Ke empat putri Kertanegara yaitu Tribuaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi dan Gayatri menangisi kematian ibundanya. Para abdi segera merawat jenazah Dewi Bajaraka untuk dimakamkan sementara di halaman Keputren. Ke empat anaknya merasa sedih melihat kematian ibundanya yang tragis, mereka tidak mungkin dapat menyelenggarakan upacara perabuan yang layak untuk menyempurnakan kepergian Dewi Najaraka ke alam kelanggengan. Apalagi mereka sudah mendengar bahwa Kertanegara sudah dibunuh oleh Kebo Mudarang. Kini hanya tersisa dendam membara di dada mereka terhadap Jayakatwang dan antek-anteknya.Selagi mereka berduka cita menangisi kematian ayah ibunya, tiba-tiba Kebo Mudarang menerjang masuk halaman luar Keputren. Suasana keputren menjadi semakin mencekam. Para penario Apsara, selir dan para puteri keraton yang lain berteriak ketakutan, bersembunyi takut dijadikan pelampiasan nafsu prajurit Jayakatwang.Kebo Mudarang dan pasukannya menggedor pintu gerbang Keputren, Gayatri si bungsu yang te
Sejak di lembah tadi terlihat Ardharaja hanya diam dan lebih banyak merenung, dia sepertinya menghindari terlalu banyak perbincangan dengan regu pasukan Wijaya dan memilih menyendiri. Wirota mulai merasakan adanya firasat buruk tentang Ardharaja namun dia tak berani menyampaikan langsung kepada Wijaya. Dia hanya berkeluh kesah dengan Lembu Sora dan Gajah Pagon atasannya. "Sepertinya Gusti Ardharaja lebih banyak diam dan menghindari percakapan dengan kita, saya takut dia mulai berpikir untuk berkhianat," kata Wirota. Gajah Pagon menoleh ke arah Ardharaja, benar apa yang dikatakan Wirota, putra Jayakatwang itu tampak tak bersemangat dan sedih. Ardharaja sedang dilanda kebimbangan antara membela mertuanya atau membela ayahnya, Dia menyesal telah ikut dalam peperangan ini, Seharusnya aku mengikuti nasehat Romo Kertanegara agar menyingkir pergi dari peperangan ini dan bersikap netral tidak membela Singasari maupun Gelang-Gelang, sesal Ardharaja dalam hati. Saat itu tibalah mereka di des
"Dimana temanmu yang lain?" Tanya Gajah Pagon.Tak lama kemudian datanglah Medang, Lembu Peteng, Jaran Bangkal dan Windan menemui Gajah Pagon. Wajah mereka tampak sedih, tubuh mereka penuh luka cacahan pedang dan tusukan tombak."Gusti Pagon, Ardharaja telah berkhianat, kami tidak sanggup menghadapi pasukan Gelang-Gelang sehingga akhirnya Wiragati dan Nandi gugur setelah mengorbankan diri mereka agar kami dapat lari kembali ke pasukan induk," kata Jaran Bangkal dengan sedih.Gajah Pagon tertegun, Wiragati salah satu Lurah Prajurit kesatuan Cahya Raja kesayangannya sudah gugur. Padahal dia sudah merencanakan akan memberikan kenaikan pangkat dan sejumlah hadiah kepadanya seusai penyerangan ini."Mereka gugur sebagai Ksatria, semoga kelak mereka terlahir kembali dalam keadaan yang lebih baik dan lebih suci," kata Gajah pagon lirih. "Kita kembali ke Singasari," kata Gajah Pagon."Hari sudah malam Gusti Pagon, sebaiknya kita menginap di sini dan menunggu pagi datang. Besok pagi kita kirim
"Hah, sejak kapan kau melakukannya?" tanya Lembu Peteng dengan heran."Sejak aku menyamar sebagai abdi dalem dan menyusup sebagai penghuni gelap istana. Saat itu aku sering mengajak Gusti Wijaya keluar istana jika sedang bosan. Aku sering mencuri makanan di istana dan terakhir aku sempat akan mencuri perhiasan di Keputren tapi keburu ketahuan. Beruntung ada Gusti Aria Wiraraja yang menyelamatkan aku dari hukuman dan menjadikan aku sebagai prajurit di Kasatriyan," tutur Wirota.Wirota mencongkel beberapa batu bata di pagar keraton dan tampaklah sebuah lubang yang cukup untuk menerabas masuk istana. Tempat itu terletak jauh di sudut belakang keraton, tempatnya agak sedikit angker karena beberapa meter di belakang ada komplek pasetran (kuburan dan tempat perabuan jenazah) untuk makam para abdi dalem. Dengan mengendap-endap, Wirota dan Lembu Peteng masuk istana dan langsung menuju ke tempat menginap para abdi dalem. Seperti biasa, Wirota mencari jemuran untuk mencuri samir tanda pengenal
