Wano mengangkat cincin di jari Yuna dan berkata dengan senyuman, "Aku sudah melamar Yuna dan berencana mendaftarkan pernikahan hari ini."Mata Yudha berkaca-kaca melihat cincin berlian besar di tangan Yuna.Yudha bahagia karena Yuna akhirnya menemukan rumahnya sendiri.Disaat bersamaan, Yudha juga sedih karena bayi kecil yang dia rawat akan menikah.Wano seperti mengerti pemikiran Yudha, jadi dia segera menenangkannya dengan suara beratnya."Jangan khawatir ayah, Yuna akan selalu jadi anakmu, dia bisa sering pulang dan menginap meskipun kami sudah menikah, aku juga akan pulang menemani Yuna dan ayah."Mata Yudha dipenuhi air mata terharu sambil mengangguk dan tersenyum, "Oke, aku akan tenang selama kalian baik-baik saja.""Tenang saja, aku akan memperlakukan Yuna dengan baik."Yuna merasa lega ketika mendengar janji Wano pada ayahnya.Yuna mengeratkan pegangan tangannya pada tangan Wano.Helikopter segera sampai di desa.Yuna bergegas berjalan ke arah rumah kakeknya bersama dengan oran
Mendengar kalimat itu, Wano melirik mereka dengan tatapan dingin serta bibirnya menyunggingkan senyuman aneh."Mau kasih hadiah apa?"Si wanita tersenyum kemenangan, "Kakek punya mangkuk bersejarah yang katanya bernilai sangat mahal. Kalau kita berikan itu pada presdir, tahun depan anak keduaku bisa jadi manajer cabang dengan gaji miliaran pertahun. Cuma dokter kecil mana bisa dibandingkan dengan itu?"Yuna mengernyit melihat orang-orang dengan sikap aneh itu.Sudah bertahun-tahun dan mereka masih belum merubah sikap bersaingnya.Kemampuan Yudha-lah yang membuatnya mampu mengatur perusahaan yang diwariskan dari kakeknya, tapi rasa iri orang-orang ini keterlaluan.Mereka selalu memakai latar belakang Yuli yang buruk untuk menghina pengaruh Yudha di dalam keluarga.Yuna yang tidak ingin berdebat dengan orang-orang itu, segera menarik tangan Wano dan berbisik, "Jangan dengarkan, mereka memang seperti itu."Wano tersenyum tidak setuju, "Nggak bolehkah aku mendapatkan barang antik untuk ist
Wano memeluk Yuna tak berdaya dan suaranya terdengar sedih."Aku balik dulu, ya. Setelah semuanya selesai, aku akan datang lagi menemuimu."Yuna membelai punggung belakang Wano seakan menghiburnya, "Pak Wano ternyata sungguh patuh, ya."Wano menatap tajam Yuna dan tersenyum nakal, "Jangan menggodaku. Kalau nggak, dengan senang hati aku akan membiarkan Kakek melihat aku menciummu."Yuna tertawa, kemudian dia memundurkan tubuhnya ke belakang dan menarik lengan Wano lalu berkata, "Kek, biarkan Wano pergi. Aku dan Ayah yang akan tinggal di sini untuk menjaga Kakek."Sorot mata Kakek tampak enggan berpisah dengan Wano, "Pergilah, anak muda memang bagus kalau sibuk."Wano tampak berbincang kembali sesaat dengan Kakek, lalu baru lah mengajak Yuna keluar dari kamar.Helikopter itu berhenti di sebuah lahan kosong di ujung timur desa.Terlihat banyak orang yang sudah berkerumun mengelilingi helikopter, karena mereka merasa asing dengan benda itu.Untung saja tidak ada lampu jalan, yang ada hanya
Yuna menghentikan langkahnya, dia menatap wajah pria tampan itu dan berkata dengan heran, "Pak Hans, mengapa kamu bisa di sini?"Mengapa sosok Hans begitu mirip dengan Wano?Tak hanya itu, bentuk tubuh dan gerak-geriknya juga sangat mirip.Dia hampir saja melakukan kesalahan. Kalau sampai Wano tahu, dia pasti sangat cemburu.Hans tersenyum lembut, "Aku membeli lahan tanah itu dan rencananya akan kubangun sebuah Kawasan Desa Ekologi."Arah mata Yuna mengikuti gerak tangan Hans dan terlihat sebuah padang hijau yang luas.Dia mengangguk setuju, "Lahan itu memang dikelilingi oleh pegunungan sehingga lingkungannya sangat bagus dan airnya juga jernih. Kamu bisa membangun sebuah Taman Hiburan Air di sini, pasti akan ramai pengunjung."Hans tersenyum dan berkata, "Rupanya kamu cukup memahami hal itu.""Aku pernah mengerjakan proyek Taman Hiburan Air bersama dengan Wano, tak jauh beda dengan keadaan di sini."Saat mengungkit tentang Wano, mata Hans tampak suram.Suaranya terdengar lebih pelan,
