Pagi itu William terbangun oleh aroma masakan yang membuai indra penciumannya. Bau masakan yang sepertinya enak itu juga menggoda perutnya yang dari semalam memang tak sempat ia isi. Alhasil, perut itu pun kini mulai berdemo minta di beri haknya. Mata yang sebenarnya masih teramat mengantuk pun sudah tak bisa tenang lagi untuk terpejam. Perlahan, mata itu mengerjap dan mencoba membiasakan dengan cahaya yang mulai masuk ke netranya. Di mana ini? batinnya bertanya saat menemukan langit-langit ruangan yang terasa asing untuknya. Ia lalu mengerjap lagi, sambil mencoba mengingat di mana kiranya ia saat ini. Ah, iya. Ini pasti rumah kontrakannya Navisha. Semalam bukannya dia memilih pulang ke sini dari pada apartemennya, sepulangnya ia dari rumah sang kakek di luar kota. Ya, dia ingat belum pulang lagi dan malah minta ijin tidur di sini. Setelah ingatannya kembali. William pun bangun dan meregangkan tubuh yang terasa kaku. Rasa nyeri masih terasa di beberapa bagian tubuhnya. Terutama per
"Uhm ... Papa belum bisa janji untuk saat ini, Nak. Doain aja urusan papa cepet selesai dan kita cepet bisa tinggal bareng, ya?" William mencoba menjawab dengan bijak. Sambil sesekali melirik Navisha yang masih terlihat acuh. Meski begitu, dari gerak tangannya yang melambat, ia tahu Navisha sebenarnya tak sepenuhnya abai pada ucapan sang anak. William berharap, Navisha tidak keras kepala lagi."Iya, Pa. Angle doang semoga urusan Papa cepet selesai. Biar Papa bisa sama Angel dan mama terus. Angel gak mau jauh dari Papa lagi. Mama juga pastinya, iya kan, Mah? Nanti gak usah diem-diem nangis karena kangen Papa lagi."Uhuk!Sejurus kemudian, Navisha pun tersedak makannya sendiri. Ucapan Angel barusan berhasil membuatnya luar biasa malu. Dia tercyduk, Gaes!Sementara itu, William yang juga sempat terkejut barusan dengan informasi yang di berikan Angel, kini sudah menaikan sebelah alisnya sambil mengulum senyum menatap Navisha. Meski begitu, tangannya sudah cekatan menyodorkan segelas air
Akhirnya, drama pagi ini ditutup dengan William yang bersikukuh ingin ikut acara sekolah Angel hari ini. Meski Navisha sudah menjelaskan akan sulit untuk tambah orang karena acaranya memang sudah di jadwalkan dua bulan lalu. William tetap ngotot. Mau tak mau, Navisha pun menelepon guru Angel untuk menanyakan kemungkinan seat yang masih kosong. Dan jawabannya adalah .... tetap tidak ada!William sih ngeyel. Dibilang susah juga masih aja keukeuh. Navisha jadi pusing kan ini jadinya. Menghadapi kerewelan Angel yang tetap ingin sang Papa ikut dan keras kepala William yang keinginannya sama. Dikata sekolah milik sendiri apa."Ya udah, kamu nyusul aja pake mobil sendiri," final Navisha akhirnya. "Nggak boleh!" Angel yang menolak. "Nanti kalau di mobil Angel dinakalin Novan sama Rafif, gimana?""Kan ada mama. Nanti Mama yang belain kamu.""Nanti mamanya Novan sama Rafif ikutan nakalin Mama, gimana?"Tuhaann ...."Ya udah, kalian ikut mobil Papa aja!" Itu keputusan William. "Jangan!" Angel
Bisik-bisik bernada penasaran pun mulai berdengung menyambut kehadiran William, yang pagi ini tampil casual, dengan kaos hitam pas body di padu jaket base ball dan celana denim. Tampan sekali. Saking tampannya, semua mata ibu-ibu di sana nampak berbinar macam melihat plang diskonan di butik langganannya. "Eh, siapa itu? Ganteng banget!""Ya ampun, itu orang apa malaikat nyasar? Gantengnya bikin silau.""Aduh, ganteng banget. Jadi pengen ngekepin.""Aduh, rahimku mendadak anget."Dan banyak lagi celetukan absurd mereka terhadap William. Mereka terus memuji William tanpa henti dengan mata berbinar tanpa berkedip. Di tempatnya, Navisha memutar mata tak habis pikir melihatnya. "Papa?!" seru Angel kemudian seraya berlari ke arah William. Membuat fans baru William itu terkesiap kaget dengan mata membola sempurna. "Papa?" beo mereka kompak tak percaya. "Kenapa bisa jadi begini? Siapa yang sudah membuatmu seperti ini? Bilang sama Papa." William menyambut kehadiran Angel dan langsung memba
