Part 55: Hari Rusly Luluh"Ternyata kamu manusia berkepala ular. Selicik-liciknya kancil, ternyata lebih licik lagi kamu," umpat Rusly tidak terima kalau Ririn telah bermain api di belakangnya."Aku seperti ini karena ulahmu. So ... jangan salahkan aku yang telah berpaling darimu."Ririn bergelayut manja di bahu Prasetyo. Melihat pemandangan yang tidak enak dipandang mata, membuat Rusly naik pitam."Ok ... ok .... Aku sudah mengerti dan paham apa maksud dan tujuanmu. Sekarang aku akan memberikan talak kepada benalu yang selalu menganggapku laksana mesin ATM pencetak uang. Aku akan memastikan dirimu menyesal setelah hati kecilmu mengetahui kalau perbuatanmu itu salah."Rusly pergi berlalu begitu saja. Selera makannya ambyar dan dadanya masih sesak.Cobaan kini datang bertubi-tubi. Rusly merasa lelah dengan semua ini. Ketika dirinya telah dibuang laksana seonggok sampah, kini dia telah menyesal menyia-nyiakan yang ada."Aku sangat merindukanmu, Nesya,' ucapnya lirih sambil terus melangk
"Karena kamu sudah mengetahui semuanya. Aku itu cuma akting dan tidak benar apa yang kamu lihat?" jawab Ririn mencoba berkelit.Masih saja kamu bisa berkata akting. Dasar wanita durjana! Semua cara kamu lakukan demi mendapatkan apa yang kamu inginkan," hardik Rusly kepada Ririn. Prasetyo hanya diam dan terus fokus menikmati sarapan pagi.Rusly melangkah pergi. Selera makannya tidak ada lagi. Di dalam otaknya hanya bertemu kepada ibunya.Sesampainya di dalam kamar. Rusly mengemasi pakaian dan barang-barangnya. Dia tidak sabar untuk bertemu dengan wanita yang merawat dan membesarkannya. Walaupun perempuan itu bukan ibu kandungnya.Tidak perlu buang-buang waktu, Rusly sudah cek out dari hotel. Namun, pikirannya masih dihantui oleh kejadian yang ada. Perempuan yang didambakan kini berpaling darinya.'Nesya ... apa kabar denganmu?' tanya Rusly dalam hati. Dia bermonolog setelah sekian lama tidak merasa nelangsa.Rusly menginjak pedal gas menuju alamat yang sesuai dikirim ibunya. Sepanjang
Aku terkejut melihat bulir bening mengalir dari sudut matanya.'Masa pria yang selama ini aku kenal tidak pernah meneteskan air mata dan nyatanya pada detik ini dia mewek. Ada apa gerangan?'Aku mencoba menampar pipiku sebelah kanan. Ternyata sakit. Berarti pemandangan yang kulihat saat ini tidak mimpi dan nyata adanya."Rusly," sapa Bu Aisyah. Ternyata mertuaku mendengar tamparanku sehingga dia keluar dan memastikan suara apa yang baru saja terdengar. Rusly melihat ke arah suara itu. Dia mengusap bulir bening itu. Rasa malu dan sedih kini bercampur menjadi satu.Rusly bergeming dan tidak mampu berkata-kata. Hanya isak tangis yang dapat dia lakukan pada saat ini."Ayo masuk," ajak Bu Aisyah. Aku melangkah mendahului Rusly masuk ke dalam rumah. Sementara Rusly masih saja mematung.Aku menghempaskan bobotku di atas kursi yang terbuat dari rotan. Kuedarkan pandangan melihat tamu yang baru saja datang. Aku tidak mengenali siapa mereka sesungguhnya.Bu Aisyah mencari keberadaan Rusly. Te
"Tenangkan pikiranmu! Aku melakukan ini bukan karena tanpa alasan.""Cukup!" sela Rusly sambil terisak cengek. Baru kali ini dia mewek seumur hidupnya. "Kalau aku ini anakmu, apa buktinya?! Terus kenapa kamu tega melakukan itu kepadaku?" tanyanya kembali dengan gemetar. Sorot matanya sangat menggambarkan emosi yang membara. Siapa pun itu orangnya pasti bakalan marah. Sejak lahir bahkan bisa dikatakan masih merah sampai usia tiga puluh dua tahun berpisah dengan ibu kandung dan ayah kandung. Hatinya mencelos tidak karuan."Pada saat itu ayahmu tidak sanggup membayar biaya operasi dan berobatku," jawabnya menunduk malu. Rasa bersalah lahir dalam dirinya. Namun, itu dia lakukan bukan juga maunya. "Lagi pula, seandainya pun kamu hidup bersama aku dan ayahmu, aku rasa kamu tidak sebahagia ini," imbuhnya menimpali"Bahagia kamu katakan?!" bentaknya seolah tidak terima. "Bahagia seperti apa yang kamu katakan?" Rusly menunjuk wajah ibunya. "Lebih bagus aku hidup apa adanya daripada bergelimang
