Di atas pulau melayang, Lisa dan Viona menemui Serin. Gadis berambut hitam itu mulai bertanya dengan tenang, tapi terdengar serius. "Mama, apa tidak ada cara agar kami bisa pergi ke alam Danirmala?"
Serin menjawabnya dengan tenang, seperti menanggapi sebuah candaan. "Bisa, setelah kakakmu mengambil potongan tubuh mama."Gadis itu langsung menoleh perlahan ke samping, tatapannya terlihat kosong saat melihat lautan awan.Serin kembali bertanya. "Kamu terlihat gelisah ada apa?"Lisa menghela napas sambil memejamkan mata sekilas sebelum menoleh sambil menjawab. "Yang menyandang nama Regera di masa depan sudah berbeda orang."Serin terdiam beberapa saat, kemudian muncullah seorang pemuda dengan armor dan tanduk kristal hitam keunguan. Ia langsung berteriak penuh kekesalan kepada ketiga wanita cantik di depannya. "Kenapa kalian membiarkannya pergi sendirian?! Apa gunanya aku penuh usaha untuk meningkatkan kekuatan selama ini?!""KomoPara wanita malam semakin ketakutan dan memeluk punggung Akara semakin keras. Salah satunya berkata kepadanya. "Tuan muda, tolong bantu kami!"Akara dengan perlahan melepaskan tangan-tangan yang menempel padanya, lalu berjalan perlahan. "Maaf, aku membutuhkan salah satu dari mereka, sisanya terserah," ucapan Akara membuat para wanita malam terbelalak, tapi juga membuat pria di depannya kesal. Melihat kesempatan, resepsionis langsung berlari menaiki tangga yang ada di sebelahnya."Bocah manusia, budak dari mana kau ini? Mana tuanmu yang melepaskanmu begitu saja?!" Pria itu menoleh ke arah pintu masuk, lalu tersenyum ke arah Akara saat tidak melihat kehadiran orang lain. "Sepertinya bagus aku jadikan budak!" Ia menjulurkan tangan ke arah leher Akara, tapi terhenti saat Akara menatap matanya. Ia dengan panik melompat ke belakang dan memasang kuda-kuda. "Kau klan Replik?!" Ia malah tertawa terbahak-bahak begitu puas. "Klan lemah sekarang h
Pilar energi tidak terlihat lagi dari pemukiman di ngarai, bukan karena memudar, tapi karena diselimuti oleh energi gelap yang meluap. Energi yang meluas layaknya badai karena kedua orang yang tengah bersitegang. Aura ranah mereka menyala, pusaran galaksi berwarna putih dengan 3 baris bintang. Ranah Penguasa Jiwa tingkat puncak.Pria kurus tertawa sebelum berkata, dengan suara melengking seperti nenek tua. "Tidak ada gunanya kita saling menyerang, lebih baik bekerjasama untuk meluluhkan master penempa ini!" Arrak menawarkan kerjasama, tapi sayap tulangnya yang runcing diselimuti oleh energi semakin pekat. Mereka saling pandang dengan penuh ketegangan, hingga akhirnya pilar menghilang sesaat, disusul ledakan energi yang membuat mereka menghalaunya menggunakan tangan. Saat energi tersapu pergi, nampaklah sebuah tombak yang melayang, diselimuti oleh energi putih dan dengan giok biru berisi api hitam di tengah bilahnya. Mereka menyapu pandangan sekilas, tapi tidak men
Aura bulan energi 1 sampai 10 merupakan ranah perkembangan raga, dari mulai manusia fana, bertambah usia hingga abadi sepenuhnya. Setelah menjadi Amerta (Abadi secara tubuh) maka dimulailah ranah pengembangan jiwa. Aura Ranah jiwaAura layaknya sebuah galaksi, dengan latar pusaran hitam yang berisi titik-titik cahaya bintang. Ada barisan cahaya bintang yang lebih terang, melengkung layaknya bilah kipas sebagai penanda levelnya, mulai 1, 2 hingga 3. Tempat kelahiran dan ranah yang sudah dicapai seseorang mempengaruhi kekuatan anaknya. Kalau di PDN sebelumnya yang lahir di alam Amerta langsung memiliki ranah Asmaradana 5 bulan energi. Sedangkan pemilik aura jiwa merupakan seseorang dari alam Danirmala yang jelas berbeda tingkatannya dengan alam bawah maupun alam Amerta. Ranah jiwa tingkat 1 memiliki kekuatan hampir setara ranah Durma 8 bulan energi dan seterusnya.Penguasa jiwa dan Naga Sejati Aura yang sama dengan warna cenderung putih. Memiliki tingkatan kekuatan yang jelas sangat j
