Acara pernikahan mewah ala negeri dongeng itu dilaksanakan di castil di pinggir Kota Milan. Bahkan acara diliput langsung oleh stasiun televisi milik Andrian.
"Tidak Papa sangka, beberapa menit lagi Papa akan menjadi besan konglomerat nomor satu di Italia," ucap seorang laki-laki ceking sambil menuntun Cassandra menuju ke altar.Cassandra menghembuskan napas panjang, kemudian memejamkan mata sejenak. Lalu tatapannya nanar ke depan sana. Andrian dengan stelan tuxedo warna dark grey terlihat sangat tampan. Laki-laki yang berdiri di samping Gennaro itu menatap Cassandra penuh arti.Andrian menyunggingkan senyum menawan pada Cassandra ketika lensa kamera wartawan mengarah padanya. Semua yang hadir di situ, pasti mengira mereka adalah pasangan paling serasi.Cassandra tersenyum miris. Beberapa menit lagi, dirinya akan terjebak dalam sebuah perjanjian pernikahan yang penuh kepalsuan. Cassandra membalas senyum Andrian dengan sudut bibir bergetar menahan tangis."Seandainya Mama masih ada, mungkinkah Mama membiarkanku jatuh pada mereka?" jerit hati Cassandra pilu.Andrian mengulurkan tangan pada Cassandra dan menggenggam jemari tangan gadis itu. Keduanya pun telah siap melakukan pemberkatan. Sejenak, keduanya saling pandang dengan pikiran masing-masing.Andrian bisa melihat luka di mata Cassandra dan senyum palsu gadis itu. Gadis yang sebentar lagi akan menjadi istrinya dalam ikatan atas nama Tuhan. Namun, siapa yang peduli? Andrian menunduk, mencondongkan wajah ke arah Cassandra yang masih mematung dengan tatapan kosong.Selanjutnya, Andrian mengusap punggung tangan Cassandra yang berada di genggamannya. "Aku tidak akan membuatmu menderita. Jadi, tersenyumlah. Karena pernikahan ini tidak merugikan siapa pun," bisiknya tanpa beban.Cassandra mengangguk kaku. Ucapan Andrian bukan merupakan hiburan melainkan seperti siksaan tak kasat mata."Tentu saja, Tu--" Cassandra tersenyum sekilas. "Tentu saja, Amore Mio," lanjutnya sambil memasang senyum palsu.Andrian mengangguk, tidak lupa senyum menghiasi bibir kemerahannya. Selanjutnya, kedua mempelai itu dengan khidmat mengikuti jalannya prosesi pemberkatan. Andrian menatap Cassandra yang terlihat cantik dengan gaun pengantin warna putih gading.Selanjutnya, Andrian memasang cincin kawin mewah di jari manis Cassandra yang telah resmi menjadi istrinya. Laki-laki itu memegang wajah Cassandra dan menatap dalam wajah cantik yang pura-pura bahagia itu.Cassandra hanya pasrah ketika Andrian mencium bibirnya. Lampu blitz kamera wartawan menghujani adegan romantis itu. Andrian kembali tersenyum seolah menjadi pengantin pria paling sempurna."Ti amo, Cassandra. Hari ini, esok, dan selanjutnya, aku ingin kamu berada di sisiku!" ucap Andrian yang langsung disambut tepuk tangan meriah.Seharusnya Cassandra senang dengan ucapan itu jika yang mengatakan adalah pria paling dia cintai dan juga mencintainya. Namun, impian itu telah musnah ketika dirinya menjadi istri Andrian Petruzzelli."Terima kasih menantuku, atas kiriman uangnya!" ujar Carollo, ayah Cassandra to the point.Andrian melirik dingin laki-laki tak tahu malu itu. Carollo terkekeh, kemudian beralih menatap Cassandra yang sudah menunjukkan sikap tidak nyaman."Papa!" Cassandra menatap tajam laki-laki tua itu.Cassandra merasa tak enak hati, apalagi pesta pernikahan ini dihadiri orang-orang penting. Carollo kembali tersenyum bahagia karena Cassandra sekarang tidak hanya menjadi sapi perah, akan tetapi menjadi mesin uangnya. Sudah pasti dirinya akan ikut kecipratan kekayaan Andrian."Jangan khawatirkan soal uang. Yang penting, jangan ganggu istri saya lagi!" ucap Andrian tegas ketika melihat ketidaknyamanan Cassandra.Carollo mengangguk-angguk. "Tidak masalah, yang penting transferannya lancar, menantuku!" ucapnya lagi tanpa punya rasa malu.Andrian segera