Dalam hati Wijaya hanya ada keinginan menyelamatkan para puteri keraton yang masih tertahan di keputren. "Saat ini istana dijaga ketat, bahkan kita juga kesulitan menyusup ke kota karena penjagaan begitu ketat. Lalu bagaimana caranya kita bisa masuk dengan aman?" Tanya Wijaya."Tidak ada jalan lain selain menggunakan ilmu sirep agar kita dapat melewati para penjaga gerbang dan keputren dengan mudah," ujar Lembu Sora."Tapi siapa yang bisa menguasai ilmu sirep yang handal? Menyirep satu bergada pasukan bukanlah hal yang mudah. Apalagi di sana juga ada Kebo Mudarang dan para pengageng lainnya yang berilmu tinggi," kata Wijaya."Untuk menyirep sekian banyak orang bisa dilakukan dengan cara menyirep bersama-sama. Aku menguasai ilmu sirep jadi aku perlu satu orang lagi untuk membantuku menyirep para penjaga Keputren," kata Wirota.Lembu Peteng mengangkat tangannya dan berkata"Gusti Wijaya, saya kebetulan menguasai ilmu sirep, biar saya dan Wirota yang akan menyirep mereka,.""Baiklah, n
Mereka bertahan di dalam hutan di pinggir desa Memeling sambil beristirahat dan memulihkan prajurit yang terluka. Para Puteri Keraton telah dititipkan kepada Kepala Desa Memeling yang masih setia kepada Singasari Wijaya sangat tidak sabar menanti kabar daritelik sandi yang dikirim ke kota. Hingga dua hari kemudian dia menerima kabar dari telik sandi yang datang ke hutan melaporkan situasi di Singasari."Gusti Wijaya, Jayakatwang telah memindahkan pusat pemerintahannya di Daha dan kabarnya Gusti Putri Gayatri dan para abdi dalemnya akan dipindahkan ke Daha..""Benar dugaanku, dia pasti akan memindahkan kerajaannya di Daha, kerajaan asal leluhurnya dulu.,"kata Wijaya."Lalu kapan dia akan memindahkan sandera di keputren?" Tanya Wijaya."Dua hari lagi mereka akan memindahkan para sandera yang masih tersisa.""Bagaimana menurut pendapat Paman Sora, apakah kita akan menyerang mereka lagi?""Kita akan kembali menyerang mereka sebelum mereka ke Daha. Masih ada waktu untuk bersiap. Semoga saj
Wijaya sangat cemas dengan kondisi Gajah Pagon, dia sudah kehilangan banyak darah sehingga wajahnya tampak pucat."Kita tidak dapat bertahan dalam kondisi seperti ini. Pasukan kita sudah semakin berkurang. Kalau kita masih nekat berperang, anda tidak punya lagi pasukan. Lebih baik kita mundur untuk sementara sambil menyusun kekuatan," ujar Gajah Pagon."Gusti Wijaya, tidak ada jalan lain, kita harus mengajak seseorang yang memiliki fasilitas uang dan pasukan untuk bekerjasama menggulingkan Jayakatwang," kata Lembu Sora."Tapi siapa yang bisa kita ajak bekerjasama? Sekarang tak seorangpun yang berani menentang Jayakatwang. Para Pengangeng dan Nayaka Praja sudah pasti takut menentang Jayakatwang," tanya Wijaya.Lembu Sora tersenyum dan berkata"Ada satu orang yang bisa kita ajak bekerjasama."Wijaya tampak kaget dan bertanya lagi"Siapa dia?" Tanya Wijaya."Dia Aria Wiraraja, kakak ipar saya, dia bisa kita ajak bekerjasama," jawab Lembu Sora,Wijaya mengerutkan keningnya dan bertanya"T
"Wijaya, kau sudah tidak dapat lari dari kami, sekarang lebih baik serahkan ketiga putreri keraton itu pada kami atau kami akan membunuh kalian semua!""Siapa kalian? Apakah kalian prajurit dari Daha atau Gelang-Gelang?" Tanya Lembu Sora."Ha ha ha ha kami bukan prajurit Daha ataupun Gelang-Gelang. Kami adalah orang-orang bebas, bekerja berdasarkan pesanan. Kalau kalian butuh orang untuk membunuh Jayakatwang kami bisa melakukannya asal ada imbalannya," kata salah satu dari mereka."Tidak usah berbelit-belit, siapa kalian sebenarnya?" Tanya Wijaya."Aku adalah Rajapati pemimpin gerombolan Pring Wulung, kami dibayar Jayakatwang untuk membantu pasukannya memberontak terhadap Singasari. Sekarang tugas terakhir kami adalah memburu kalian dan menumpas sisa-sisa pendukung wangsa Rajasa sampai musnah. Tidak ada lagi wangsa Rajasa di Jawa, dan wanita-wanita keturunan wangsa Rajasa akan kami jual sebagai wanita penghibur di rumah plesir. Ha ha ha ha!" Kata Rajapati sambil tertawa keras."Ndoro