"Kamu jangan pikirkan apa pun jika itu membuatmu semakin terluka. Hidupmu terlalu berharga untuk dihabiskan dengan menangis!" Antonio mengusap air mata di pipi Cassandra dengan kedua ibu jarinya.Cassandra membalas tatapan mata teduh milik Antonio, lalu mengangguk samar. Wanita itu menoleh ketika merasakan pergerakan dari Andrian di belakangnya."Cassandra, kita pulang bersama!" ajak Andrian dengan suara tercekat. "Ayo, bersamaku, lalu kita bicarakan baik-baik!" lanjut laki-laki itu memohon.Namun, ajakan Andrian justru membuat Cassandra tersenyum geli. Sedangkan Antonio, ingin sekali rasanya menghajar kembali wajah penuh memar milik Andrian. Kedua tangan Antonio terkepal, tetapi dia harus berusaha menahan diri untuk tidak kembali terbawa emosi."Tidak tahu malu!" desis Antonio geram, lalu kembali menatap Cassandra. "Apa kamu ingin pulang bersamanya, Bellissima?" tanyanya memastikan."Aku tidak akan kembali bersamanya. Mulai detik ini, Andrian Petruzzelli tidak memiliki hak apa pun ti
Andrian mendekati istrinya dan menatap wanita itu sendu. Dia pun meminta dengan suara bergetar,"Cassandra, izinkan aku bicara sebentar dengan Emillia!" Cassandra menatap Andrian tanpa ekspresi. Sekuat tenaga dia mengatur emosinya supaya tidak meledak. Juga berusaha menahan diri supaya tidak terpengaruh dengan tatapan memelas Andrian. Laki-laki di depannya itu sangatlah pandai bersandiwara. Mulut dan hatinya tidak sinkron. Dia juga sangat mudah membuka hati untuk wanita lain. Bahkan dari mulut manis Andrian, Cassandra kembali terbuai oleh komitmen palsu. Nyatanya, ada benih Andrian di rahim wanita lain. Dan itu adalah kesalahan fatal kesekian kali yang tidak mungkin mendapatkan maaf lagi."Cassandra!" panggil Andrian lagi, terpaksa menyadarkan Cassandra dari lamunan."Baiklah, silakan bicara lima menit karena Emillia akan tidur!" sahut Cassandra dengan nada dingin.Andrian mengangguk samar dan menelan saliva dengan berat. Lalu, laki-laki tampan itu berjongkok, mensejajari tinggi Emi
"Andrian, bisa bantu jawab pertanyaanku? Sepertinya Nona Marta tidak mau menjawab!" Cassandra beralih menatap suaminya.Andrian mendengus kasar, tatapannya berubah tajam pada Cassandra. Dia tidak menyukai hal ini. Cassandra seperti sedang mempermalukan dirinya. "Apa kamu pikir pertemuan ini penting? Bukankah aku sudah memintamu bicarakan hal ini berdua saja?" tanya balik Andrian dengan kesal.Alis Cassandra naik sebelah. "Apa kamu tidak mengakui jika Nona Marta Glebova adalah karyawan La Stampa? Kalian sering melakukan perbuatan yang tidak seharusnya di kantor. Apa ini termasuk hanya urusan kita berdua, Andrian?" cecarnya balik.Ivo mengulurkan tangan, mengusap punggung Cassandra untuk menenangkan wanita itu. Laki-laki paruh baya tersebut merasa prihatin atas badai yang kembali mengguncang rumah tangga Andrian dan Cassandra."Jadi, apa maumu, Cassandra?" tanya Andrian ketus."Aku hanya ingin mengatakan jujur padamu, Andrian. Ini bukan keputusan dari aku, tapi dari Tuan Gennaro. Jadi,
"Rekaman suara? Rekaman suara tentang apa?" ulang Andrian dengan kening berkerut dalam.Andrian tidak mengerti, mengapa terlalu banyak rahasia yang disembunyikan darinya? Rahasia yang merugikan dia, tentu saja. Andrian benar-benar dianggap sebagai pecundang oleh kakeknya sendiri. Ah, bukan! Tepatnya dipaksa menjadi pecundang.Selama Gennaro masih hidup, Andrian memang sering membuat kesalahan. Tidak jarang, Andrian membangkang aturan kakek dan neneknya. Namun, tidak seharusnya dia mendapatkan hukuman seperti itu. Dicoret dari daftar pewaris tunggal dengan alasan yang tidak masuk akal adalah hal gila menurut Andrian.Cassandra hanya tersenyum sinis tanpa mau menjawab pertanyaan Andrian, kemudian memasuki mobil Antonio. Bunyi pintu yang ditutup sedikit keras, menyentak Andrian dari lamunan."Apa maksudnya rekaman suara itu? Aku merasa tidak membuat kesalahan apa pun!" ucap Andrian geram sambil menatap mobil yang mulai bergerak pelan meninggalkan tempat parkir.Selanjutnya, Andrian juga