"Ini sudah malam, kenapa kamu kemari?"Wano menundukkan kepala untuk mencium Yuna. Dia tersenyum dan berkata, "Aku datang kemari karena rindu padamu."Dia bahkan rela beberapa hari ini tidak cukup tidur agar bisa bertemu dengan Yuna.Mata dia pun masih tampak merah.Yuna menyentuh wajah tampan Wano dengan lembut, "Kamu lelah?"Hidung Wano menyapu lembut pipi indah Yuna dan berbisik di samping telinganya, "Iya, aku lelah, tapi kalau sama kamu, aku nggak lelah."Wajah Yuna tampak merah mendengar kata-kata itu.Dia membaringkan dirinya di atas dada Wano dan berkata dengan kesal, "Jangan asal bicara, di dalam masih ada orang."Wano terkekeh pelan, "Artinya aku boleh menciummu kalau memang kamu nggak kasih aku bercinta."Sebelum Yuna bisa bereaksi, Wano sudah lebih dulu menundukkan kepalanya dan mulai mencium Yuna.Aroma tubuh yang menyegarkan dan penuh hasrat itu telah membuat Yuna mabuk kepayang.Erangan kecil pun mulai keluar dari bibir Yuna.Makin lama, ciuman Wano semakin memanas. Seak
Mendengar ucapan itu, senyum di wajah Wano berubah kaku.Dia berbisik di samping telinga Hans dan berkata, "Siapa kamu sebenarnya? Apa hubunganmu dengan Yuna?"Hans meminum anggurnya dengan santai sambil tersenyum, "Coba tebak!"Wano menginjak kaki Hans dengan kuat. Dia tetap tersenyum sambil menggertakkan giginya."Aku nggak peduli kamu siapa. Aku nggak akan membiarkanmu merebut Yuna dariku. Dia milikku.""Semua itu tergantung pada kemampuanmu untuk melindunginya. Aku pernah berjanji pada Yuna, bahwa aku akan selalu menjaganya seumur hidup. Aku nggak akan pernah mengingkari janjiku itu.""Pak Hans, apakah yang kamu maksud itu janji masa kecil kalian dulu? Yuna sudah lama melupakan janji itu. Bukankah lucu kalau kamu tetap bersikeras untuk mengingat janji itu?""Lucu? Apa aku harus mengungkapkan identitasku dan melihat apakah Yuna masih ingat dengan masa lalu kami berdua?"Mendengar hal itu, Wano meraih pergelangan tangan Hans dan mengancamnya, "Berani kamu!"Kedua pria itu saling memp
Yuna mulai memakai pakaian dan saat berjalan keluar dari kamar, dia melihat Wano duduk bersila di atas tikar sedang bermain catur dengan Kakek.Wano mengenakan sweter rajut warna hitam yang dipadukan dengan celana panjang.Punggung dan kakinya tampak tegap dan ramping.Lengan sweter itu tampak sedikit dinaikkan ke atas, menunjukkan otot-otot lengan yang kuat.Sosoknya begitu angkuh dan berkarisma, tidak sesuai dengan keadaan lingkungan di sekelilingnya dan keadaan itu sangat bertolak belakang.Kakek langsung menyapa Yuna saat dia berjalan menghampiri, "Yuna, beritahu Kakek langkah selanjutnya harus bagaimana. Pemuda ini mahir sekali bermain catur dan bahkan sudah menang tiga ronde dariku."Yuna tersenyum dan duduk di samping Kakek, lalu menatap Wano dengan rasa tidak puas."Mengalah pada orang yang lebih tua, begitu saja masa kamu nggak tahu."Wano tampak tersenyum, "Kakek adalah seorang master catur, kalau aku mengalah beberapa langkah, artinya aku meremehkan Kakek, bukan begitu?"Kak
Setelah berkata hal itu, dia berjalan masuk ke dalam.Dia langsung menatap pria yang sedang duduk di atas tikar itu.Pria itu berpakaian serba hitam dan duduk di sana dengan punggung tegak.Sebagian rambutnya dibiarkan jatuh ke atas keningnya, membuatnya tampak mempesona.Terdapat senyum di dalam mata itu.Raut wajah Tonny seketika berubah menjadi takut dari yang tadinya masih angkuh.Kakinya tidak bisa berhenti gemetar.Tania tidak sadar bahwa ada yang tidak beres dari anaknya itu. Dia justru bergegas menarik lengan putranya dan berkata, "Nak, lihat baik-baik barang-barang ini. Beritahu Kakek barang-barang ini sebenarnya palsu atau nggak."Tonny merupakan seorang manajer dari salah satu departemen di perusahaan yang merupakan bagian dari Grup Lasegaf. Jadi, mana pernah dia bertemu langsung dengan Wano.Tapi, dia pernah melihat Wano di televisi.Dia pernah mendengar rumor bahwa di samping Pak Wano ada seorang sekretaris wanita yang sangat cantik.Namun, dia sungguh tak menduga bahwa wa