"Aku akan mengalahkan Jaka!" tegas Red dengan matanya yang merah. "Dia akan aku musnahkan saat dia sedang tidak siap!""Wow!" Irawan tersenyum senang mendengar apa yang baru saja dikatakan sosok menakutkan ini. Entah apa yang membuat Red memutuskan hal itu tapi sungguh jawaban itu adalah semua yang ditunggu oleh polisi muda nan licik ini.Setelah mendengar perkataan Red, Irawan sengaja tidak melajutkan perbincangan ini. Dia tidak mau Red berubah pikiran terlebih karena dia tau sebenarnya masih ada kemungkinan bagi Red untuk berubah.Polisi muda itu lalu kembali ke rumahnya dan membereskan ruanga sesajennya sambil menunggu kabar dari sosok yang berjanji akan memusnahkan Jaka yang semakin perkasa itu. "Kamu menunggu seseorang?" tanya Marni, pelayan di rumah Irawan saat majikannya itu tidak kunjung beranjak dari ruangan bercahaya remang-remang itu."Aku menunggu tamuku," sahut Irawan masih tetap duduk di lantai menghadap meja sesajennya."Karena sudah malam saya pamit tidur, ya, Pak,"
Sial! Teriakan itu lantang terdengar saat Irawan akhirnya tiba di kantornya dan berjalan cepat memasuki sel tempat Jaka berada. "Cepat bawa pria menyebalkan itu kemari!" "Siapa?" tanya polisi yang berada di meja jaga pagi itu."Siapa? Bukankah yang aku bui cuma satu orang?" tanya Irawan begitu marah.Polisi itu diam saja dan sedetik kemudian memutar wajahnya ke ara pintu menuju sel tempat Jaka kemarin bermalam. "Tidak ada siapapun di dalam penjara, Pak,"Hah!Irawan mempercepat langkahnya memasuki sel tempat Jaka ditahan lalu menyadari kalau apa yang dikatakan bawahannya itu benar adanya.Sel tahanan kosong dan tidak ada siapapun di sana bahkan polisi penjaga. Tentu Irawan jadi panik dibuatnya dan matanya semakin cekung karena belum juga berhasil membayar tumbal untuk semua keinginannya. "Apa yang harus aku lakukan sekarang!" Irawan menendang tralis di depannya kemudian memutar badannya kembali ke ruang kerjanya.Saat tiba di ruang kerja dia bertemu polisi yang kemarin dimintanya me
Pak!Teriakan itu membuat semua orang panik kemudian segera membawa tubuh Irawan masuk mobil agar bisa tiba di rumah secepatnya.Beberapa menit kemudian mobil yang membawa Irawan akhirnya tiba di halaman rumahnya dan beberapa pelayan segera menyambutnya termasuk supir kepercayaannya.Marni yang juga ada di dalam rumah cepat-cepat lari menghampiri majikannya. Wanita berusia 40 tahun itu lalu meminta supir Irawan membawa masuk majikannya kemudian membaringkannya di atas sofa rumah mewah itu. Suara riuh sempat terdengar dari para pelayan yang takut melihat kondisi Irawan yang begitu aneh tapi dengan cepat Marni meminta para pelayan dan polisi bawahan Irawan untuk pergi saja."Tapi..." "Kalian tidak tau apa-apa, biarkan aku dan supir saja yang ada di ruangan ini. Selebihnya kalian tinggalkan kami," Mendengar perintah dari pelayan senior itu anggota polisi dan pelayan lain segera meninggalkan tempat, tinggalah Marni dan supir yang masih ada di sana menunggu kondisi Irawan yang belum jug
Hiyaaa!Mata Marni terbelalak penuh emosi saat tangannya akhirnya berusaha menikam Jaka yang masih saja tersenyum lebar seakan tidak merasakan takut akan apa yang sedang dilakukan pelayan sepupunya itu.Jaka terus tersenyum saat pisau yang ada di tangan Marni semakin dekat menyayat tubuhnya dan saat tikaman itu semakin dekat dengannya tiba-tiba suara petir mengelegar di atas langit.Duaar!Mata Marni memutar ke atas langit-langit rumah dan dengan wajah ketakutan dia segera menjatuhkan pisau yang sejak tadi dia genggam.Apa itu!Jaka menatap Marni yang ketakutan lalu berkata. "Itu tandanya kamu akan kalah dengan mudah," desisi Jaka begitu percaya diri.Pengantar peti mati itu lalu melangkah melewati tubuh Marni yang masih terpaku menatap langit-langit rumah karena meyakini wanita ini sudah kalah bahkan sebelum dia menyentuhnya.Tidak!Marni memutar wajahnya ke arah pisau yang ada di lantai lalu meraihnya lagi kemudian dengan posisi jongkok kembali memutar wajahnya ke arah Jaka yang mas
