"Rekaman suara? Rekaman suara tentang apa?" ulang Andrian dengan kening berkerut dalam.Andrian tidak mengerti, mengapa terlalu banyak rahasia yang disembunyikan darinya? Rahasia yang merugikan dia, tentu saja. Andrian benar-benar dianggap sebagai pecundang oleh kakeknya sendiri. Ah, bukan! Tepatnya dipaksa menjadi pecundang.Selama Gennaro masih hidup, Andrian memang sering membuat kesalahan. Tidak jarang, Andrian membangkang aturan kakek dan neneknya. Namun, tidak seharusnya dia mendapatkan hukuman seperti itu. Dicoret dari daftar pewaris tunggal dengan alasan yang tidak masuk akal adalah hal gila menurut Andrian.Cassandra hanya tersenyum sinis tanpa mau menjawab pertanyaan Andrian, kemudian memasuki mobil Antonio. Bunyi pintu yang ditutup sedikit keras, menyentak Andrian dari lamunan."Apa maksudnya rekaman suara itu? Aku merasa tidak membuat kesalahan apa pun!" ucap Andrian geram sambil menatap mobil yang mulai bergerak pelan meninggalkan tempat parkir.Selanjutnya, Andrian juga
"Emillia benci Pappa!" Kembali Emillia berteriak di atas panggung.Gadis kecil itu memberontak dari pelukan sang guru. Dia pun melemparkan piala dan piagam yang baru didapatkan. Emillia berlari ke arah Cassandra dan memeluk wanita itu sembari terus menangis."Emillia jangan begini! Seharusnya kamu senang karena menang lomba, Principina!" hibur Cassandra dengan suara bergetar."Mammà kita pulang!" ajak Emillia lagi.Tak ingin membuat keributan, akhirnya Cassandra pun menurut. Dia mengeratkan rahang ketika mendapati Andrian ternyata masih duduk mematung di kursi paling belakang."Puas kamu mendengarnya?" tanya Cassandra dingin lalu meminta Antonio membawa Emillia ke mobil lebih dahulu.Andrian menatap Cassandra nanar. Hari ini tidak hanya Cassandra yang telah dibuat kecewa. Namun, juga Emillia. Seandainya dia tidak bodoh dan egois, maka hal ini tidak akan terjadi. Keluarganya masih utuh sembari menunggu kehadiran anak ketiga mereka. Andrian juga tidak tahu, seandainya Davidde sudah besa
"Aku memang memiliki rencana itu. Tapi itu dulu dan aku tidak benar-benar berniat melakukannya, Zio. Kebencianku pada Helena yang membuatku melakukan itu!" Andrian berucap datar."Apa pun yang kamu lakukan sekarang, tidak lagi berpengaruh, Andrian. Surat wasiat itu sudah ditulis Tuan Gennaro. Ini bukan hanya tentang harta yang tidak diwariskan padamu, tapi lebih pada kekecewaan seorang kakek pada cucunya. Apa kamu tidak berpikir, bagaimana kecewanya Tuan Gennaro padamu sampai dia kena serangan jantung?" tanya Ivo dengan suara bergetar menahan emosi dan amarah.Tidak pernah disangka, hubungan Andrian dan Gennaro berada di titik terendah, justru ketika laki-laki tua itu menjelang akhir hidupnya. Andrian memang badung. Sebagai cucu tunggal dan calon pewaris kekayaan Petruzzelli, dia tumbuh menjadi pria arogan. Selain kehilangan kedua orang tua dalam waktu bersamaan, Andrian juga salah pergaulan. Kehidupan high class yang bebas, telah dijalani Andrian sejak remaja. Dia pun menjadi kehila
Andrian tidak memikirkan apa pun. Tidak juga Cassandra yang sudah berkhianat padanya. Juga anak-anak yang ditinggalkan di rumah. Dia kini hanya pasrah ketika lagi-lagi hati dan akal sehatnya kalah olah nafsu.Kedua orang yang tengah digulung nafsu itu bergumul liar di tempat tidur berukuran queen size milik Marta. Suara desahan dan rintihan memuja saling bersahutan di situ.Marta tersenyum puas ketika melihat Andrian terkulai di sisi tubuhnya. Dia usap bibir merah yang beberapa detik lalu melahapnya dengan rakus. Andrian membuka mata malas, kemudian memeluk tubuh polos Marta, lalu kembali terpejam."Kenapa kamu seperti ini, Andrian? Apa kamu sudah memutuskan sesuatu?" tanya Marta penasaran.Pertanyaan yang ditahan, tidak sempat terlontar karena keduanya lantas larut dalam permainan panas. Andrian bergumam lirih, sembari mengusap punggung polos Marta."Apa kamu tidak suka aku datang ke sini? Bukankah kita sama-sama menginginkannya, Marta?" tanya Andrian tanpa membuka mata.Marta kembal
