Seorang pria bersetelan rapi turun dari sebuah mobil mewah sambil menatap ponsel miliknya. Ia yang setengah jam lalu mendapat notifikasi pada ponselnya, bergegas menuju gedung perusahaannya sambil mengerutkan kening.Ia sesekali menatap ponselnya lagi ketika masuk ke area lobi dan lift. Dan setelah ia sampai di ruangannya, ia memberi instruksi pada asistennya yang sedari tadi mengikutinya."Aaron, batalkan semua jadwalku hari ini," ucapnya."Apa?" sang asisten berkaca mata yang bernama Aaron membulatkan kedua matanya saat atasannya tiba-tiba memberinya instruksi mendadak."Tapi, Tuan Georgio, semua telah siap dan rapat pertama akan dimulai lima belas menit lagi.""Gantikan aku, aku ada urusan mendadak yang sangat penting yang harus kulakukan. Lalu, pesankan penerbangan paling cepat hari ini ke London.""Tapi, Tuan,""Lakukan saja, Aaron," potong pria berambut ikal tebal dan bermata biru itu sungguh-sungguh. Rautnya yang terlihat gelisah sekaligus menakutkan membuat asistennya tak dapa
"Haruskah seperti ini?" tanya Serena lagi sambil menatap cemas dirinya ke arah pantulan cermin.Kini, ia dan Helena sedang berada di sebuah apartemen mewah dengan pemandangan malam yang menakjubkan. Menara London yang megah dan kelap-kelip lampu perkotaan menjadi pusat keindahan utama apartemen tersebut.Serena sedang menatap dirinya di pantulan cermin besar dan seketika perutnya kembali melilit. Helena memberinya potongan gaun berwarna hitam selutut yang ketat dengan belahan dada rendah."Aku tak dapat melakukan ini," ucap Serena sambil menggeleng dan berusaha menutupi area terbuka pakaiannya."Hentikan rengekanmu! Gio akan tiba kurang dari satu jam lagi. Ini hanya makan malam dan berhentilah bersikap gugup! Kau hanya harus meredakan amarahnya saja atau kita akan masuk penjara. Lebih buuk lagi, mungkin ia bisa saja menghilangkan nyawa kita! Apakah ancamannya di dalam pesan itu kurang jelas?""Ta ... tapi," ucap Serena ragu sambil menggigit bibir bawahnya. Matanya berkaca-kaca. Ia beg
"Jangan sampai Julien mengetahui hal ini. Kita akan baik-baik saja selama kau tutup mulut," ucap Helena memberi peringatan pada Serena setelah Gio pergi meninggalkan mereka dengan kesepakatan baru."Tapi aku tak sanggup melakukannya, Helen. Ini bukan perjanjian biasa. Kau mengatakan ini yang terakhir. Aku bahkan tak tahu apakah aku bisa mengelabuhi pria itu untuk waktu yang lama. Semua pasti akan terbongkar!" ucap Serena cemas."Ugh, sudah kukatakan berkali-kali agar kau tak bersikap cengeng. Hentikan rengekanmu itu. Sebentar lagi kita akan terbebas dari masalah dan kau hanya perlu menanggungnya sebentar saja. Toh perjanjian dengan Gio hanyalah sebatas perjanjian biasa saja, bukan? Kau hanya perlu menemaninya selama enam bulan dan ia akan melupakan semuanya. Ia akan meninggalkanmu.""Kalau begitu mengapa tak kau saja yang melakukannya?" protes Serena. "Ia juga tak akan mencurigai kita lagi. Kau hanya perlu berakting seperti yang sebelumnya kau lakukan saat di sampingnya."Helena sekej
Malam itu, Serena duduk dengan tegang ketika melihat sesosok pria maskulin berjalan memasuki ruangan untuk menghampirinya. Ia yang sebelumnya telah membuat janji untuk bertemu dengan Gio di sebuah restoran, sudah menunggu sekitar sepuluh menit lebih awal dari waktu yang ditetapkan.Tanpa banyak kata, Gio menarik kursi di hadapan Serena dan duduk dengan tenang setelah ia sampai. Suasana restoran yang kosong semakin membuat Serena merasa tercekam.Sebelumnya Gio mengirimkan lokasi mengenai tempat janjian mereka melalui pesan singkat. Dan melihat keadaan restoran yang sepi, Serena yakin pria itu bahkan mungkin telah menyewa seluruh area restoran agar pembicaraan mereka tak terganggu."Kata anak buahku kau telah lama menunggu," ucap Gio membuka percakapan. Pria berpenampilan rapi dan bermata biru itu memperlihatkan raut tenang yang tak terbaca."Tidak, tak begitu lama," jawab Serena mencoba untuk bersikap tenang setelah tanpa sadar ia melirik anak buah yang dimaksud Gio.Ia merasa begitu
