Hi, Gimana kabar temen-temennya Chinta sekarang? Sebentar lagi Bulan Ramadhan, nih! Maaf lahir batin ya, semoga ibadahnya lancar dan rezekinya makin melimpah biar bisa support cerita si Diva sama Elvan ya.. hehehe! Ditunggu kejutannya, ya! Dan minta tolong support votenya juga yak! 🥰🥰🥰
Prisya benar-benar merasa seperti mendapat nightmare yang sesungguhnya! Dia belum tidur tetapi malah mendapatkan sebuah fakta yang mengejutkan tepat sepuluh menit lebih dari jam 12 malam! Tangannya gemetar saat membaca pesan itu, Prisya berusaha untuk tenang lalu mengetikkan pesan lagi. [Saya tidak menjamin akan membantu, tapi saya yang akan menjadi orang pertama mencari Bapak kalau ada apa-apa dengan Kakak saya.] Setelah mengirim pesan itu, Prisya melempar ponselnya ke sembarang tempat, lalu mencoba menutup matanya, biarlah besok pagi dia akan perlahan-lahan bertanya pada kakaknya. Mengingat hubungannya dengan Nico sebelumnya, bisa dipastikan Diva akan sangat tertutup masalah hubungan cintanya kali ini. *** Prisya sudah duduk cantik dan menikmati sarapannya saat melihat Diva keluar dari kamar dengan penampilan yang sudah sama rapi seperti dirinya. “Pagi Kak Diva,” sapa Prisya dengan tersenyum ramah. “Mau kemana Pris?” tanya Diva heran melihat penampilan adiknya, tumben sekali d
Diva heran kenapa Prisya bisa berkata seperti barusan, Prisya bekerja di sini sebagai apa sebenarnya? Diva terus bertanya-tanya dalam hati, dia penasaran, tapi kalau dia tanya langsung dengan Prisya, sudah barang tentu anak itu tidak akan mau memberikan informasi yang akurat. Suara tanda henti lift terdengar, Diva langsung ke luar dan berjalan menuju ruangannya, di koridor, dia menyapa beberapa rekan yang berpapasan, dan dia ingat. Bukankah kantor ini akan briefing tiap pagi? Artinya setidaknya orang-orang di lantai 15 tahu tentang Prisya, kan? Ah, dia setidaknya harus mencari tahu tentang Prisya! Apa mungkin Prisya masuk di salah satu Divisi SDM dan Kesekretariatan? Mengingat hanya Divisi itu saja yang satu lantai dengan CEO dan COO. “Hei Div, pagi bener udah di kantor aja.” Winda menyapa Diva saat melewati Diva. Diva tersenyum seperti biasa. “Semalam dijemput sama calon suami kamu ya, Div?” Pertanyaan Winda memancing keingintahuan rekan kerja mereka yang sudah dateng, dengan cep
Sudah beberapa hari dari Diva mengirim pesan pada Elvan, dia tidak menerima satu balasan apapun, entah kenapa rasanya sedikit kosong, hal bodoh yang pertama kali dia lakukan saat itu adalah mengecek apakah jaringannya bermasalah atau handphonenya yang rusak? “CK!” Diva berdecak kesal, apalagi mengingat ini adalah hari dimana dirinya akan ada di area pacuan kuda keluarga Elvan! Sekarang pria itu kemungkinan besar masih mengurus urusan pekerjaan dengan si Miko. Beberapa kali Diva terlihat bolak-balik kamar dengan hati yang sedikit kalut. “Tenang Diva, kamu bisa kok! Ayo jangan terlihat lemah. Itu hanya kuda, kan? Cuma kuda kok, jadi jangan takut ya!” Diva memberikan semangat pada dirinya sendiri, tapi ingat itu bukan tentang kuda saja, Diva malah kepikiran tentang semua yang ada di sana. “Di sana nanti ada siapa saja? Gak mungkin acara keluarga itu hanya mamanya Elvan saja.” Lalu bayangan beberapa keluarga Elvan kembali bermain di kepala Diva, kalau ini acara keluarga setidaknya yang
“Selamat Pagi Nona.” Sapaan ramah diterima Diva dari Pak Andi, sopir pribadi Elvan yang dia kenal. Tampak pria itu menghentikan mobil di depan komplek perumahannya sesuai permintaan Diva.“Pagi Pak Andi,” balas Diva sembari tersenyum saat melihat Pak Andi membukakan pintu belakang mobil untuknya. Kemudian, dia bingung. “Eh, tapi bukannya Mama bilang yang jemput saya itu sopirnya mama?” “Kebetulan sopir Nyonya Anita sedang ada kendala sedikit.” Dia menjelaskan singkat.Diva segera masuk ke dalam, padahal dia sangat berharap sekali ada kejutan saat masuk ke dalam mobil ini, misalnya tiba-tiba saja Elvan muncul, tapi hasilnya nihil! Tidak ada sesuatu seperti yang ada dalam pikirannya.“Pak Andi, Pak Elvannya ….” Dia ingin bertanya tapi sepertinya terasa berat untuk menanyakan hal itu.“Saya juga belum bertemu dengan Pak Elvan, Nona, saya juga belum ada dihubungi untuk menjemput beliau lagi di bandara.” seolah tau dengan apa yang ingin disampaikan Diva.“Oh,” jawab Diva singkat. Entah ke