memanggil pengawal, meminta membawa Carollo pergi sebelum membuat keributan yang akan mencoreng nama besarnya.Malam harinya di kamar Andrian...."Maafkan saya, Tuan. Maaf atas kedatangan ayah saya tadi!" ucap Cassandra sedih.Andrian tidak menanggapi. Laki-laki itu malah melemparkan handphone ke atas sofa begitu saja. Dia menoleh pada Cassandra yang masih mematung di depan pintu."Apa kamu akan terus berdiri di situ? Kemarilah!" panggil Andrian datar. Laki-laki itu merentangkan kedua tangan yang membuat Cassandra bingung. "Jangan berpikir aku akan memelukmu, Cassandra. Cepat lepas jas dan kemejaku!" perintahnya.Cassandra mengangguk. Dengan gerakan kaku dan gemetar, dia mulai melepas tuxedo Andrian. Kemudian dasi dan kancing kemeja laki-laki itu. Cassandra memalingkan pandangan dari pemandangan indah di balik kemeja itu.Sudut bibir Andrian tertarik sinis melihat kegugupan Cassandra. Laki-laki itu memegang telapak tangan Cassandra dan menempelkan di dadanya. Cassandra hendak menarik tangannya, tetapi Andrian justru melingkarkan sebelah lengan di pinggang ramping Cassandra."Tidak perlu gugup, Cassandra. Aku tidak akan melakukan apa pun padamu. Aku akan berkomitmen atas kesepakatan kita. Jadi, kamu tidak berhak melarangku untuk melakukan apa pun dengan perempuan lain," ucap Andrian tanpa basa-basi.Cassandra mengangguk. Dia terpaksa menyunggingkan senyum. Meskipun dia tidak tertarik dengan Andrian, tetapi mendengar ucapan lelaki itu, tiba-tiba hatinya seperti dikerubuti semut rangrang."Silakan. Saya sudah menyetujui semua syarat Anda. Bisakah saya mengajukan syarat juga, Tuan?" tanya Cassandra lirih."Oh, tentu. Katakan apa maumu?"Cassandra memejamkan mata sejenak, lalu menghembuskan napas panjang. "Saya harap Anda tidak melarang saya bekerja. Saya tidak ingin Anda terus-menerus mengirim uang untuk ayah saya. Itu tanggung jawab saya, Tuan. Anda benar, status suami istri ini hanya hitam di atas putih. Tidak lebih. Saya juga punya rencana masa depan sendiri setelah pernikahan kita usai!" jawabnya tegas.Andrian terkejut. Mendengar kata perpisahan membuat hati Andrian tidak nyaman. Laki-laki itu membuang muka sejenak, kemudian kembali menatap manik cokelat hazel Cassandra."Apa kamu tidak punya syarat lain, Cassandra? Mak-maksudku, kamu tetap di sini sesuai perjanjian kita. Soal uang tidak perlu kamu pikirkan. Kamu bisa menabung dan mengirim uang untuk ayahmu.""Tidak, Tuan. Saya tetap ingin bekerja. Saya pernah kuliah, saya mengerti sedikit tentang manajemen. Tolong berikan izin pada saya untuk bekerja karena saya tidak ingin bergantung pada siapa pun setelah kita bercerai, Tuan," jawab Cassandra lagi."Kenapa kamu bicarakan perceraian? Apa kamu ti--"Cassandra langsung menggeleng tegas. "Karena pernikahan kita hanya pernikahan kontrak. Lupakan tentang sumpah palsu kita di hadapan Tuhan. Itu berat, Tuan!" sahutnya cepat.Tiba-tiba raut wajah Andrian berubah memerah. Tidak pernah terpikirkan olehnya jika Cassandra berani mengatakan tentang perceraian padahal mereka menikah baru beberapa jam lalu.Andrian hendak menjawab, akan tetapi suara handphone menginterupsi pembicaraan keduanya. Andrian dan Cassandra kompak menoleh ke arah benda pipih berwarna hitam itu. Andrian bergegas ke sofa meninggalkan Cassandra yang masih termangu di tempatnya berdiri."Fiona," gumam Andrian begitu membaca nama mantan kekasihnya itu.****Andrian melirik sekilas pada Cassandra, lalu segera mengangkat telepon itu. ["Ada apa, Fiona?"] tanya Andrian datar.Terdengar tawa lirih di seberang sana. ["Selamat atas pernikahanmu, Amore. Kenapa tidak mengundangku?"] tanyanya.Andrian terkekeh pelan. Dia kembali melirik Cassandra yang masih mematung. Cassandra buru-buru memalingkan pandangan dari Andrian.["Bagaimana kalau sekarang aku mengundangmu spesial, Fiona. Kamu tentukan tempatnya. Aku ke sana sekarang."]Tak tahan lagi, Cassandra segera beranjak bermaksud meninggalkan kamar Andrian. Namun, lelaki itu segera menyambar lengannya."Aku akan bertemu Fiona. Kamu tidurlah di sini. Malam ini aku tidak pulang!"Cassandra memejamkan mata sejenak mendengar ucapan tanpa beban dari Andrian. Akan tetapi, apa yang diharapkan? Cassandra sudah menyetujui semua persyaratan pernikahan kontrak itu. Lagi pula, dia sendiri telah menegaskan dalam hati jika suatu saat akan mengakhiri semuanya.Merasa tidak ada jawaban apa pun, Andrian menatap C