Serena masih berbaring di atas ranjangnya ketika pagi telah menjelang. Ia merasa dirinya sangat lemas dan merasa sedikit tak sehat. Setelah makan malam yang mengusiknya semalam berakhir, Serena merasa seolah tubuhnya ikut letih.Ia merasa malas untuk melakukan aktivitas hari ini. Ia bahkan malas meladeni Helena yang semalam mencecarnya dan menuntut penjelasan tentang hasil kesepakatannya dengan Gio setelah pria itu mengantarnya ke rumah kedua orang tua mereka.Helena kembali menegaskan jika mau tak mau dirinya harus tetap bertahan dengan perjanjian itu dan jangan bertindak macam-macam agar Gio tidak berubah pikiran mengenai pemberian apartemen tersebut. Ya, ketakutan terbesar Helena adalah jika ia kehilangan apartemennya.Setelah berbincang sejenak dengan Helena yang cukup menguras emosinya, Serena kemudian memutuskan untuk pulang. Semalam ia tak ingin berlama-lama lagi berdebat dengan sumber masalah terbesarnya yang tak lain adalah Helena yang membuatnya begitu tertekan itu."Hei, Sa
Serena kini sedang berada di sebuah rumah peristirahatan yang terletak di pedesaan indah dan terlihat nyaman di daerah pinggiran perbatasan kota yang sibuk setelah Julien menjemputnya.Mereka berkendara sekitar satu jam dari kampusnya untuk mencapai Hampstead, tempat di mana rumah peristirahatan milik klien Julien berada. Hampstead merupakan salah satu desa di sudut London yang banyak memiliki bangunan-bangunan indah.Dan benar saja, sesuai dengan perkiraannya, klien Julien memiliki rumah yang bergaya klasik dengan halaman indah yang dihiasi oleh berbagai macam tanaman dan bunga-bungaan. Serena merasa takjub melihat rumah indah beserta pemandangan di sekitarnya saat mereka dibawa ke area makan yang berdampingan dengan taman belakang."Oh, Julien, senang kau bisa langsung mengunjungiku. Mari kita nikmati makan siang kita."Seorang pria lanjut usia berambut putih dengan kerutan di mana-mana masuk ke area ruang makan dengan duduk di atas kursi rodanya. Ia membawa tongkat bantu jalan dan
Georgio memasukkan ponselnya ke dalam saku setelah ia mengirimkan sebuah pesan. Sudah sejak tiga puluh menit yang lalu sejak Serena dan Julien pulang dari kediaman rumah peristirahatan kakeknya, namun ia masih saja duduk tak bergeming di sofa di ruang tamu.Pikirannya melayang lagi saat ia bertemu dengan Serena tadi. Ia tak menyangka jika Serena adalah istri Julien. Terlebih, pria itu adalah pemilik perusahaan penerbitan yang diminta kakeknya untuk membuat biografi mereka sebelum ia menutup usia.Walau awalnya enggan, tapi akhirnya Gio menyetujui ide tersebut untuk mewujudkan keinginan sang kakek."Dunia ternyata begitu sempit. Tak kusangka aku akan bertemu denganmu lagi dengan cara seperti ini, Serena," gumam Georgio sambil mengerutkan alisnya karena ia berpikir begitu keras."Aku tak menyangka kau adalah istri Julien. Kebetulan yang sungguh menggangguku. Untuk itu, bukankah lebih baik jika aku memastikan lagi rasa penasaranku ini, bukan?" ucapnya lagi.Tatapannya penuh arti dan taja
Serena merintih perlahan. Ia mengerjapkan kedua matanya dan memperhatikan sekelilingnya. Tak lama ia menyadari bahwa dirinya telah terbaring di atas kamar yang asing."Kau sudah siuman?" Suara Gio yang pertama kali ia dengar membuatnya tersentak.Ia mendapati pria itu menatapnya dengan prihatin dan berjalan mendekat ke sisi ranjang. "Apa yang kau rasakan?" tanyanya lagi."Apa yang terjadi?" tanya Serena."Kau pingsan. Aku telah memanggil dokter untuk memeriksamu tadi. Ia mengatakan kau hanya kelelahan dan shock. Selama kau mengonsumsi vitamin dan makan dengan baik maka kau dan bayimu akan baik-baik saja."Serena refleks meraba perutnya. Ia memejamkan matanya sejenak. Air mata kembali mengalir di wajahnya. "Bagaimana dengan ...."Ucapannya terhenti karena ia tak sanggup meneruskannya."Maksudmu suamimu? Maaf, tapi ia tak kembali," ucap Gio dengan nada menyesal.Serena mengusap air matanya dan menggeleng. "Aku mengerti. Baiklah, terima kasih atas bantuanmu, tapi aku rasa aku harus pergi