Marissa terlihat sekali kesal dengan respon yang diberikan oleh Diva ini, sedangkan Diva berdoa dalam hati semoga dirinya tidak tersulut emosi menghadapi wanita itu, dengan apa yang terjadi belakangan, dia sudah terlibat masalah dengan rekan kerjanya yang dulu karena masalah intimidasi seperti sekarang. Tidak mungkin ada keajaiban yang tiba-tiba muncul sebagai ksatria penyelamat sekarang ini, kan? Misalnya tiba-tiba Elvan muncul sebagai penyelamat seperti waktu itu! Wong pria itu saja tidak bisa dihubungi sama sekali. “Kamu harus sadar posisi, status sosial sepertimu apa kamu layak menyandangnya? Apa kamu tidak terpikir kalau Elvan hanya bermain-main saja? Ingat, apa kamu pantas untuk Elvan yang punya banyak kelebihan?” Suara itu kian sinis terdengar di telinga Diva. Diva mengangguk-anggukan kepalanya, “Jadi menurutmu, kamu yang pantas?” Marissa terlihat mengepalkan tangannya dengan kuat, menancapkan kuku-kuku tajam ke dalam telapak tangannya sendiri. Dia kesal karena baru kali ini
Diva mengerutkan keningnya, menatap wanita yang berjalan dengan anggun itu. Wajahnya familier, tapi Diva tidak ingat dari mana dia pernah melihatnya.Tidak penting. Yang penting sekarang, Diva harus tahu apakah dia musuh … atau sekutu.“Kak Al!” Niza memanggil wanita itu dengan senyum lebar. “Ada apa ini?” tanya Al dengan nada datar, lalu melirik sekilas ke arah Diva. “Kenapa kalian mencurigai dia sebagai sekretaris yang menjalin asmara dengan Kak Elvan?”Diva yang mendapati pandangan tersebut masih memasang wajah datar, tidak memperlihatkan bentuk emosi di atasnya. Pandangan wanita bernama Al itu tidak mengintimidasi, menyatakan dia benar-benar hanya penasaran.“Wanita ini mengaku-ngaku tunangannya Kak El, Kak!” Niza berkata dengan sedikit nyaring, seolah sedang melapor pada bos besar mereka.“Tunangan?” Al tampak kaget, lalu melihat ke arah Diva lagi. “Kamu tunangannya Kak Elvan?” tanyanya. “Sejak kapan?” Mendengar pertanyaaan ini, Niza kembali berkoar tanpa menunggu jawaban Diva.
Diva menyaksikan sebuah hal yang cukup menarik, walaupun masih belum pasti apakah dia benar-benar sekutunya, yang jelas wanita bernama Al ini kurang menyukai mereka. “Al, maklumi saja, mereka itu kan masih muda dan juga–” “Apa kamu bilang? Muda dijadikan alasan?” Al terdengar tidak suka dengan ucapan Marissa barusan. “Bukan begitu, maksudku mereka itu kan memang pikirannya masih labil dan–” “Sudahlah, aku malas mendebatmu, lagipula, kalau kamu tidak mengatakan hal yang aneh-aneh mereka juga pasti tidak akan begitu dengan Diva.” Al berkata dengan nada datar tapi ucapan itu dibenarkan oleh Diva dalam hati. “Satu hal lagi, jangan kamu pikir aku tidak tahu dengan pikiranmu itu.” Dia melanjutkan dengan kata-kata pedas. Yang dikatakan wanita itu benar-benar membuat Diva makin yakin kalau Elvan dan Al ini bersaudara. Ucapan mereka sama-sama pedas dan langsung ke intinya. Diva melihat Marissa mengepalkan tangannya, dia ingin menjawab tapi nampak masih menahannya. “Dan … satu hal lagi. Ka
Diva terkejut mendengar suara yang berbisik tepat di samping telinganya, suara yang pemiliknya memang ditunggu Diva sejak tadi. Kalau-kalau ada keajaiban Elvan tiba-tiba muncul di hadapannya. “Elvan?!” Diva berkata nyaris setengah berteriak. Pria itu menampilkan senyumnya yang paling manis. Diva tidak bisa berkata-kata dia tidak tahu apa yang harus dia katakan sekarang. Apa dia harus marah atau malah senang. Rasa itu bercampur aduk tak karuan dalam dirinya. “Sayang, maaf aku hampir terlambat dan membuatmu menunggu.” Elvan membalikkan tubuh Diva membuat mereka berhadapan, pria itu memegang kedua wajah Diva dan memberikan jarak singkat di antara keduanya dan Diva bisa merasakan sapuan napas Elvan di wajahnya. Detik berikutnya pria itu tanpa aba-aba mencium pucuk kepalanya, membuat mata Diva melebar dengan sempurna! “Maaf, aku terlambat. Aku merindukanmu, Sayang.” Elvan lalu memeluk Diva, wanita itu merasakan kehangatan menjalar ke seluruh tubuhnya. Jantungnya berpacu cepat, membuat