"Emillia benci Pappa!" Kembali Emillia berteriak di atas panggung.Gadis kecil itu memberontak dari pelukan sang guru. Dia pun melemparkan piala dan piagam yang baru didapatkan. Emillia berlari ke arah Cassandra dan memeluk wanita itu sembari terus menangis."Emillia jangan begini! Seharusnya kamu senang karena menang lomba, Principina!" hibur Cassandra dengan suara bergetar."Mammà kita pulang!" ajak Emillia lagi.Tak ingin membuat keributan, akhirnya Cassandra pun menurut. Dia mengeratkan rahang ketika mendapati Andrian ternyata masih duduk mematung di kursi paling belakang."Puas kamu mendengarnya?" tanya Cassandra dingin lalu meminta Antonio membawa Emillia ke mobil lebih dahulu.Andrian menatap Cassandra nanar. Hari ini tidak hanya Cassandra yang telah dibuat kecewa. Namun, juga Emillia. Seandainya dia tidak bodoh dan egois, maka hal ini tidak akan terjadi. Keluarganya masih utuh sembari menunggu kehadiran anak ketiga mereka. Andrian juga tidak tahu, seandainya Davidde sudah besa
"Aku memang memiliki rencana itu. Tapi itu dulu dan aku tidak benar-benar berniat melakukannya, Zio. Kebencianku pada Helena yang membuatku melakukan itu!" Andrian berucap datar."Apa pun yang kamu lakukan sekarang, tidak lagi berpengaruh, Andrian. Surat wasiat itu sudah ditulis Tuan Gennaro. Ini bukan hanya tentang harta yang tidak diwariskan padamu, tapi lebih pada kekecewaan seorang kakek pada cucunya. Apa kamu tidak berpikir, bagaimana kecewanya Tuan Gennaro padamu sampai dia kena serangan jantung?" tanya Ivo dengan suara bergetar menahan emosi dan amarah.Tidak pernah disangka, hubungan Andrian dan Gennaro berada di titik terendah, justru ketika laki-laki tua itu menjelang akhir hidupnya. Andrian memang badung. Sebagai cucu tunggal dan calon pewaris kekayaan Petruzzelli, dia tumbuh menjadi pria arogan. Selain kehilangan kedua orang tua dalam waktu bersamaan, Andrian juga salah pergaulan. Kehidupan high class yang bebas, telah dijalani Andrian sejak remaja. Dia pun menjadi kehila
Andrian tidak memikirkan apa pun. Tidak juga Cassandra yang sudah berkhianat padanya. Juga anak-anak yang ditinggalkan di rumah. Dia kini hanya pasrah ketika lagi-lagi hati dan akal sehatnya kalah olah nafsu.Kedua orang yang tengah digulung nafsu itu bergumul liar di tempat tidur berukuran queen size milik Marta. Suara desahan dan rintihan memuja saling bersahutan di situ.Marta tersenyum puas ketika melihat Andrian terkulai di sisi tubuhnya. Dia usap bibir merah yang beberapa detik lalu melahapnya dengan rakus. Andrian membuka mata malas, kemudian memeluk tubuh polos Marta, lalu kembali terpejam."Kenapa kamu seperti ini, Andrian? Apa kamu sudah memutuskan sesuatu?" tanya Marta penasaran.Pertanyaan yang ditahan, tidak sempat terlontar karena keduanya lantas larut dalam permainan panas. Andrian bergumam lirih, sembari mengusap punggung polos Marta."Apa kamu tidak suka aku datang ke sini? Bukankah kita sama-sama menginginkannya, Marta?" tanya Andrian tanpa membuka mata.Marta kembal
Bugh! "Sial!" maki seorang laki-laki berbadan kekar, merasakan nyeri di selangkangannya akibat sebuah tendangan."Lepaskan aku!" teriak gadis cantik itu, sambil terus berusaha melepaskan diri, lalu menggigit lengan laki-laki yang tengah memeganginya.Kedua laki-laki itu meringis menahan sakit di tempat berbeda. Mereka mengeratkan rahangnya melihat calon mangsanya kembali melarikan diri."Hei, jangan lari, Cantik!" teriaknya sambil mengejar dengan tertatih."Tuhan, tolong aku!"Gadis cantik itu terus berlari sekuat tenaga sambil menyingsingkan rok sebatas lutut. Sesekali dia menoleh khawatir, kemudian kembali berlari. Napasnya pun tersengal-sengal.Dia berhenti sejenak hanya untuk melepas high heels yang mempersulit larinya. Jalanan Kota Milan, sudah mulai lengang di waktu tengah malam menjelang musim gugur ini. Cassandra membelokkan langkah dan berhenti sejenak, sembari menyandarkan punggung di tembok usang. Kembali dia mengatur napasnya. Cassandra beringsut, mencari tempat berlindu