Share

Bab 4. Pertemuan Pertama dan Terakhir

Elara terus berusaha menutupi tubuh polosnya dengan sehelai selimut, yang saat ini juga tengah menutupi tubuh indah nan menawan milik Arion. Jujur saja sebenarnya ia masih merasa geram, karena sedari tadi pria itu terlihat selalu menatap remeh ke arahnya. Bahkan Elara bisa melihat, kalau Arion terus saja mencuri pandang untuk memanjakan kedua matanya dengan setiap inci keindahan dari tubuh Elara.

Merasa bahwa Arion terus saja memperhatikan tubuh indahnya, membuat Elara segera menarik selimut ke arahnya dengan maksud untuk menutupi seluruh tubuhnya, tanpa seinci pun yang akan bisa dilihat oleh sang aktor. Namun, rupanya apa yang dilakukan oleh Elara itu justru menimbulkan pemandangan tak terduga. Bagaimana tidak?

Saat ia menarik selimut ke arahnya, justru hal itu membuat selimut tergeser dari tubuh Arion, membuat tubuh polos pria itu terekspose sempurna. Bahkan Elara bisa melihat, bahwa bagian bawah pria itu masih berdiri tegak dengan gagahnya.

"Aaa … apa yang kamu lakukan hah?" teriak Arion yang merasa terkejut dengan perbuatan Elara, hingga membuat tubuh polosnya terekspose begitu jelas.

"Aaaa …. Maaf. Aku nggak sengaja," ujar Elara sembari menutup kedua mata dengan telapak tangannya.

"Kamu pasti sengaja melakukannya kan?" gusar Arion seraya menarik selimut kembali untuk menutupi tubuhnya.

"Bilang saja, kalau tadi malam kamu sangat menikmati permainanku. Jadi, kamu ingin mengulanginya lagi kan?" Arion kembali melanjutkan tuduhannya terhadap Elara.

Tentu saja Elara sama sekali tak terima mendengarnya. Bisa-bisanya Arion menuduhnya seperti itu. Padahal Elara berpikir, bahwa jelas-jelas Arion menikmati tubuhnya dan bahkan sudah berhasil mendapatkan kesuciannya. Wajar saja jika Elara tak terima ketika Arion menuduhnya seperti itu. Rupanya sikap manis nan imut yang selama ini sang artis tunjukkan di depan media, hanyalah settingan saja. Sebab ternyata sikap dan perilakunya di dunia nyata, sungguh berbanding terbalik dengan semua sikap imutnya tersebut. Dia benar-benar pria menyebalkan, sinis, dan sama sekali tak seperti yang Elara bayangkan selama ini.

"Hey, Tuan Arion Kyle yang terhormat. Anda nggak perlu bersikap sok tampan dan sok menarik seperti itu. Baiklah, aku mengakui kalau kejadian semalam memang kesalahanku. Aku nggak sengaja melakukannya, karena semua itu di luar kesadaranku. Aku minta maaf untuk hal itu. Tapi, kamu juga nggak bisa sepenuhnya menyalahkan aku. Kamu juga salah, karena sudah melakukan hal itu. Kamu juga menikmatinya kan?" Elara menatap tajam pada Arion.

Namun, aktor asal Jerman itu hanya menyunggingkan senyum sinis dengan tetap memandang remeh kepada Elara. Pria itu kemudian meraih pakaiannya yang tergeletak tak jauh dari ranjang, dan bergegas untuk mengenakannya. Mengerti dengan apa yang hendak Arion lakukan, Elara cepat-cepat menutup kedua matanya dan menyembunyikan wajah di balik selimut. Selama mengenakan pakaiannya, Arion terus saja berceloteh, dan lebih tepatnya selalu mengatakan hal yang menyinggung perasaan Elara.

"Sudahlah. Jangan bersikap sebagai wanita yang sok suci. Kamu itu hanyalah wanita jalang yang datang ke kamarku dan menyerahkan diri dengan sukarela. Jadi, jangan pernah menyalahkan aku atas apa yang sudah terjadi. Karena aku sudah berusaha untuk menolaknya, tapi kamu tetap saja memaksaku untuk melakukannya. Lalu aku bisa apa? Aku pria normal, dan tentu saja aku menginginkannya. Jadi kamu nggak usah bersikap naif, karena kamu itu nggak ubahnya seperti gadis murahan yang nggak ada harga dirinya sama sekali."

Elara serasa tercekat mendengar semua perkataan yang terlontar dari bibir indah Arion. Kali ini ia tak bisa menyalahkan Arion atas kata-kata pedasnya tersebut, karena Elara sadar bahwa semua itu memanglah kesalahannya. Tanpa terasa, kedua netra indahnya mulai berkaca-kaca. Rasa sakit di hatinya mulai menjalar ke seluruh tubuh, hingga semua rasa itu terkumpul menjadi satu di kedua matanya, hingga menimbulkan luapan emosi berupa embun yang menggenang di pelupuk mata.

Karena kedua pelupuk matanya sudah tak kuat menahan bulir kristal yang hendak tumpah, Elara memejamkan kedua kelopak matanya dalam waktu yang cukup lama, sampai akhirnya butiran bening itu terjatuh begitu saja melalui kedua pipinya yang putih mulus.

