"Pak Abimana mengapa perusahaan yang Bapak pimpin melakukan rekanan dengan perusahaan fiktif dan merugikan negara?""Bagaimana tanggapan Anda tentang penggeledahan ini?""Pak Abimana satu kata aja plis!" dan masih banyak lagi pertanyaan dari awak media tanpa jawaban sepatah kata pun dari Abimana,"Tolong kasih jalan!" teriak seorang anggota polisi yang mengawal Abimana menuju mobil miliknya. Kilatan cahaya lampu kamera menyorot Abimana. Entah mimpi apa dia semalam mendapat kejutan seperti ini.Menggunakan mobil pribadi miliknya, Abimana duduk berdampingan bersama pengacaranya. Mobil itu beriringan dengan mobil tim KPK meninggalkan rumah mewah yang ditempati Abimana."Bagaimana ini kalau KPK menemukan bukti CV. CIPTA ABADI itu fiktif? Bisa dikurung saya!" Abimana berbisik panik kepada Pengacaranya,"Bapak tenang dulu, setau saya perusahaan itu telah memiliki akta notaris, kantor serta karyawan. Kecil kemungkinan KPK mengendus kecurangan disana," Pengacaranya menenangkan Abimana,"Tapi
"Cepetan Karin! Lelet banget sih jadi orang!" Wulan menggerutu kesal melihat Karin hanya terpaku diam di sofa,"Yakin mau ke club? Ini masih sore lho! Kita cari tempat hangout yang lain yuk, ke mall kek jangan ke tempat kayak gitu! Risih gue!" Karin memasang wajah memelas kepada sahabatnya,"Gini aja deh! Lo temenin gue sebentar ke club, nanti gue temenin Lo ke mall!" Wulan mengedipkan sebelah matanya kepada Karin,"Ayok ah!" Wulan menarik tangan Karin dengan kuat. Bagaikan kerbau di cocok hidungnya, Karin mengikuti langkah Wulan membuka pintu mobil miliknya,"Gue yang nyetir ya! Lo kan nggak tau tempatnya dimana?" Wulan mengambil kunci mobil dari tangan Karin,"Tapi bentar doang kan? Awas aja kalo bohong!" Karin menggerutu sebal menyerahkan kunci mobil kepada Wulan,"Ia Nyonya bos! Bawel amat sih jadi orang!" Wulan memasang safe belt ke badannya dan mulai menghidupkan mobil melaju menuju club malam favoritnya,"Sampe deh kita," Wulan tertawa gembira sambil memarkir mobilnya,"Lo yaki
"Nona! Apa kamu baik-baik saja? Saya antar pulang ya?" Narendra pura-pura bertanya untuk mengecek apakah Karin masih sadar atau tidak,"Berhasil! Istri Abimana tertidur," Narendra kembali menyeringai licik. Dengan cekatan ia menggendong Karin keluar dari club malam itu dan membawanya pergi. Tentu setelah meninggalkan pesan untuk Wulan bahwa Karin pulang duluan,"Halo! Cepat ke Helena Club! Ada yang harus kamu kerjakan!" Narendra meminta anak buahnya datang,"Ada apa, Bos?" tak lama setelah Narendra mengeluarkan perintah, tiga orang pria berbadan tegap mendekati mobil Narendra,"Cepat kamu bawa mobil itu ke alamat ini! Bilang bahwa pemiliknya menginap di rumah Wulan dan menyuruhmu mengantarkan mobilnya!" Narendra menunjuk mobil Karin dan memberi secarik kertas bertuliskan alamat rumah Karin. .Tentu saja Narendra tau alamat rumah Karin. Karena selama ini dia selalu menguntit Abimana untuk mencari kelemahannya,"Baik Bos! Kita kerjakan sekarang!" anak buah Narendra bergegas menuju mobi
Brak,Karin membuka pintu kamarnya sangat kencang. Ia merebahkan tubuhnya yang terasa ngilu itu di ranjang kesayangannya. Seluruh tubuhnya sakit tapi tidak sesakit hatinya yang hancur. Harga dirinya hancur tak bersisa, kini ia merasa hanya sebagai barang bekas yang sangat hina,"Apa yang telah aku lakukan kemarin?" Karin menangis sambil memukul kepalanya. Ia benci idenya pergi ke rumah Wulan. Ia benci telah mengikuti kemauan Wulan, ia benci dirinya sendiri,"Bagaimana kalau Mas Abi mengetahui hal ini? Bagaimana kalau aku hamil anak bajingan itu? Karin... Bodoh sekali kamu!" Karin kembali memukul kepalanya sendiri. Bahkan vas bunga yang tertata cantik di samping lemari ia lemparkan sekuat tenaga mengenai pintu kamar. Pecahan beling dari vas bunga berserakan memenuhi kamar Karin. Belum puas melempar vas bunga, Karin yang merasa hina dan kotor itu malah menarik bajunya dengan jijik."Brengsek kamu Narendra!" Karin menjerit menumpahkan semua kekesalannya. Perlahan Karin bangkit mengambi