"Aku nggak mau tau, Mas! Pokoknya hari ini kamu harus dapet kerja!"Petak rumah persegi yang cukup sempit itu tidak pernah sepi. Gema suara Roro terus mengalun hingga sang suami frustasi sendiri. Barangkali para tetangga pun tidak berhenti mendengar pembicaraan mereka.Pasalnya, Jaka—suami Roro belum mendapatkan pekerjaan semenjak jatuh miskin. Waktu pria itu habis hanya untuk tidur, menonton televisi, dan main catur bersama para tetangga di warung.Jaka masih mencoba mengusap punggung Roro, meminta wanita itu untuk tenang. Dia malu kalau seisi kompleks perumahan kecilnya itu mendengar bentakan Roro setiap hari."Sabar, Neng. Aku juga masih berusaha nyari kerjaan. Kamu doain aku dong. Jangan malah dibentak-bentak kayak gini."Jaka beralih mengusap perut buncit Roro dan mencoba memeluknya. Akan tetapi, wanita itu malah menepis. Tatapan tajamnya sungguh sadis. Hingga di detik itu Jaka menciut dan memilih mundur sedikit jauh dari wanita itu."Sabar-sabar! Dari dulu tetep aja disuruh saba
“Kau mau lamar kerja?” tanya seorang petugas keamanan saat melihat pria 28 tahun itu melangkah penuh semangat.“Iya, saya mau lamar kerja! Apa perlu bikin surat lamaran?”“Eh! Tidak usah!” petugas itu lalu menyodorkan selembar kertas formulir untuk diisi. “Ini bolpoinnya. Isi aja, nanti aku yang antar ke HRD!”“Segampang itu?” Jaka tak menyangka akan mendapatkan kemudahan di awal. Biasanya untuk melamar kerja dia harus membawa selembar surat dengan tulisan tangan yang rapi dan beberapa kelengkapan lain, tapi disini semua terbalik.Ini!Jaka menyodorkan formulir itu dan diterima dengan senyuman oleh petugas keamanan.“Baik! Sambil nunggu hasil kamu boleh ambil rokok sepuasmu!” tunjuk pria paruh baya itu ke arah meja yang terdapat rokok berbagai merek.“Enak amat!” celetuk Jaka lalu tersenyum.“Kerja di sini itu enak, cuma sayang jarang banget orang yang mau ngisi posisi di sini!”“Oh, ya!”“Sudah, sambil nunggu silahkan ngerokok dulu. Ada kopi juga di meja itu!”Jaka hanya mengangguk l
Tangis sesegukan terdengar semakin kencang. Telinga Jaka seperti bergetar, ingin menolak suara itu merasuki otaknya. Dia kembali memejamkan mata, sedangkan suara klakson semakin ramai menegurnya.Jaka menarik napas dalam-dalam. Bayangan tentang Roro yang akan marah besar bila ayam potong dan beras itu tidak dapat dibelikan menggerayangi otaknya. Di samping itu, dia memikirkan tentang keadaan anaknya. Kalau sampai pada titik Roro harus bersalin dan dia belum mendapat uang sama sekali, Jaka tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri. Dia akan menjadi pria paling gagal dalam memperjuangkan keluarganya.Jaka memungut kembali serpihan-serpihan keberanian yang tercecer dan kembali menyalakan mesin mobil. Dia melanjutkan perjalanannya menuju tempat tujuan. Terlepas dari rasa takut yang menyerangnya dan keinginan mendapatkan uang lebih cepat, ada amanah dari Danu yang harus dirampungkan.“Sedikit lagi Jaka! Sedikit lagi!” bisiknya menyemangati diri.Jaka mempercepat laju mobil begitu sampai di
“Kenapa, Mas?” tanya Bowo sambil terkekeh. “Ah! Nggak!” jawab Jaka sok berani. Dia sebenarnya takut bukan main tapi bukan Jaka anaknya Pak Gunawan kalau dia harus terlihat penakut di depan teman kerjanya.“Kalau gak ada apa-apa kita sarapan dulu aja!” lanjut Bowo.Roti basah yang dibekalkan Roro dari rumah ludes sudah. Jaka langsung membuang bungkusnya dan segera menandaskan secangkir kopi yang disiapkan Danu. Bowo juga ikut menghabiskan kopi jatahnya lantas memeriksa mobil."Saya Jaka. Pekerja baru yang katanya bakal nganter peti mati bareng Bowo."Bowo mengangguk. "Wah, kamu masih keliatan muda banget. Salam kenal, saya Bowo yang bakalan jadi kernet kamu hari ini," jawabnya sembari tersenyum.Keduanya sudah siap untuk berangkat. Usai memasuki mobil, mereka langsung mengenakan sabuk pengaman. Gas ditarik pelan dan mobil berhasil memotong jalan, menyusul kendaraan lain yang lewat.Perjalanan pagi ini masih cukup lancar. Belum banyak kendaraan yang berlalu lalang. Matahari pun belum m