"Ada apa, Sayang? Kau tampak tak tenang," bisik Julien pada Serena sambil mendekapnya erat ketika mereka telah sama-sama berbaring di atas ranjang.Semenjak kepulangan mereka dari kediaman orang tua Serena, istrinya itu terlihat lebih pendiam dan sedikit murung. Julien sendiri baru dapat menanyakan itu saat melihat Serena telah sedikit rileks dalam pelukannya ketika mereka siap untuk tidur."Aku tak apa-apa," ucap Serena."Oh, ayolah, aku tahu kau sedang memikirkan sesuatu. Kau kira selama beberapa bulan ini aku tak mengetahui apa-apa tentang istriku sendiri? Aku sudah tahu bahwa ada yang menganggu pikiranmu bahkan hanya dengan menatapmu saja.""Benarkah?" ucap Serena takjub. Ia kemudian berbalik dan menatap suaminya. "Jika begitu aku akan bertanya. Lalu, bagaimana menurutmu Helena?" tanya Serena tiba-tiba."Helena? Ada apa dengannya? Ia terlihat baik dan tampak sudah pulih, dan itu hal bagus, bukan?" jawab Julien sedikit bingung."Bukan itu maksudku. Maksudku, bagaimana menurutmu Hel
Serena bergegas menuju ke area taman belakang setelah selesai mandi dan bersiap. Simon mengatakan padanya bahwa Helena telah menunggunya di sana dengan ditemani oleh Julien.Ia mendadak merasa gugup ketika sayup-sayup terdengar suara tawa renyah saudarinya saat ia menuju ke area taman belakang. Serena yang telah sampai di pintu keluar taman melihat Julien dan Helena tampak sedang asik mengobrol dan tertawa. Mereka yang terlihat akrab di matanya membuatnya semakin was-was."Oh, hai, Sayang, kau sudah selesai?" ucap Julien ketika melihat Serena mendekat ke arah meja taman yang menyajikan berbagai macam hidangan di sana.Julien kemudian bangkit dari duduknya untuk menyambut Serena. Ia membimbing Serena dan menyiapkan sebuah kursi untuknya. Selanjutnya, ia mencium puncak kepala Serena dan memeluk istrinya dari belakang."Karena kau telah selesai bersiap, sepertinya aku bisa berangkat sekarang," ucap Julien."Ya, berangkatlah," balas Serena."Benar, berangkatlah Julien, Serena sudah di si
Seorang pria bersetelan rapi turun dari sebuah mobil mewah sambil menatap ponsel miliknya. Ia yang setengah jam lalu mendapat notifikasi pada ponselnya, bergegas menuju gedung perusahaannya sambil mengerutkan kening.Ia sesekali menatap ponselnya lagi ketika masuk ke area lobi dan lift. Dan setelah ia sampai di ruangannya, ia memberi instruksi pada asistennya yang sedari tadi mengikutinya."Aaron, batalkan semua jadwalku hari ini," ucapnya."Apa?" sang asisten berkaca mata yang bernama Aaron membulatkan kedua matanya saat atasannya tiba-tiba memberinya instruksi mendadak."Tapi, Tuan Georgio, semua telah siap dan rapat pertama akan dimulai lima belas menit lagi.""Gantikan aku, aku ada urusan mendadak yang sangat penting yang harus kulakukan. Lalu, pesankan penerbangan paling cepat hari ini ke London.""Tapi, Tuan,""Lakukan saja, Aaron," potong pria berambut ikal tebal dan bermata biru itu sungguh-sungguh. Rautnya yang terlihat gelisah sekaligus menakutkan membuat asistennya tak dapa
"Haruskah seperti ini?" tanya Serena lagi sambil menatap cemas dirinya ke arah pantulan cermin.Kini, ia dan Helena sedang berada di sebuah apartemen mewah dengan pemandangan malam yang menakjubkan. Menara London yang megah dan kelap-kelip lampu perkotaan menjadi pusat keindahan utama apartemen tersebut.Serena sedang menatap dirinya di pantulan cermin besar dan seketika perutnya kembali melilit. Helena memberinya potongan gaun berwarna hitam selutut yang ketat dengan belahan dada rendah."Aku tak dapat melakukan ini," ucap Serena sambil menggeleng dan berusaha menutupi area terbuka pakaiannya."Hentikan rengekanmu! Gio akan tiba kurang dari satu jam lagi. Ini hanya makan malam dan berhentilah bersikap gugup! Kau hanya harus meredakan amarahnya saja atau kita akan masuk penjara. Lebih buuk lagi, mungkin ia bisa saja menghilangkan nyawa kita! Apakah ancamannya di dalam pesan itu kurang jelas?""Ta ... tapi," ucap Serena ragu sambil menggigit bibir bawahnya. Matanya berkaca-kaca. Ia beg
