Share

Tamu Tak Diundang

"Haruskah pernikahan ini kita akhiri saja, Nai?" ulang Kala sekali lagi karena pertanyaan sebelumnya tidak ditanggapi oleh Rinai.

Untuk beberapa saat, tatapan mereka saling bertemu dan Rinai tetap memilih untuk diam. Banyak hal yang kini berlarian di dalam kepalanya dan Rinai berusaha untuk tidak terlihat putus asa saat itu. Rasanya, kisah pilunya terasa lengkap—kehilangan calon bayinya dan sebentar lagi akan kehilangan lelaki yang selalu mengatakan bahwa Rinai adalah dunianya, bahwa Rinai adalah segalanya, dan akan selalu mencintainya hingga menua bersama.

Semuanya omong kosong yang kini berhasil menyunggingkan senyum sinis di wajah Rinai. Dia pun akhirnya berkata, "Jangan minta persetujuanku, sebab kamu tahu sendiri kan kalau ini adalah permintaanku yang selalu nggak bisa kamu kabulkan."

Entah ada gores penyesalan di hatinya atau Kala merasa makin putus asa, lelaki itu justru menekuk kepalanya sedalam mungkin seraya berbisik, "Aku tahu kalau selama ini kamu berusaha mencari cara untuk bercerai."

Rinai mengangguk sembari bergumam pelan. "Hm…"

"Oke, hari ini aku kabulkan permintaanmu. Aku akan ceraikan kamu kalau kamu bisa tepati satu janji ke aku, Nai…"

"Tergantung," sahut Rinai berusaha untuk tetap terlihat tenang. Cukup Rinai yang tahu, kalau hatinya terasa diremas dan itu rasanya cukup ngilu.

"Kamu jauhi papaku, aku nggak mau kamu sakiti mama dengan merebut—"

"Untuk kamu ketahui, bahkan tanpa kamu minta, aku juga nggak mau ketemu papamu lagi."

Kala menghembuskan napas dengan lega dan meraih tangan Rinai, menarik ke arah bibirnya agar bisa dikecup dengan lembut. "Rinai Senjadanjingga… aku ce—" Kalimat Kala terhenti begitu seseorang menginterupsinya.

"Nggak ada yang boleh cerai!" tegas Shakira yang berjalan cepat ke arah ranjang, tempat di mana anak dan menantu tengah duduk. "Kamu nggak boleh ceraikan Rinai," sambungnya masih sama tegasnya.

Setahu Kala, Shakira adalah orang pertama dan nomor satu yang menentang pernikahannya dengan Rinai. Bahkan, berulang kali Shakira memintanya untuk melepaskan sang istri. Tapi ada apa dengan hari ini? Kenapa perempuan paruh baya ini justru melarang keras perceraian ini?

"Tapi, Ma…"

"Mama bilang nggak, ya nggak!" tandas Shakira penuh penekanan lagi, tatapannya mejamam ke arah Kala. "Rinai akan tetap jadi menantu mama, sampai kapan pun."

Refleks, Rinai mengulas senyum tipis di sudut bibirnya. Melirik sekilas ke arah Shakira yang secara bersamaan juga melarikan pandangan kepadanya. Rinai tahu betul, kalau Shakira melakukan itu bukan karena dia benar-benar telah menerima kehadiran Rinai sebagai menantu, bukan juga karena dia telah merestuinya.

Rinai masih tetap berstatus sebagai—menantu tanpa restu—dalam hidup Shakira. Yang wanita itu yakini, bahwa dia akan selamanya membenci Rinai. Tidak peduli sekeras apapun usaha Rinai untuk bisa diterima olehnya.

"Terserah gimana masa lalu Rinai, mama udah nggak peduli lagi. Kehilangan anak kalian kemarin, pasti juga begitu berat bagi Rinai. Jadi tolong, jangan ada perceraian dalam rumah tangga kalian," kata Shakira lagi, menahan rasa jijik ketika harus mengatakan hal tersebut.

Shakira mengatakan hal ini bukan tanpa alasan, tapi Shakira telah terikat perjanjian dengan Rinai beberapa hari lalu.