"Are u kidding me?" William menaikkan sebelah alis dengan sorot keberatan pada apa yang Navisha sodorkan padanya. Gadis itu malah menaikan baru acuh ."Kan kamu yang maksa ingin ikut acara ini. Jadi ya ... mau tak mau kamu juga harus ikut peraturannya."William termangu, masih menatap keberatan pada sesuatu di tangan Navisha yang membuat matanya gatal sekali. Yang benar saja!"Ya tapi ... kenapa harus pink, Nav!" William kembali protes. Benar-benar keberatan jika harus memakai benda di tangan Navisha, yang itu sebenarnya adalah kaos khusus acara sekolah Angel hari ini. Bukan masalah kaosnya yang nampak rame dan norak di mata William. Tetapi karena warna itu, loh. Pink! Warna yang biasanya di sukai para wanita. Pink menyala pula mirip stabilo, tetapi agak gelap lagi. Alamak! Membayangkannya saja William sudah bergidik ngeri!Sebagai seorang pemilik distro kaos dan perlengkapan anak muda di negara ini, jelas William sangat tahu fashion. Dan jelas, warna pink seperti itu tidak akan mas
"Bagaimana para saksi? Sah?""Sah!""Sah!"Alhamdulilah ....Koor berupa syukur pun terdengar. Di tempatnya, Navisha pun turut lega dan bahagia. Ia mengangkat kedua tangannya, seraya mengaminkan doa yang dipanjatkan penghulu di depan sana. "Amiinnn ...." Ia menutup doanya seraya mengusap wajah dengan kedua tangannya. Angel di pangkuannya turut melakukan hal serupa dengan sang ibu. Tak lama setelahnya, pengantin wanita pun dihadirkan. Diiringi Nissa dan Karina di kedua sisinya. "Tante Naira cantik ya, Ma," puji Angel polos. "Iya. Cantik banget." Navisha mengaminkan. Karena memang Naira di sana, yang kini menjadi mempelai wanita di acara ini nampak sangat mempesona. Di balut kebaya modern berwarna putih tulang, dengan segala riasannya dan sapuan make up flawless. Naira nampak sangat luar biasa. Lihatlah, bahkan suaminya sampai tak mengedip sejak kehadiran wanita itu. Di tempatnya, Navisha turut bahagia melihat akhirnya salah satu sahabatnya itu telah bersatu dengan sang pujaan. Da
William menghela napas berat sambil memperhatikan Navisha dari balik pintu dapur hotel tempat acara resepsi privat akan dilaksanakan. Gadis itu kini tengah berjibaku dengan tepung dan kawan-kawannya untuk membuatkan Naira sebuah kue pengantin yang tingginya satu meter.Gila memang bule yang baru saja menjadi suami Naira itu. Mentang-mentang punya uang dan kuasa, seenaknya saja membuat acara dadakan tanpa perduli pada perasaan orang. Bukan, William bukan tak suka, atau tak ingin membantu dan terlibat dalam acara penting sepupunya ini. Akan tetapi, bok ya jangan seenaknya juga. Kasihan Navisha. Dia pasti sangat akan sangat lelah. Sudah mah semalam kurang tidur, pagi repot oleh acara sekolah Angel. Kini, harus bekerja keras macam kesetanan membuat kue. Tiga jam! Ya, Tuhan .... punya otak gak sih, dia? Ah, tepatnya punya hati gak, sih? Beruntung Navisha ahlinya dalam membuat panganan manis itu. Hingga gadis itu tak sepertinya tak menemukan kendala yang berarti. Adapun alasan kenapa Navi
"Tapi aku belum memutuskan apa pun. Bahkan memikirkannya lagi belum ingin."Hening tercipta. Tidak ada hal berarti dari William untuk menimpali ucapan pedas Navisha barusan. Pria itu hanya terdiam sambil menatap sang pujaan dengan lekat. Seolah tengah menyelami sorot mata yang nampak berani menatapnya. Sejurus kemudian William tersenyum miring. Tubuhnya bergerak perlahan namun penuh ketegasan menghampiri gadis yang begitu keras kepala itu. Navisha sontak melangkah mundur seiring langkah mendekat William. Entah kenapa, jantungnya kini merasa sedikit takut melihat tatapan tajam dan seringai iblis itu. Glek!Navisha menelan saliva kelat tanpa sadar, saat tubuhnya tertahan tembok di belakang tubuhnya. Ia terpojok, tak bisa lari ke mana pun. Sementara itu, William terus bergerak mendekat dan semakin mengintimidasi Navisha. "Jangan menguji kesabaranku, Nav," ucapnya dingin sengaja ia bisikan pada telinga Navisha. Membuat gadis dewasa pemilik lesung pipit itu meremang di tempatnya. "Kau t