"Jangan sampai Julien mengetahui hal ini. Kita akan baik-baik saja selama kau tutup mulut," ucap Helena memberi peringatan pada Serena setelah Gio pergi meninggalkan mereka dengan kesepakatan baru."Tapi aku tak sanggup melakukannya, Helen. Ini bukan perjanjian biasa. Kau mengatakan ini yang terakhir. Aku bahkan tak tahu apakah aku bisa mengelabuhi pria itu untuk waktu yang lama. Semua pasti akan terbongkar!" ucap Serena cemas."Ugh, sudah kukatakan berkali-kali agar kau tak bersikap cengeng. Hentikan rengekanmu itu. Sebentar lagi kita akan terbebas dari masalah dan kau hanya perlu menanggungnya sebentar saja. Toh perjanjian dengan Gio hanyalah sebatas perjanjian biasa saja, bukan? Kau hanya perlu menemaninya selama enam bulan dan ia akan melupakan semuanya. Ia akan meninggalkanmu.""Kalau begitu mengapa tak kau saja yang melakukannya?" protes Serena. "Ia juga tak akan mencurigai kita lagi. Kau hanya perlu berakting seperti yang sebelumnya kau lakukan saat di sampingnya."Helena sekej
Malam itu, Serena duduk dengan tegang ketika melihat sesosok pria maskulin berjalan memasuki ruangan untuk menghampirinya. Ia yang sebelumnya telah membuat janji untuk bertemu dengan Gio di sebuah restoran, sudah menunggu sekitar sepuluh menit lebih awal dari waktu yang ditetapkan.Tanpa banyak kata, Gio menarik kursi di hadapan Serena dan duduk dengan tenang setelah ia sampai. Suasana restoran yang kosong semakin membuat Serena merasa tercekam.Sebelumnya Gio mengirimkan lokasi mengenai tempat janjian mereka melalui pesan singkat. Dan melihat keadaan restoran yang sepi, Serena yakin pria itu bahkan mungkin telah menyewa seluruh area restoran agar pembicaraan mereka tak terganggu."Kata anak buahku kau telah lama menunggu," ucap Gio membuka percakapan. Pria berpenampilan rapi dan bermata biru itu memperlihatkan raut tenang yang tak terbaca."Tidak, tak begitu lama," jawab Serena mencoba untuk bersikap tenang setelah tanpa sadar ia melirik anak buah yang dimaksud Gio.Ia merasa begitu
Serena masih berbaring di atas ranjangnya ketika pagi telah menjelang. Ia merasa dirinya sangat lemas dan merasa sedikit tak sehat. Setelah makan malam yang mengusiknya semalam berakhir, Serena merasa seolah tubuhnya ikut letih.Ia merasa malas untuk melakukan aktivitas hari ini. Ia bahkan malas meladeni Helena yang semalam mencecarnya dan menuntut penjelasan tentang hasil kesepakatannya dengan Gio setelah pria itu mengantarnya ke rumah kedua orang tua mereka.Helena kembali menegaskan jika mau tak mau dirinya harus tetap bertahan dengan perjanjian itu dan jangan bertindak macam-macam agar Gio tidak berubah pikiran mengenai pemberian apartemen tersebut. Ya, ketakutan terbesar Helena adalah jika ia kehilangan apartemennya.Setelah berbincang sejenak dengan Helena yang cukup menguras emosinya, Serena kemudian memutuskan untuk pulang. Semalam ia tak ingin berlama-lama lagi berdebat dengan sumber masalah terbesarnya yang tak lain adalah Helena yang membuatnya begitu tertekan itu."Hei, Sa
Serena kini sedang berada di sebuah rumah peristirahatan yang terletak di pedesaan indah dan terlihat nyaman di daerah pinggiran perbatasan kota yang sibuk setelah Julien menjemputnya.Mereka berkendara sekitar satu jam dari kampusnya untuk mencapai Hampstead, tempat di mana rumah peristirahatan milik klien Julien berada. Hampstead merupakan salah satu desa di sudut London yang banyak memiliki bangunan-bangunan indah.Dan benar saja, sesuai dengan perkiraannya, klien Julien memiliki rumah yang bergaya klasik dengan halaman indah yang dihiasi oleh berbagai macam tanaman dan bunga-bungaan. Serena merasa takjub melihat rumah indah beserta pemandangan di sekitarnya saat mereka dibawa ke area makan yang berdampingan dengan taman belakang."Oh, Julien, senang kau bisa langsung mengunjungiku. Mari kita nikmati makan siang kita."Seorang pria lanjut usia berambut putih dengan kerutan di mana-mana masuk ke area ruang makan dengan duduk di atas kursi rodanya. Ia membawa tongkat bantu jalan dan