Share

Haruskah Kita Bercerai?

Rinai menghampiri Kala ke kamar mereka setelah puas menangis di lantai dasar rumah mewah tersebut. Setelah meluapkan kekesalan pada sang ayah, lelaki itu memutuskan untuk naik ke kamarnya di lantai dua, serta mengabaikan Rinai yang terus menangis dengan terisak-isak di sana.

Banyak kemelut yang kini bagai benang kusut di dalam pikiran Kala. Merasa tidak dianggap penting oleh istrinya, kesedihan karena mengetahui fakta bahwa Kala telah kehilangan calon bayi yang ia tunggu-tunggu kelahirannya—juga kenyataan bahwa Angkasa—ayahnya sendiri mencintai Rinai lebih dari rasa cinta seorang ayah mertua terhadap menantunya.

Kala merasa dikhianati oleh dua orang yang ia sayangi sekaligus.

"Kamu nggak bisa ya tanya baik-baik?" tanya Rinai begitu tangisnya reda dan hatinya sudah jauh lebih tenang. "Kamu nggak bisa sedikiiiit… saja berempati sama aku? Kamu nggak penasaran, apa yang terjadi sampai aku harus kehilangan anak kita? Nggak mau tahu juga, seberat apa hari-hari yang aku lewati tanpa kabar dari kamu?" todong Rinai dengan penuh penekanan dan juga emosional yang tertahan.

"Aku lagi nggak mau ngomong apa pun sama kamu. Silakan keluar," jawab Kala datar tanpa menoleh ke arah Rinai. Lelaki itu sibuk dengan kupluk bayi yang ia beli beberapa minggu lalu.

Sesuai dugaan Rinai, Kala pasti akan menghindar dan juga menolak untuk membicarakan ini dengan kepala dingin. Tapi yang Rinai tahu, Kala-lah yang menghilang tanpa kabar. Hingga ia harus melewati hari terberat itu sendirian, tanpa ada bahu kokoh untuknya sekedar bersandar.

Rinai pun menghela napas singkat dan memutuskan untuk duduk di sudut ranjang, menghadap ke arah Kala yang enggan untuk menatapnya.

"Harusnya aku yang marah, bukan kamu." Ia mengungkung oksigen di dalam paru-parunya, menggeretakkan gigi dengan cukup kuat. Adegan ciuman yang suaminya lakukan di video itu kembali berputar dalam ingatan Rinai, hatinya kembali perih dan juga sakit.

Kala masih bergeming. Kini, lelaki itu terlihat mengusap sebuah foto berukuran kecil. Perlahan, ia bawa gambar itu ke bibirnya untuk dikecup. Tanpa bisa ditahan, ada bulir bening yang mengaliri pipinya. "Kenapa kamu harus bunuh anak kita?" rintih Kala dengan frustrasi sebelum mencium kembali foto hasil USG yang Rinai lakukan bulan lalu.

"Bunuh," gumam Rinai pelan sembari mengusap perutnya yang kembali rata seperti dulu. "Kamu nggak akan tahu, sebesar dan seberat apa patah hati yang aku alami karena kehilangan anak kita."

"Bullshit!" umpat Kala melempar foto tadi ke wajah Rinai. Tatapannya berubah tajam, seakan ingin memakan Rinai hidup-hidup. "Bahkan saat anak aku udah nggak ada pun, kamu nggak kepikiran gitu buat hubungi aku? Sesibuk-sibuknya aku… toh selama ini kamu tetap jadi prioritas dalam hidupku, Nai!"

Rinai tersengih, menatap Kala cukup lama sebelum akhirnya ia berdecap pelan. "Ck!" Rinai mengambil foto yang tadi dilempar Kala ke wajahnya. "Oh iya? Aku prioritas? Apa kabarnya hati dan perasaanku waktu tahu kamu dan Lisa mengumumkan pertunangan kalian?"

Kala ikut berdecap.

"Belum sembuh loh sakit hati aku karena berita pertunangan kamu dan Lisa yang tiba-tiba heboh di media sosial. Terus kamu nggak bisa dihubungi sama sekali, aku uring-uringan sendiri menunggu kabar suamiku. Tahu-tahu, aku lihat video suamiku ciuman sama perempuan lain. Kalau pun kamu dan Lisa cuma terlibat media play, nggak harus ciuman sepanas itu kan, Kal?"

"Ciuman? Kamu ngomong apa, sih?"

"Kamu mau menyangkal?" balas Rinai balik bertanya.

"Karena aku memang nggak melakukan apa yang kamu bilang. Oke, aku memang mengumumkan pertunangan itu di media, tapi kalau untuk ciuman—nggak sama sekali."

Rinai tersengih, padahal masih teringat jelas olehnya bagaimana kedua mata Kala terpejam saat melumat bibir Lisa, tunangan suaminya tersebut.

"Terus kamu gugurkan bayi kita karena rasa cemburu kamu yang berlebihan itu, Nai?!" salak Kala melotot marah.

Rinai menggeram kesal, apalagi saat Kala mendorong bahu Rinai dengan kasar. Baru kali ini Kala bersikap seperti ini kepadanya.

"Aku nggak pernah gugurkan anak kita, Kal!" bantah Rinai.

Jauh di dalam hatinya, Rinai ingin menceritakan semua kejadian itu kepada sang suami. Tapi sayangnya, Rinai telah membuat kesepakatan dengan Shakira ketika dia menolak tawaran dari wanita itu. Janji untuk tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Kala.

Rinai melakukannya bukan tanpa alasan. Ada hal yang harus Rinai selesaikan di rumah ini dan juga di keluarga ini. Oleh karena itu, Rinai membuat kesepakatan itu dengan Shakira—dia tetap menjadi istri Kala dan tidak akan pernah pergi, asalkan dia bersedia menyimpan rapat tentang kejadian tempo hari.

Awalnya memang tidak mudah untuk bisa mendapatkan kesepakatan itu, tapi rekaman CCTV yang telah Rinai dapatkan dari salah satu penjaga rumah ini pun berhasil membuat Shakira bungkam. Selain itu, Shakira berjanji tidak akan pernah lagi menyentuh Rinai apalagi melukainya.

"Kamu tahu hubungan aku dan Lisa seperti apa padahal," sahut Kala seraya menggeleng. "Kalau kamu pikir dengan menggugurkan anak kita adalah cara balas dendam ke aku, kamu berhasil banget, Nai…"

"Aku nggak—"

Seakan tidak memberi peluang bagi Rinai untuk membela diri, Kala pun kembali menyela, "Dan kalau hubunganmu dan papa juga cara untuk balas dendam ke mama, kamu salah besar. Yang ada, kamu makin dibenci mama. Mama akan terus membangun tembok tinggi untuk memisahkan dan menentang pernikahan kita, Nai…"

Rinai telah membuka mulutnya untuk mengomentari semua tudingan Kala padanya, tapi sentuhan tangan Kala di puncak kepalanya membuat Rinai mengurungkan niat. Kala mengelus kepala Rinai dengan lembut dan penuh kasih sayang, membuat Rinai bergeming dan menatap mata lelaki itu dengan berembun.

"Haruskah aku ceraikan kamu sekarang, Nai?"

Rinai terkesiap kaget saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut sang suami. Bukan kaget karena takut dicerai, tapi seingat Rinai, hal itu telah sering kali Rinai minta dan suaminya selalu menolak dan bersikeras untuk mempertahankan rumah tangga mereka.

"Aku memang mencintai kamu, tapi kalau sainganku adalah papaku sendiri... aku nggak bisa lagi, Nai."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status