Part 56: Menebus Dosa"Coba kamu berada di posisiku! Apakah kamu bisa menerima kalau dirimu dipisahkan secara paksa dengan ibu kandung sendiri?!" bentak Rusly kepada Bu Aisyah pertanda tidak terima. Kemudian sorot matanya yang tajam kini diarahkan ke wajah wanita yang melahirkannya. Namun tidak pernah merawat dan menyusuinya sama sekali. Rusly menyapu ke arah Bu Aisyah kembali. Rasa dendam dan benci kini lahir di dalam dirinya. "Apakah kalian tidak punya hati atau perasaan sehingga tega memisahkanku begitu saja?!"Aku hanya menunduk sambil mencari ide untuk mencoba meredam emosinya, Rusly. Walau bagaimanapun itu, pasti ada alasan tersendiri kenapa tragedi yang tidak diinginkan bisa terjadi.Bu Aisyah hanya tergugu dan terisak. Retinanya yang mulai berembun melahirkan bulir bening. Hati tak kuasa untuk sekedar menahan air mata itu. Sesekali dia menghapus air matanya yang sudah terlanjur jatuh dari kedua sudut matanya."Kenapa kamu hanya diam saja?!" dampratnya seolah tidak sabar ingin
'Akankah aku mereguk warisan ini dengan mengikhlaskan kehidupanku berpisah dengan ibu kandung?' Rusly meratapi nasibnya yang malang. Netranya kini berembun seolah akan turun hujan lebat dari tepi sudut retinanya."Aa-aku tidak akan menandatangani surat ini. Aku akan melaporkan kamu kepada pihak berwajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatanmu, Aisyah!" amuk Rusly dengan wajah memerah."Kalau kamu mau menjebloskanku ke dalam jeruji besi, silakan!" balas Bu Aisyah dengan tegar. Dia meneguk salivanya dengan berat. Kalau kamu mau mengikuti amarahmu, aku juga bisa menuntutmu balik dengan cara memaksa kamu untuk mengembalikan semua biaya selama ini."Bu Aisyah mematikan cakapnya, Rusly. Dia terpaksa berkata seperti itu karena ulah anak yang selama ini dirawat penuh dengan kasih sayang."Rusly –," tegur perempuan tua renta itu terjeda. Dia hendak memeluk tubuh anaknya, malah ditepis Rusly dengan sigap. "Aku tahu kamu pasti membenciku dan Bu Aisyah. Aku melakukannya karena bukan tanpa alasa
"Apa pun itu keputusan yang kamu lontarkan ... itu hakmu. Aku hanya bisa pasrah untuk menerima taqdir yang ada."Perempuan itu membasahi bibirnya lalu meneguk salivanya. "Rusly –," ucap Bu Aisyah lirih. Pria yang selama ini dirawat dengan penuh kasih sayang menyapu ke arahnya. "Aku sudah tidak tahu lagi harus berkata apa. Semua permasalahan yang dijelaskan ibu kandungmu sudah jelas dan itulah kenyataannya yang ada. Tidak ada yang ditutup-tutupi ataupun dimanipulasi."Tiba-tiba, Rusly mengayunkan langkah kakinya menghampiri Bu Aisyah."Aku merawatmu penuh kasih sayang. Bahkan sudah mengangggap dirimu sebagai anak kandung walaupun bukan terlahir dari rahimku. Janganlah kamu berpikiran aku atau pun Bu Larasati –," ucapnya terjeda."Siapa Larasati?!" potong Rusly dengan menatap manik mata Bu Aisyah tajam."Te-tega bahkan sampai hati untuk memisahkanmu dengannya," imbuhnya melanjutkan pembicaraannya yang sempat terjeda tanpa menjawab pertanyaan Rusly."Tolong katakan siapa Larasati!" bent
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 57: Terpaksa Melakukan ItuRusly sudah tidak tahu harus bagaimana. Kehidupannya sangat miris jika diingat. "Lebih bagus aku nggak usah ketemu sama ibu kandungku daripada seperti ini," ucap Rusly spontan. Sorot matanya menyalang."Kenapa kamu bisa berkata seperti itu?" seruku. Aku tidak terima kalau pria yang terlahir dari rahim seorang wanita berkata seperti itu. Walaupun perempuan yang telah melahirkannya seperti itu, tidak selayaknya dan sepantasnya laki-laki itu berkata kepada ibu kandungnya. Dadaku bergemuruh, larva emosi kini membara di dalam jiwa."Aku tidak sudih dilahirkan seorang wanita pengecut seperti dia!" amuk Rusly tidak terima."Kalau aku tahu kehidupanku seperti ini. Aku juga tidak mau memilih jalan hidup yang menerpa tanpa perasaan." Larasati buka mulut, dia tidak terima perkataan anaknya seolah memojokkan Larasati sebagai akar permasalahan yang dihadapinya. "Nggak usah sok suci dan naif! Aku tahu kamu pasti senang dalam derita