Bugh! "Sial!" maki seorang laki-laki berbadan kekar, merasakan nyeri di selangkangannya akibat sebuah tendangan."Lepaskan aku!" teriak gadis cantik itu, sambil terus berusaha melepaskan diri, lalu menggigit lengan laki-laki yang tengah memeganginya.Kedua laki-laki itu meringis menahan sakit di tempat berbeda. Mereka mengeratkan rahangnya melihat calon mangsanya kembali melarikan diri."Hei, jangan lari, Cantik!" teriaknya sambil mengejar dengan tertatih."Tuhan, tolong aku!"Gadis cantik itu terus berlari sekuat tenaga sambil menyingsingkan rok sebatas lutut. Sesekali dia menoleh khawatir, kemudian kembali berlari. Napasnya pun tersengal-sengal.Dia berhenti sejenak hanya untuk melepas high heels yang mempersulit larinya. Jalanan Kota Milan, sudah mulai lengang di waktu tengah malam menjelang musim gugur ini. Cassandra membelokkan langkah dan berhenti sejenak, sembari menyandarkan punggung di tembok usang. Kembali dia mengatur napasnya. Cassandra beringsut, mencari tempat berlindu
"Aah!" Cassandra memekik kaget.Dia mendongak perlahan menatap sang pemilik sepatu mengkilat itu. Seorang laki-laki tampan berambut kepirangan berdiri menatapnya tanpa ekspresi.Cassandra semakin gemetar dan mempertanyakan dalam hati tentang laki-laki di depannya itu. Mungkinkah dia mafia yang hendak membelinya? Kembali rasa takut menggelayuti Cassandra."Masuklah!" titah laki-laki itu dengan suara dingin.Dengan ragu, Cassandra bangkit dan menoleh ke arah dua orang preman tadi yang sudah kabur entah ke mana. Cassandra masih berdiri kaku di tempatnya, menatap punggung tegap di balik jas mahal itu memasuki mobil.Laki-laki paruh baya yang menjadi sopir itu membukakan pintu tengah untuk Cassandra. "Masuklah, Nona. Sudah malam!" ujarnya.Cassandra justru mematung di tempat. Hatinya berkecamuk antara butuh bantuan dan ketakutan. Sampai pada akhirnya, terdengar decakan kesal dari laki-laki muda tampan yang sudah kembali duduk di jok belakang."Kamu mau berdiri terus di situ, lalu dijual or
Menjelang pesta, beberapa ART sibuk menyiapkan hidangan. Malam ini memang akan diadakan pesta meriah di villa Piazza del Duomo. Tidak heran karena yang menjadi tamu undangan adalah para pebisnis sukses dan orang-orang dari kalangan atas. Di sudut lain, seorang gadis cantik mengenakan apron sibuk menata makanan bersama beberapa pelayan. Dari tempatnya berdiri, Andrian menatap Cassandra dengan tatapan tak terbaca. Laki-laki yang mengenakan jas mahal itu menoleh ketika Gennaro, sang kakek mendekat."Kenapa kekasihmu itu memakai apron?" tanya Gennaro heran.Kening Andrian mengernyit. "Kekasihku? Maksud Kakek gadis itu?" tanyanya meremehkan.Gennaro terkekeh, lalu mengangguk-angguk. Laki-laki tua itu sedikit mengangkat gelas wine di tangannya. "Ayolah, Andrian. Jangan bikin malu Kakek. Tidak seharusnya kamu membuat kejutan seperti ini. Suruh ganti bajunya sebelum tamu pada datang!" perintahnya tak ingin dibantah.Andrian menatap protes sang kakek yang justru mengangguk. "Kakek, dia bukan
"Menikah?" ulang Cassandra tidak percaya. Andrian langsung mengangguk tegas. "Iya, kita menikah minggu depan!" jawabnya lagi.Cassandra memalingkan pandangan dari lelaki itu. Menikah? Dia terus mengulang kata itu di hatinya. Bagaimana mungkin dia menikah dengan pria sombong itu? Lagi pula, mereka tidak mengenal satu sama lain.Belum lagi perbedaan status yang sangat jauh membuat Cassandra insecure. Meskipun pernikahan ini hanya pernikahan kontrak, akan tetapi, dia akan berada di sisi Andrian dan berperan sebagai istri laki-laki itu.Tanpa sadar, Cassandra menggeleng pelan. Hal itu tidak lepas dari perhatian Andrian yang sejak tadi menatapnya."Kamu menolaknya?" tebak Andrian. "Hh, kamu tidak bisa menolak begitu saja, Cassandra. Kamu sudah telanjur masuk ke dalam keluarga saya. Maka dari itu, kamu harus mau menuruti apa kata saya. Bukankah itu lebih baik daripada kamu menjadi budak nafsu mafia itu, hm?" lanjutnya terus mengejek.Cassandra tersenyum kecut. Memang benar, dia sekarang te