Fiona mencengkeram handphone dengan geram, seolah benda mahal itu adalah Cassandra. Gadis miskin yang berhasil membuat Andrian untuk pertama kali meninggalkannya. Beberapa saat menunggu, akhirnya muncul juga wajah laki-laki di layar handphone.Senyum Fiona mengembang melihat wajah tampan seseorang di seberang sana. Untuk sejenak, dia bisa menghilangkan rasa kecewa akibat kepergian Andrian yang tiba-tiba."Aku butuh kamu, Amore! Kita bertemu malam ini!" pintanya dengan suara serak."Tentu saja, datanglah kemari, Sayang!" jawab laki-laki di seberang sana. Tak ingin membuang waktu lagi, Fiona segera berkemas. Dia ingin mengakhiri kekecewaannya malam ini dengan bersenang-senang di tempat lain.Di saat yang sama, Andrian memarkir mobilnya kasar di depan rumah. Laki-laki itu melirik sekilas pada security istana megahnya yang langsung bergegas memarkir mobil ke garasi.Langkah Andrian terhenti di anak tangga karena mendengar suara kehidupan dari kamar tamu. Andrian berbalik langkah dan men
Pagi-pagi sekali, Cassandra mengendap menuju ke kamar Andrian. Hal itu dilakukan supaya tidak ada seorang pun yang curiga akan pernikahan kontrak mereka. Mulai pagi ini, Cassandra dan Andrian bersiap memerankan acting mereka sebagai pasangan suami istri yang saling jatuh cinta. Pintu kamar Andrian memang tidak dikunci sehingga memudahkan Cassandra memasukinya.Kamar masih dalam keadaan gelap. Dengan hati-hati Cassandra mendekati ranjang di mana Andrian masih nyaman dengan mimpinya. Cassandra menghentikan langkah ketika melihat kemeja Andrian tergeletak mengenaskan di lantai. Begitu juga dengan Andrian yang tak kalah kacau. Laki-laki itu tidur tanpa mengganti baju, tanpa melepas kaos kaki dan berada di ujung bawah tempat tidur. Sebelah kaki Andrian menggantung ke ubin yang dilapisi karpet beludru mahal. Cassandra membungkuk, mengambil kemeja Andrian dan meletakkan di keranjang cucian.Setelah itu, dia kembali mendekati tempat tidur dan dengan ragu mengangkat pelan kaki Andrian sambil
Cassandra membelalakkan mata. Dia beralih menatap Andrian yang justru tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Laki-laki itu malah sibuk dengan sarapan dan jus di depannya. Kelihatan sekali, Andrian tidak peduli akan apa yang dikatakan oleh Fiona dan apa yang dirasakan oleh Cassandra sebagai seorang istri. Tentu saja. Meskipun berstatus istri, Cassandra hanya dianggap sebagai beban hidupnya. Fiona melirik mantan kekasihnya itu. "Apa kamu tidak ingin kopi, Amore?" tanyanya sambil mengusap dagu kasar Andrian.Andrian melirik sekilas Fiona, lalu menatap penuh arti pada Cassandra. Sejurus kemudian, laki-laki itu pun mengangguk. Cassandra segera bangkit sambil menyunggingkan senyum sinis. Dia beranjak sambil membawa serta piring dan gelas miliknya yang masih menyisakan sedikit makanan.Andrian terkejut melihat ulah istrinya itu. "Mau ke mana kamu Cassandra? Tetap di sini. Kita sarapan bertiga!" titahnya tegas."Selera saya sudah hilang. Bukankah Anda harus melanjutkan sarapan berdua? Saya masi
