Melihat orang-orang yang muncul dari celah kehampaan, Akara langsung menatap tajam ke arah Viona. Ia lalu berbicara dengan geram dan tegas."Kalian tau semua ini akan terjadi, tapi malah membiarkannya?!" Ia lalu meraih tangan dengan jemari lentik yang memeluk lengannya, lalu melepaskan pelukannya dengan perlahan, membuat gadis itu sedikit kebingungan."Adek, teleportasikan kakak dan mereka ke sisi yang berbeda-beda." Ia menunjuk ke arah Segoro dan Komo."Ah, baik kak!" Alice langsung menjentikkan jarinya dan ketiga pemuda itu berteleport pergi, menyisakan aliran listrik yang melebur di udara. Gadis itu lalu mendekati Viona, memeluk lengannya dan menyandarkan kepalanya, dengan ujung bibir yang turun dan mengerutkan keningnya merasa takut."Kak, kak Akara marah …." "Tidak apa-apa!" Gadis berambut emas yang disanggul itutersenyum, sambil mengusap pelan rambut Alice. "Kakakmu masih terguncang setelah kejadian yang merenggut Lina dan ayah Al, sampai lupa kalau teleportasinya sudah tidak
Ruangan yang gelap, namun dipenuhi oleh gemerlap aura jiwa di berbagai tempat. Mereka ranah jiwa tingkat menengah hingga puncak, 2 barisan bintang dan 3 barisan bintang. Begitu Akara muncul di sana, mereka langsung melesat ke arahnya."Tubuh segar!" Mereka berteriak dan berebut, berakhir masuk ke dalam tubuhnya secara bersamaan dan terus menerus karena saking banyaknya. Seakan tidak terganggu, Akara berdiri dengan tenang, disusul aura ranah Amerta yang menyala di belakang pundaknya. Jwesh!... Api hitam berkobar menyelimuti tubuhnya, disusul teriakan para jiwa yang terbakar, sedangkan jiwa lainnya langsung menjauh. Hanya beberapa detik saja teriakan bertahan, ia lalu menyapu pandangan, melihat para jiwa yang ketakutan. "Apa master Aura jiwa memang selemah ini?" gumam Akara, lalu duduk bersila."Makhluk rendahan! Semestamu akan hancur jika berbuat masalah dengan kami!" "Makhluk rendahan?" Akara terkekeh. "Kalian lebih rendah dari manusia! Kalian hanya gumpalan jiwa yang tidak bisa ap
Masih di atas pulau melayang. Lautan awan yang biasanya hanya bergelombang dengan tenang, kini sudah tak beraturan. Layaknya tornado, awan putih yang tebal tergulung mengelilingi pulau melayang. Pemandangan dari pulau cukup mengerikan, seakan berada di dasar sumur raksasa. Ada aliran energi yang berkumpul dari segala penjuru, diiringi kilatan petir yang mengamuk. Tepat di pusat altar, energi membentuk formasi berbentuk segitiga. Di pusat formasi, ada Eldon yang duduk bersila. Seluruh energi berkumpul pada aura Naga 5 pola yang menyala di atasnya. Sedangkan di ujung formasi, ada Akara, Lisa dan Viona. Aura Alkemis mereka menyala, tingkat 8 milik Akara dan tingkat 10 di kedua gadisnya. Serin, Segoro dan Komo juga masih di sekitarnya, terlindungi kubah energi. Tiga orang pengendali formasi masih tenang, namun tidak dengan Eldon. Kalung emas milik pria bertelanjang dada itu mulai melayang, disusul tubuhnya yang juga terangkat oleh sambaran petir."Fokuslah, semuanya tergantung padamu."
