Bima termenung mendengar pertanyaan itu, dia bingung harus menjawab apa. Kalau dijawab kelilipan pasti dia tidak akan mempercayainya. Dia lebih mengekpresikan kemarahannya kepada Romi yang berada di samping Brian, matanya melotot menunjukkan kemarahan.“Tante hanya kepikiran ayah dan ibu Tante di kampung halaman,” jawab Dara sambil mengelap air matanya.“Apakah seperti itu?” tanya Brian lalu mendekat ke Dara.“Iya, Tante kangen mereka,” jawab Dara pelan.“Kalau begitu, kita ke kampung halaman Tante saja,” ucap Brian sambil tersenyum.Dara mengecup kening Brian dengan lembut, tapi kalau dia pulang kampung dengan membawa Bima dan Brian dan bertemu dengan orang tuanya. Pasti akan banyak pertanyaan yang dia dapatkan. Dara sudah terlanjur mengatakan itu sebagai alasan bagaimana dia harus membuat alsan lagi, dia menjadi canggung sendiri.“Brian, kita akan pulang ke kampung halaman Tante Dara kalau waktunya sudah tepat, ya,” bisik Bima.“Tante Dara menangis karena merindukan orang tuanya, Ya
Rizal masih mengepalkan tangannya, dia merasa kalau Rizal tak bisa mendapatkan Dara semua lelaki tidak boleh mendapatkannya.“Aku akan melakukannya segera mungkin,” ucap Rizal.“Aku akan mendukungmu segenap hati,” balas Irma.Rizal tidak tahu perasaannya kini. Dia dan Irma hanya hubungan yang saling menguntungkan belaka. Hatinya tetap ingin bersama Dara. Dia malah ingin menjadikan Dara sebagai selir saat sudah menikah dengan Irma bagaimanapun mereka telah bersama selama tujuh tahun lamanya menjalin cinta.“Irma, aku sedang tidak mood melakukan itu,” ucap Rizal sambil mendorong Irma.“Kenapa? Biasanya kamu selalu bergairah saat bersamaku?” tanya Irma sambil memeluk Rizal.“Kali ini aku sedang lelah, besok saja,” jawab Rizal lalu meninggalkan ranjangnya.Rizal pergi ke kamar mandi dan mendinginkan tubuhnya. Guyuran air shower membuat tubuhnya rilex. Irma yang sudah bergairah tiba-tiba ditinggal membuat dia sangat kesal. Dia mengambil ponselnya dan menelpon Sela.***“Apa kamu butuh bant
Bima tidak menjawabnya dia berlalu begitu saja dan duduk di meja makan. Brian membuntutinya karena belum mendapat jawaban. Dia duduk di kursi makan juga lalu memelototi ayahnya. Bima kemudian meletakkan ponsel di meja dan menatap Brian. “Kenapa tertawa melihat Tante Dara yang malu?” tanya Brian sekali lagi. “Ini urusan orang dewasa, anak kecil tidak perlu tahu,” jawab Bima lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. “Ayah, Tante Dara itu ibu aku, kalau ayah berani mempermainkannya aku akan memukul ayah,” tegas Brian. Bima tertawa terbahak-bahak, baru kali ini dia tertawa lepas seperti ini. Dahulu mana pernah Bima tertawa riang begini, pembatu yang sedang bekerja membersihkan rumah jadi kaget melihat ekpresi Bima. Menyadari banyak yang melihatnya Bima langsung memasang wajah dingin lagi. “Brian, kamu tidak bisa memukul ayah,” ucap Bima. “Aku akan tetap memukul ayah kalau berani menyakiti Tante Dara,” balas Brian. “Kamu harus banyak berlatih dan tumbuh tinggi dulu untuk bisa memukul
Brian juga menatap Dara tajam, memangnya Tante Dara kesayangannya itu mau ijin kemana. Dia tidak ingin ditinggal sama Dara walau sedetik saja.“Aku ikut,” ucap Brian.“Kamu harus sekolah,” ucap Dara.“Tante hanya ingin ke pusat grosir saja,” imbuh Dara.“Pusat grosir apa?” tanya Bima penasaran, dia memicingkan matanya karena memang tidak pernah ke pusat grosir seperti itu.“Aku ingin membuat karya tangan, jadi aku butuh kain flannel,” jawab Dara.Tapi kalau ke pusat grosir bukankah akan bertemu dengan banyak orang, lalu suasana di sana itu penuh dan desak-desakan. Tidak ada pendingin ruangan, panas, nanti akan bau keringat dan banyak copet. Bima tidak mengijinkan Dara ke pusat grosir karena akan membahayakan dirinya.“Beli online saja memangnya tidak bisa?” tanya Bima.“Aku ingin sekalian jalan-jalan,” jawab Dara.“Beli di mall saja,” balas Bima.“Bima, kamu ini kenapa sih. Kenapa tidak membiarkan aku berekspresi,” bentak Dara.Bima melihat ekspresi wajah Dara, dia sepertinya kesal te