Pyar!Fiona tak tahan lagi. Gadis itu mengambil vas bunga dan melemparkannya ke dinding. Tentu saja hal itu membuat Andrian mengerjap kaget.Laki-laki itu menatap tanpa ekspresi pada Fiona yang berdiri di samping tempat tidur. Wajahnya memerah menahan geram. Perlahan Andrian bangkit dan menyandarkan punggung di kepala ranjang."Kenapa kamu marah-marah begini?" tanyanya dengan mata menyipit.Fiona mendengus kasar sembari berkacak pinggang. "Aku sudah mengatakan padamu jika aku menyesal dan ingin kita kembali seperti dulu, Amore. Tetapi apa itu? Kamu terus menyebut namanya ketika kita berhubungan. Kamu juga mengigau memanggilnya. Apa ini, hah? Jadi, kenapa kita harus melakukannya ketika hatimu untuknya dan anak kalian? Sialan!" makinya berang.Andrian memejamkan mata sejenak kemudian menyingkirkan selimut. Laki-laki itu bergegas bangkit dan menatap tajam pada Fiona. Keduanya lantas berbalas pandangan tajam."Apa maksudmu mengatakan hal-hal yang tidak kumengerti? Dia, dia siapa?" tanya A
"Andrian!" bentak Fiona tak terima.Andrian mengangguk, lalu kembali membuat gerakan tangan yang sama. Di depannya, Cassandra menatap Andrian penuh arti. Dia melirik jemari tangan kiri Andrian yang masih menggenggam erat jemarinya. Sesekali Cassandra mendesis lirih, menahan nyeri.Di tempatnya, Fiona mendengus kasar dan kembali mengumpat. Dia menghentakkan kaki kemudian menyambar tasnya lalu beranjak dengan hati masgul.Brak! Pintu kamar dibanting kasar dari luar. Cassandra sedikit berjingkat, lalu menatap ke arah pintu. Selanjutnya, dia kembali menatap kakinya, ketika Andrian mengangkat telapak kakinya."Kenapa kamu tidak hati-hati? Lain kali jangan ceroboh lagi!" ucap Andrian tidak suka. Cassandra tersenyum samar mendengarnya. "Maafkan saya, Tuan. Maaf! Setelah ini saya akan bersihkan!" jawabnya lirih."Kenapa kamu tiba-tiba datang padaku dan membuat hidupku jadi susah? Hal-hal seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi. Merepotkan saja!"Senyum di bibir Cassandra pudar seketika men
"Katakan, apa itu, Cassandra? Jangan membuatku penasaran!" desak Andrian tak sabar.Cassandra menggigit bibirnya bingung. "Aku mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan milik teman kuliahku dulu. Aku harus jujur padamu meskipun pernikahan ini hanya hitam di atas putih, kamu masih suamiku ..." Cassandra menjeda kalimatnya ketika terdengar dengusan kasar dari mulut Andrian. Dia menatap manik kebiruan itu dengan perasaan takut.Andrian balas menatap sang istri menyelidik. "Dia laki-laki? Apa dia mantan kekasihmu sehingga kamu begitu ketakutan?" tebaknya jitu dengan dada naik turun.Cassandra mengangguk samar, lalu buru-buru menunduk dalam. Andrian mengusap kasar wajahnya yang telah memerah. Laki-laki itu menjulurkan sebelah tangan dan memegang dagu Cassandra, memaksa wanita itu mendongak."Apa kamu berpikir aku akan memberimu izin?" tanyanya dingin. "Kalau kamu ingin bekerja, bekerjalah di perusahaan kami. Aku ingin kamu menjadi sekretaris pribadiku. Dengan begitu, aku bisa mengawasi ger
Gennaro segera memasuki ruang kerjanya. Di belakangnya, Helena mengekori laki-laki tua itu. Baru saja Gennaro mendudukkan diri di kursi kebesarannya, telepon di atas meja berdering. Helena segera mengangkatnya.Beberapa saat, Helena terlibat perbincangan singkat, tetapi serius. Helena melirik pada Gennaro yang sudah kembali fokus pada layar komputer."Apakah tamunya sudah datang, Helena?" tanya Gennaro tanpa mengalihkan perhatian dari layar komputer.Helena yang telah berdiri di seberangnya mengangguk santun. "Sudah, Tuan. Tuan Ivo sudah mendampingi beliau di ruang meeting!" jawabnya sopan.Gennaro mengangguk dan kembali berdiri sembari merapikan jasnya. "Baiklah, saya ke sana dulu. Tolong kabari Andrian dan Cassandra untuk segera ke sana!" titahnya kemudian beranjak lebih dahulu.Di ruangannya, Andrian tampak serius mengajari Cassandra. Wanita itu sesekali mengangguk mengerti meskipun beberapa kali, seperti biasa, Andrian berbicara yang membuat panas telinga. Cassandra berusaha menga