Dari portal itu, muncullah beberapa orang berbadan tinggi, rata-rata tinggi mereka melebihi 2 meter. Tidak memiliki bulu mata maupun alis, bahkan pertumbuhan rambutnya tidak selalu merata, namun tetap terlihat garang. Memiliki kulit putih yang cenderung keabu-abuan, dengan dengan beberapa tompel seperti tato karena bentuknya presisi. Para warga Magna langsung menyingkir, memberikan jalan kepada mereka sambil menundukkan kepalanya. …"Siapa mereka?" tanya Akara, mereka sudah berada di salah satu lorong yang lokasinya jauh dari sebelumnya. "Klan Vasto!" jawab Jade dengan geram. "Salah satu dari 5 klan Dewa. Mereka memiliki fisik yang luar biasa kuat, tapi kurang peka terhadap energi, jadi masih bisa kita awasi dengan mata naga!""Setelah wadah portal yang aku ambil, seharusnya tinggal satu portal!" Akara membuka mata naganya saat melihat portal, membuat Jade melebarkan matanya saat melihatnya dan bertanya."Portal?""Ya, mereka melakukan perburuan, tubuh mereka seperti manusia biasa,
Tombak ditangkap oleh Renggo. Bocah itu melayang di udara, dengan luapan energi kegelapan dari tubuhnya, disusul kilatan listrik merah yang membentuk aura naga. Walaupun hanya satu pola, namun tekanan intimidasinya membuat para pemburu tersungkur di tanah. Mereka menyalakan aura ranahnya, ranah Sinom 3 bola energi, bahkan pemimpin pemburu yang berada di ranah Kinanti 4 bola energi sampai merangkak. Hampir semua pemburu berteriak ketakutan, mereka memanggilnya dengan sebutan 'monster'. Renggo menghilang, disusul hancurnya rantai besi yang melilit para binatang sihir. Beberapa saat kemudian teriakan kesakitan terdengar dari mulut para pemburu. Teriakan yang singkat karena mereka langsung terkapar tak bernyawa, hingga akhirnya dentuman terjadi di tempat pemimpin pemburu. Debu mulai tersapu angin, memperlihatkan Renggo yang membungkuk. Ia mencengkram leher belakang pemimpin pemburu dengan cakar naganya. Pemburu menoleh dengan berat, terlihat darah yang mengalir dari bibirnya saat ia ber
Akara yang bertelanjang dada mendekati Jade dan berteriak. "Pak tua, pinjam dulu se… alat tempamu!"Pria bertubuh kekar itu menoleh dengan malas sebelum berkata. "Tuan Regera, tungku pembakaranku sulit dikendalikan, juga palu tempaku terlalu berat untuk badan kurus sepertimu.""Sudahlah pak tua, apa kau merasa minder jika aku lebih lihai saat menempa?" Akara terkekeh melecehkan, membuat Jade panas dan mengibaskan satu tangannya. Seperangkat alat tempa muncul. Berupa alas, palu besar yang bagian tengahnya ada batu giok hijau dengan magma di dalamnya, dan sebuah tungku pembakaran dengan lebar tiga meter. Tungku yang berbentuk seperti telur yang dipeluk oleh sayap naga, sedangkan kepalanya melingkar dari samping, mengarah ke dalam dari mulut tungku. Di dalam tungku masih terlihat nyala merah layaknya kawah magma."Terima kasih pak tua!" Akara berjalan menjauh, seperangkat alat tempa itu ikut melayang dan mengikutinya. Setelah meletakkan seperangkat alat tempa, Akara mengibaskan tangannya
"Kak Vionaa!!" Alice muncul dengan cemberut, lalu ikut rebahan dengan bantalan lengan Akara. Ia lalu mendongakkan kepalanya hingga rambut hitam lembutnya berantakan di wajah cantiknya. "Jangan marah kak, kak Viona kebiasaan bicara setengah-setengah!" ucapnya menenangkan Akara. "Itu anaknya Kaisar Atla, mamanya si Sania. Tenang saja kak, cewek nyebelin itu sudah suka sama kakak dari kecil, sama seperti Alice," lanjutnya membuat Akara segera menoleh ke arah Viona."Maaf,""Kenapa kakak minta maaf? Harusnya kak Viona yang minta maaf!" Alice bangkit dan mendekatkan wajahnya ke arah Viona, dengan tatapan tajam yang lebih terlihat imut. Viona tersenyum melihatnya, lalu menoleh ke bawah dan berkata. "Dengarkan adikmu Akara, harusnya Viona yang minta maaf!" "Tetap saja aku yang terburu-buru menanggapi, aku juga minta maaf untuk sebelumnya,""Masalah yang mirip, tidak perlu minta maaf lagi." Viona mengusap lembut rambut kekasihnya. "Bukan itu, tapi karena tidak ada waktu luang untukmu,""K
"Portal antar dimensi di dunia Magna telah aku ambil, paman Jade juga sedang mengurus kaisar Magna agar mau bergabung dengan kita. Apa ada portal lainnya?" tanya Akara.Serin berjalan dan mengamati pemandangan hutan sebelum berkata. "Oyen telah aku perintahkan bersama pasukan ASU, mereka menemukannya di wilayah milik Violet. Dunia Nekro, dunia malam tanpa cahaya. Mereka beraktivitas biasa tanpa cahaya, jadi dimanfaatkan oleh salah satu klan pembunuh. Kamu tenang saja, biar Oyen dan pasukan ASU yang membereskannya.""Baiklah mama." Akara terdiam beberapa saat. "Regera ingin memicu portal Perburuan lagi," ucapnya seraya memalingkan wajahnya ke arah pemandangan hutan. …Saat para warga kekaisaran Amerta sedang melakukan aktivitas di siang hari, mereka serentak menoleh ke atas. Tidak ada awan sedikitpun, namun suasana menjadi gelap dan mencekam. Tidak lama kemudian, terdengar suara gemuruh saat langit mulai retak dan menganga. Itu tidak hanya terjadi di satu tempat, namun setiap kota, b