Elara tak bisa berkata apa-apa lagi saat ini. Ia hanya bisa merutuki kebodohannya sendiri, karena tak bisa menjaga diri, sampai akhirnya ia harus jatuh ke dalam jurang kehancuran seperti ini. Dia juga tak bisa menyalahkan Arion, arena pria itu juga tak sepenuhnya bersalah.

Arion yang telah selesai berpakaian, sekilas melirik ke arah Elara. Ia cukup terkejut karena melihat bahwa gadis itu sedang menangis. Dia yang sangat penyayang pada semua gadis, merasa tak tega melihat air mata yang jatuh dari kedua netra indah gadis yang menjadi rekan one night stand-nya tadi malam. Ingin rasanya ia memeluk Elara dan menghapus air matanya, tetapi ia tak mungkin melakukannya, karena mereka hanyalah dua orang yang tak saling mengenal satu sama lain.

"Hey, bukan maksudku …."

"Lupakan saja. Aku nggak tersinggung dengan perkataan kamu kok, karena semua itu memang benar." Elara segera menjeda ucapan Arion barusan.

"Ah, lupakan saja. Kamu tenang saja, Tuan Arion. Aku nggak akan pernah menuntut apapun dari kamu, dan aku juga nggak akan pernah menyebarkan tentang hal ini. Kamu nggak akan pernah terlibat skandal apapun. Setelah hari ini, aku akan pergi jauh. Dan aku berjanji, kalau kita nggak akan pernah bertemu lagi." Elara berbicara dan berusaha untuk bersikap tenang.

Setelah itu, ia mengangkat wajah dan menatap pada Arion dengan menyunggingkan senyum manisnya.

Kedua mata Arion terbeliak kala ia mendengar ucapan Elara. Sebelumnya ia sempat berpikiran, bahwa gadis itu sengaja ingin menjebaknya dengan niat bisa menidurinya. Setelah itu, maka gadis itu akan meminta imbalan, dengan jaminan bahwa ia tak akan menyebarkan skandal yang melibatkan Jung-kook tersebut. Namun, nyatanya dia salah. Sebab Elara sama sekali tak mempunyai niat demikian. Gadis itu justru memilih pergi, tanpa memikirkan imbalan atau apapun. Padahal sudah jelas-jelas, bahwa Arion telah merenggut kesuciannya, dan Elara juga tak berniat untuk menuntut pertanggung jawaban darinya.

"Hey, maaf ya," lirih Arion penuh sesal.

"Nggak perlu minta maaf. Aku akan secepatnya pergi dari sini." Elara tersenyum sambil menyeka air matanya kembali.

"Aku nggak bermaksud …."

"Lupakan saja."

Usai berkata demikian, Elara bergegas turun dari ranjang dengan menyeret selimutnya menuju ke kamar mandi sembari membawa pakaiannya tadi malam. Sama sekali tak dipedulikannya rasa sakit yang teramat sangat, menjalar di pangkal pahanya. Ia hanya ingin segera pergi dari tempat ini, tanpa terlibat lebih jauh dengan sang idola..Di dalam kamar mandi, Elara segera membersihkan diri dan berganti pakaian. Setelah selesai bersiap-siap, Elara pun keluar dari kamar mandi. Dia mendapati Arion yang sedang termenung sambil duduk bersila di atas ranjangnya. Elara mendekati pria itu dan meletakkan selimut di sampingnya.

"Nah, ini selimut milikmu. Aku akan pergi," ujar Elara yang segera mengambil tas dan mengenakan sepatu high heelsnya.

Arion seketika mengangkat wajahnya saat mendengar suara Elara yang terdengar begitu dekat di telinganya. Ia terkesiap, darahnya berdesir, melihat penampilan Elara yang nampak cantik dan begitu fresh. Gadis itu bahkan terlihat begitu seksi dengan busana minim yang semalam ia kenakan ketika masuk ke kamarnya. Pria itu nampak kesulitan menelan salivanya sendiri, karena tak kuasa melihat kecantikan serta tubuh seksi Elara yang teramat menggoda.

"Selamat tinggal, Tuan Arion Kyle."

Tanpa Arion sadari, Elara sudah memutar knop pintu dan bersiap untuk meninggalkannya. Arion pun spontan ingin mengejarnya, tapi Elara sudah terlebih dahulu mencegahnya dengan mengangkat tangannya sendiri.

"Berhenti! Jangan mengejarku! Ini adalah pertemuan pertama dan terakhir kita. Jadi, lupakan semua ini. Toh kamu juga nggak akan merasa dirugikan," ucap Elara dengan nada sinis.

"Tunggu, tapi aku ingin tahu siapa namamu?" Arion masih berdiri dengan jarak yang cukup jauh dari Elara.

"Elara. Namaku Elara Margaretha."

Setelah menyebutkan namanya, Elara bergegas keluar dari kamar tersebut dan melangkah pergi sejauh mungkin, meninggalkan Arion seorang diri, yang merasa bersalah dengan kepergian Elara, serta apa yang sudah ia lakukan tadi malam.

"Elara. Jadi namamu Elara. Nama yang sangat cantik, seperti pemiliknya. Hmm, maafkan aku, Elara. Karena aku sudah merenggut kebahagiaan dan masa depanmu. Maafkan aku," lirih Arion penuh sesal.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status