"Pergi dari sini! Pergi...." Karin meronta mencoba melepaskan cengkraman tangan Wulan dan Bu Ajeng. Melihat Wulan seperti melihat kejadian tadi malam yang sangat mengerikan bagi Karin.Puas meronta, perlahan pemberontakan Karin mulai melemah, tenaganya terkuras habis. Dirinya lemah tak berdaya dengan bayangan kejadian semalam yang terus menari di pelupuk matanya,"Non Karin!" Bu Ajeng menggosok telapak tangan Karin yang terasa dingin. Karin hanya merespon dengan lirikan mata dan airmata yang terus mengalir menganak sungai di kedua pipinya,"Lo sebenernya kenapa? Cerita sama gue!" Mode bicara Wulan kembali ke asal, Lo-Gue.Mendengar Wulan bicara, Karin hanya membuang muka ke arah lain. Dirinya belum mampu menatap wajah Wulan setelah kejadian semalam,"Sepertinya non Karin butuh istirahat," Bu Ajeng bergumam lirih, tangannya sibuk memijit kaki Karin,"Karin sudah makan belum, Bu?" Wulan menghilangkan jejak airmata di pipi Karin dengan tissue,"Belum, Non! Ibu baru ingat!" Bu Ajeng seger
"Pergi kamu bajingan! Jangan berani sentuh aku, atau aku akan membunuhmu sekarang juga!" Karin berteriak seperti orang kesetanan. Prang!Karin memukulkan gelas kristal yang dia ambil dari meja rias tepat disamping ranjang king size mereka. Matanya tetap nyalang menghunuskan potongan gelas kristal yang runcing kepada Abimana,"Sayang? Are you ok?" Abimana beringsut mundur berusaha turun dari ranjang. Menatap Karin dengan tatapan sulit diartikan,"Apa yang terjadi denganmu, Sayang?" Abimana mulai turun dari ranjang dan berjalan mundur menjauhi Karin, nyawanya lebih berharga dari sekedar memeluk Karin."Pergi kamu! Jangan sentuh aku! Aku hanya ingin suamiku!" Karin menjerit sambil berlinang airmata. Dalam pandangan matanya, lelaki yang barusan seranjang dengannya adalah lelaki yang sama dengan lelaki yang telah menodainya, Narendra.Abimana menyugar rambutnya frustasi melihat keadaan Karin yang sangat aneh dan membingungkan. Tubuhnya butuh istirahat, tetapi bukannya istirahat dirinya ma
"Ingat Clau! Buat Abimana dan Karin sengsara lebih dari yang kamu alami! Permalukan dia di depan umum, biar dia tau dengan siapa dia berurusan!" Aunty Nindya mengelus kepala Aisyah penuh sayang. Dalam hati terdalam, ia tak rela berpisah dengan keponakan tersayangnya itu,"Aunty mau ikut ke Jakarta nggak besok?" Aisyah membalikkan badannya berharap aunty nya ikut pulang,"I am so sorry, honey! Disini banyak sekali kerjaan yang nggak bisa aunty tinggalkan. Karena terikat kontrak sebelumnya," Aunty Nindya memohon pengertian Aisyah. Ditatapnya wajah cantik Aisyah yang tampil berbeda sekarang ini. Aunty Nindya yakin, tidak akan ada yang mencurigai penyamaran keponakannya kali ini. Aisyah tampil begitu sempurna menjadi sosok Claudia. Dari penampilan, cara berbicara dan body language nya benar-benar berubah 360 derajat. Meskipun ada satu kesan yang sama di dua karakter itu, sama-sama cantik.Aisyah membereskan peralatan panahan miliknya. Ia ikut bergabung bersama aunty dan Stevan santai bers
"Steve! Bisa kita bicara sebentar?" Aunty Nindya mendekati Steven dan Aisyah yang masih bercengkrama ria,"Kalau begitu Aisyah tidur duluan, Aunty!" Aisyah melempar senyum kepada aunty Nindya dan Steven sebelum mengunci kamarnya, sementara aunty Nindya menggandeng tangan Steven menjauh dari kamar Aisyah,"Mommy, aku ke kamar dulu bentar ya! Mau ambil jaket dulu, dingin sekali malam ini!" Steven bergegas menuju kamarnya. Ia mengambil jaket berwarna denim lalu memakainya,"Perasaan tadi buku gue ada disini, sekarang kok nggak ada? Apa gue masukin laci ya tadi?" Steven urung keluar menemui mommy nya. Steven malah sibuk mencari buku kecil miliknya,"Nggak ada ya? Jangan-jangan jatuh waktu di kampus tadi. Gimana kalau dibaca sama geng gue yang pada kurang kerjaan itu?" Steven menutup mukanya kalut memikirkan buku kecil yang hilang. Semua sudut kamarnya ia buka, bahkan seprei dan selimut berserakan dibawah ranjang. Namun buku kecil miliknya tidak ditemukan."Cari ini, Steve?" Aunty Nindya m