Mana Bima tahu dia akan pergi dengan siapa dia hanya minta ijin akan pergi ke pusat grosir saja. Dia ingin membeli kain flanel dan pernak perniknya."Kamu cari saja di pusat grosir dan awasi dia," jawab Bima."Baik," ucap Romi lalu mematikan telepon.Bima melajukan mobilnya ke kantor. Sepertinya suasana hatinya sedang buruk. Dari pagi sampai sore hari dia terus marah dan membuat karyawannya serba salah.***"Sekretaris Chaca sebenarnya ada apa dengan bos?" tanya karyawan."Aku tidak tahu. Bukannya memang sudah biasa seperti ini," jawab Sekretaris Chaca."Hais aku kira kamu ini bisa menenangkan hati bos. Ternyata rumornya berbeda," ledek Karyawan itu lagi.Sekretaris Chaca diam saja dan kembali bekerja dia hanya sekretaris dan bukan kekasih bos. Lebih baik diam saja kalau salah ngomong bos akan lebih marah."Apa aku telepon Dara saja," gumam Sekretaris Chaca. Tapi dia tak tahu nomor teleponnya, melihat kejadian kemarin sepertinya ucapan Dara akan didengar oleh bos dia.***"Dara, sudah
Dara mengambil ponselnya untuk menghubungi Bima, tapi niat itu dia urungkan karena saat memengang ponsel melihat jam sudah saatnya menjemput Brian, dia buru-buru ke rumah dan meminta sopir untuk mengantarnya ke sekolah Brian.“Bima, sepertinya kekasihmu tidak tahu menahu soal hotel XXX itu,” ucap Romi lewat sambungan telepon.“Jadi maksudmu seseorang ingin mengadu domba hubunganku?” tanya Bima.“Bukan dia tujuanmu tapi Dara,” jawab Romi.Bima mengerti sekarang, jadi firasatnya akan terjadi sesuatu itu memang benarnya. Dia menutup telepon setelah memberikan perintah pada Romi. Bima menjadi banyak pikiran dan tidak fokus bekerja.***“Pak, masih ada satu rapat lagi hari ini,” ucap Sekretaris Chaca.“Apa tidak bisa ditunda?” tanya Bima.“Tidak bisa, karena ini hal yang penting,” jawab Chaca.Bima termenung sebentar, dia bimbang mau rapat atau pulang bertemu Dara untuk memastikan keadaannya baik-baik saja. Bima mencoba fokus dan akhirnya dia pergi ke ruang rapat bersama Sekretaris Chaca.
Irma dan Lasmi sangat kegirangan, kali ini pasti Bima akan meninggalkan Dara. Lelaki mana yang masih menerima wanita yang ternoda oleh lelaki lain."Ikuti jalannya, Pak," ucap Irma."Sebelah sini," balas Lasmi.Bima sebenarnya merasa jijik saat Irma menggenggam tangannya. Dia ingin segera mengusirnya tapi dia masih bertahan karena harus mengikuti alur cerita yang dibuat oleh Irma."Apa masih lama?" tanya Bima."Sebentar lagi akan sampai," jawab irma."Sabarlah, kita akan segera bertemu dengan, Dara," balas Lasmi.Mereka bertiga berjalan dan sampailan di depan kamar dimana Dara dijebloskan dan disekap oleh Irma dan Lasmi."Di dalam sini," ucap Lasmi sambil menunjuk sebuah kamar."Benar, tadi kami mengantar dia ke dalam sini," imbuh Irma.Irma langsung menempelkan akses pintu dan membuka perlahan. Berharap sebuah pertunjukan menarik dapat Bima lihat.Lasmi juga sudah cengar cengir menantikan tubuh Dara yang dinikmati beberapa orang sekaligus. "Lihat saja, Dara. Malam ini tamat riwayatm
Wajah Dara memerah atas pertanyaan Bima. Dia tak sengaja mengatakan isi hatinya. Memang benar dia sangat iri pada wanita yang menggandengan lengan tangan Bima."Diam saja berarti cemburu," ucap Bima kemudian."Iya, aku memang cemburu!" seru Dara mengakui semuanya."Eh," ucapnya lalu menunduk."Tidak apa-apa katakan saja semua isi hatimu biar aku tahu," ucap Bima.Dara menumpahkan isi hatinya kali ini dia benar-benar mengakui semuanya. Dia cemburu saat Sela menghubunginya kembali, dia cemburu saat Sela datang memintanya untuk menjahui Bima. Dia sangat tidak suka saat Irma merangkul lengan tangannya."Apa kamu tahu semua itu membuatku terluka," ucap Dara sambil berlinang air mata."Cukup, jangan menangis lagi. Kalau tak bicara mana aku tahu, Dara," balas Bima lalu dia memeluk Dara.Dara masih menangis dalam pelukan Bima. Tapi lelaki itu malah senang karena Dara sudah mengeluarkan uneg uneg yang tersimpan di hatinta selama ini. Menjadikan Bima bisa tahu melakukan apa kedepannya."Terima