Baik, kami gak bakalan bilang tentang Pak Elvan ke yang lain. Kalo untuk klarifikasi hubunganmu dengan Pak Elvan gimana?” tanya Reni pada Diva. “Itu … nanti saja, aku tidak berniat untuk terlalu menanggapinya, walau sebenarnya kesal karena dibilang selingkuhan.” Diva berkata dengan menghela napas berat. Tepat setelah mengatakan hal itu, salah satu OB mendatangi Diva dengan membawa kantong makanan. “Bu Diva, ini tadi ada titipan dari Bu Dania,” ucapnya pada Diva. Diva lalu tersenyum dan berterima kasih. Setelahnya Reni mencolek Diva. “Cieee … sarapan dari pak bos nih. Gak mungkin itu dari Bu Dania, kan? hehehe!” godanya sambil terkekeh. Wajah Diva memanas lalu tersenyum singkat. “Ssstt! Jangan berisik nanti didenger yang lain.” Farel menegur Reni, karena ruangan ini sudah cukup ramai. Diva lalu membuka bungkusan itu dan melihat isinya. Dari bungkus dan cara pengemasannya, Diva s
Diva menyipitkan sebelah matanya, dia berpikir sejenak, rasanya dia tidak ingin mempercayainya, tapi dia kembali ingat dengan pengalamannya sendiri, seseorang yang baik dengannya ternyata malah berkhianat.“Yakin aku harus berhati-hati dengannya?” tanya Diva lagi untuk memastikan.“Menurutmu siapa yang memberikan foto itu ke obrolan grup sampai heboh?” Reni berkata dengan santai. “Satu hal lagi yang harusnya kamu perlu tahu, dia bukan orang yang mau dikalahkan oleh sesama kita. Baik itu urusan pribadi, pekerjaan maupun percintaan!” Reni berkata dengan ucapan tajam.“Oh, aku baru tahu ….” Diva berkata dengan perlahan.“Ya, aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan kalau saja ternyata tunanganmu itu adalah … bos besar kita! Itu pasti makin bikin dia kepanasan nanti.” Reni kembali menambahkan.Diva masih diam tidak terlalu cepat menanggapi hal ini.“Ingat 'kan kemarin waktu aku bilang dia punya pacar orang kaya wajahnya gimana?” tanya Reni lagi.Diva lalu kembali mengingat kejadian itu.“
Ya! Sejak pertama kali kalau diingat lagi, benar memang Winda terlihat ingin mencelakainya, sejak awal dia adalah orang yang membantu Diva, tapi … ada hal yang sangat jelas sekali. Ketika pekerjaannya sudah selesai dalam waktu cepat dan Diva sudah menyerahkan bagiannya pada wanita itu, tiba-tiba malah yang terjadi adalah hal diluar dugaannya! File itu berbeda, lalu Deska yang terlihat sejak awal tidak menyukainya dan ingin menjatuhkan malah mendapatkan hukuman dari Elvan.“Eh, Div, ngelamun aja! Ini tolong bantuin aku ngerjain yang ini dong, kemarin soalnya punya kamu udah dikerjain sama Pak Miko loh!” Suara Winda menarik kesadaran Diva yang memikirkan tentangnya.Diva diam sejenak dan melihat ke arah Winda. “Eh, Win, maaf aku tadi gak denger.”“Idih kamu lagi mikirin apa Div?” tanyanya ingin tahu. Setelah mendapatkan informasi dari Reni jelas saja pikiran Diva langsung berubah saat melihat Winda.“Gak ada yang penting banget kok. Eh, mau bantu bagian mana?” tanya Diva padanya.“Ini
Diva merasa kekonyolan Elvan ini adalah yang menggemaskan! Dia sangat menyukai Elvan yang bertindak seperti ini! Pesan kembali masuk ke ponsel milik Diva. [Kak Diva, hari ini sepertinya kamu harus pulang dulu ke rumah! Kalo kelamaan entar ayah sama ibu bakalan curiga! Tadi aku juga udah bilang ke kakak iparku!]Hal ini membuat Diva mengerutkan keningnya dan bergumam kecil, ‘Kakak iparku?’ [Baiklah aku akan pulang ke rumah malam ini, tapi pulang kerja aku harus melihat Elvan dulu.]Setelah mengirim pesan itu, tidak ada balasan apapun dari Prisya, adiknya memang selalu seperti itu, dia pasti melupakannya! Diva tidak terlalu memikirkannya, dia saat ini kembali tenggelam dengan kesibukannya sendiri.“Eh, Div, kita maksi di kafetaria bawah yuk!” Reni mengejutkan Diva yang saat ini sedang asyik dengan pekerjaannya.Tubuhnya terhentak karena terkejut, “Ya ampun, kamu ngagetin aja.”“Sorry, hehehe!” Reni terkekeh ringan. “Ke bawah yuk, kita maksi, soalnya jam dua nanti kita mau meluncur pe
Saat mendengar pertanyaan itu, Diva sebenarnya malas untuk menjawabnya. Lagipula, daripada mendapatkan barang-barang mewah bukankah lebih baik mendapatkan restu keluarga terlebih dahulu? “Hei, Div, ditanya malah diem aja.” Winda berseru. Diva tersenyum menanggapinya. “Win, lagian ngapain sih nanya yang begini, siapa tahu Diva gak mau kasih tahu karena dia sudah dapet semuanya!” Reni menjawab perkataan Winda itu. “Yeee! Kamu kok sewot Ren! Mending kamu cari pacar gih!” Winda berkata dengan nada yang sedikit mengejek. “Entaran aja kalo udah waktunya.” Reni menjawab santai lalu memesan makanannya. “Eh Div, kamu mau apa? Katsu di sini enak loh!” Reni bertanya pada Diva, lalu Diva mengangguk setuju dengan rekomendasi Reni itu. "Okay, pesen katsu dua, lalu minumnya ...." Reni bergumam sendiri sembari mencatat pesanan mereka. “Aku pesen jus jeruk boleh?” tanya Diva pada Winda, dia jelas tahu etika minta izin, saat ditraktir oleh orang lain, tentunya. “Pesen aja, Div, mau yang mahal s