Share

167. Pecundang yang Pulang

Kukira setelah keluar dari sandiwara pernikahan dengan Riga, maka usailah drama di antaraku dan Viana.

Nyatanya, babak baru dimulai.

Viana menyukai Riga. Itu yang kutangkap dari tangisannya malam itu. Dari caranya menyebutkan nama Riga, juga dari perubahan raut wajahnya ketika kusentuh ia.

Viana memang tidak bilang. Aku benci dengan pikiranku yang peka ini. Aku lebih memilih pura-pura tidak tahu, daripada harus mengatakan hal itu pada Viana di suatu malam.

“Apa kamu menyukai Riga?”

Aku ingin ia menyangkal. Sekedar gelengan kepala, atau apa pun aku terima. Tapi Viana tidak berusaha menyangkal. Hanya air matanya turun bersama wajah sendu yang terus membingkai sejak kami pergi dari kediaman Abimahya.

Aku ingin marah. Ingin menghancurkan segala yang ada di hadapanku. Tapi aku bisa apa. Rumah saja aku tak punya. Kami terpaksa menginap di rumah Kak Kazan, karena tak tahu lagi harus kemana saat kepura-puraan itu kami putuskan selesai.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status