'Ah, sial… harusnya hari ini adalah hari paling bahagia dalam hidupku, tapi si Jalang ini seolah telah memprediksi semua ini akan terjadi. Tapi nama baikku hal yang lebih penting dari ini.' Shakira berbisik dalam hatinya, di bawah tatapan heran Kala yang masih mengintainya sejak tadi.

"Ma, mama beneran?" tanya Rinai dengan akting yang luar biasa, seakan perempuan itu tengah terharu melihat perubahan sikap mertuanya. "Tapi aku kan cuma wanita jalang yang nggak layak untuk anak mama," tambahnya lagi.

Dengan sangat terpaksa, Shakira menarik tangan Rinai dan menggenggamnya dengan erat. "Mama bakal tutup mata dan telinga tentang masa lalu kamu yang kelam itu. Sekarang kamu menantu mama dan mama janji, akan segera mengakhiri media play antara Kala dan Lisa."

"Tapi aku yang udah nggak bisa mempertahankan pernikahan ini, Ma," sela Kala menyudahi drama antara mertua dan menantu di hadapannya. "Apa yang Rinai lakukan, sudah terlalu menyakitiku dan mungkin juga akan menyakiti mama."

Di tempatnya, Rinai mengusap pipi bagian dalamnya menggunakan ujung lidah. Mengamati hal apalagi yang akan Shakira lakukan untuk menghalangi perceraian ini. Rinai seakan tengah memenangkan sebuah olimpiade—bisa membuat Shakira yang dulu selalu menginginkan perceraian anaknya, kini justru jadi garda terdepan yang menentang hal itu.

"Udah, kamu nggak perlu bantah mama. Di bawah ada Rakhayasa, dia datang untuk ketemu kamu. Kamu tahu kan… kita butuh bantuan dia untuk mempertahankan Stay Entertainment, dia sangat berpengaruh untuk saat ini."

Kala kembali menatap Shakira dengan wajah terkejut yang sangat sulit untuk dia sembunyikan. "Rakhayasa anaknya om Langit?" tanyanya dengan nada gamang, sebelum akhirnya melarikan pandangan ke arah Rinai yang juga sama terkejutnya.

Perempuan paruh baya tersebut mengangguk samar. "Cepat turun ke bawah dan temui Rakha," titah Shakira beranjak meninggalkan anak dan menantunya. "Ingat, nggak ada yang boleh cerai di rumah ini. Kalian harus tetap bersama." Ia kembali mengingatkan sebelum menghilang dari balik pintu.

Setelah hanya tinggal mereka berdua di kamar itu, Kala dan Rinai saling memandang dan itu berlangsung hampir tiga puluh detik lamanya. Pikiran mereka seakan tengah terkoneksi pada kejadian masa lalu yang mungkin… Kala akan kembali mengajak Rinai untuk berdebat kali ini.

"Belum kelar satu, malah muncul yang lain." Kala menggerutu, tapi Rinai bisa mendengarnya dengan jelas. "Kamu nggak sekalian turun buat ketemu Rekayasa itu?" tanyanya ketus, sengaja mengganti nama 'Rakhayasa' menjadi 'Rekayasa', ingin mengolok nama pria yang pernah memeluk Rinai, selain dirinya.

Rinai menggeleng dengan cepat sebagai jawabannya.

"Kenapa? Nggak mau ketemu sama mantan 'friends with benefits' kamu itu?" tanya Kala lagi sedikit mencibir, terlihat jelas kalau saat ini Kala tengah dibakar rasa cemburu yang terlalu besar.

Sekali lagi, Rinai menggelengkan kepalanya. Sulit untuk tidak gugup ketika mendengar nama yang sejak tadi selalu Kala sebut. Bagaimana pun, lelaki itu pernah menemani Rinai saat gundah dan gelisah. Bahkan, pernah menjadi teman tidurnya—saat Rinai merasa lelah untuk menjalani hidup yang berat dan juga rumit.

"Kali aja kamu mau wisata masa lalu bareng si Rakha," ucap Kala sebelum keluar dari kamarnya dan pergi menemui tamu tak diundangnya tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status