Keributan terjadi di dalam aula yang luas, dengan langit-langit yang sangat tinggi. Pria berjaket hitam dikelilingi oleh belasan penjaga yang mengacungkan tombaknya. Terlihat tidak gentar sedikitpun, pedang besar yang ia panggul tiba-tiba dijatuhkan hingga sarung pedangnya menancap di lantai. Hal itu juga mengejutkan para penjaga. "Apa yang akan kau lakukan?!"Sambil memegangi pedang dengan tangan kiri, tangan kanannya menjulur ke depan. Energi berkumpul di tangannya, disusul suara dentuman dari kejauhan yang membuat beberapa penjaga menoleh dengan panik. Jleng!... Tembok di depan sana berlubang dan meluncurlah sebuah tombak, hingga dalam sekejap berada dalam genggamannya. Para penjaga mulai gemetaran saat mengacungkan tombaknya. Beberapa dari mereka mengetahui tombak yang meluncur itu. "Bukankah itu tombak yang ketua dapatkan sebelumnya?!" "Apa yang terjadi dengan tombakku?!" Arrak, pria dengan sayap tulang muncul, para penjaga langs
Para penjaga yang mendengarnya langsung bergegas menghentikan pria buncit. "Hentikan! Mereka tamu ketua!"Akara dan sang empu melenggang begitu saja, meninggalkan pria buncit penuh kekesalan. ..Mereka menunggu di ruang perjamuan dan tidak lama kemudian muncullah ketua geng Ketu Merah, bersama seorang gadis cantik dengan sepasang tanduk yang berjejer di atas jidatnya. Gadis bertubuh ramping, tapi memiliki dada yang seakan ingin tumpah dari penyangganya. Pakaiannya yang ketat berbahan tebal berwarna hitam, diselimuti ukiran emas yang cukup mendominasi. Emas berbentuk seperti jalur kobaran api yang tajam, tapi tetap terlihat anggun. "Maaf membuat Empu menunggu! Saya sedang meluangkan waktu bersama anak gadis saya, Cika." Arrak segera menelangkupkan telapak tangan dan membungkuk, membuat sang empu dan Akara bangkit dan menyambutnya. "Empu ini juga bersama murid kesayangan, Regera namanya." Empu menepuk pundaknya, membuat Arrak menatap pemuda i
Banyak orang yang berlarian dalam kerumunan. "Tuan musa Rex akan bertarung!" seru salah seorang yang membuat orang lain penasaran dan ikut berlari. Sebuah tempat seperti stadion sepakbola yang luas, membolong kedalaman tebing, dengan langit-langit terbuka. Ribuan orang telah berada di tribun, dengan arena tengahnya yang sudah ada 2 petarung. Akara dan Rex. Siapa pemuda itu? Bukankah dia budak yang sebelumnya bersama nona Cika? Kubah pelindung mulai terbentuk, menyelimuti arena perlahan-lahan, menghalau dari tribun."Kubah pelindung itu menghalau belenggu kota, tapi tenang saja, aku tidak akan mengunakan auraku!" Rex mengayunkan tombaknya secara luwes, sedangkan Akara hanya mengamati kubah yang sebentar lagi tertutup sepenuhnya. Gleng!... Kubah tertutup, seperti pertanda pertandingan mulai, Rex langsung melesat dengan cepat. Akara yang masih santai segera mengayunkan kedua tangannya ke samping. Sepasang pedang muncul, bukan pedang kayu yang bias
Rex terlempar, satu tangan memegangi hidungnya dengan darah yang merembes di sela-sela jarinya. Sedangkan tangan lain menggebrak ke belakang, memukul udara hingga menghentikan lajunya. Ia segera meraih kembali tombak yang melayang di sampingnya, lalu menatap tajam pemuda yang sudah melukai hidungnya. "Regera!!" Ia membiarkan hidungnya yang robek di bagian atas karena tulang lunaknya telah patah. Sepasang tanduk kecilnya langsung membesar, bagaikan sepasang pedang melengkung yang keluar dari jidatnya. Pola berwarna merah muncul, memenuhi kulit putihnya. Pola berbentuk seperti ukiran emas yang menyelimuti pakaian Cika. Rambutnya ikut memanjang seperti singa saat kulit putihnya berubah menjadi hitam. Aura Jiwanya berubah, dua baris bintang memudar dan latar belakangnya menjadi berwarna putih, ranah Penguasa Jiwa tingkat awal. Tuan muda Rex dipaksa sampai menggunakan tulang merah, habis sudah budak itu! Akara yang masih tenang tiba-tiba mengangkat kedua tan
Di bawah bukit batu, terbentuk ruangan yang cukup luas dengan seluruh sisinya diselimuti oleh energi pelindung. Belasan senjata melayang di sekitar tungku penempa yang sudah padam, termasuk sepasang cakar berwarna hitam. Bilahnya berkilau perak terlihat sangat tajam, dengan di bagian warna hitam ada ukiran berwarna emas yang elegan. Ada juga yang mirip cakar, seperti corong corong yang runcing. Energi yang menyelimuti senjata dominan berwarna putih dan sebagian lainnya berwarna merah, tingkat Suci dan Kaisar. Sedangkan sang penempa telah terkapar, terlentang di depan tungku. Ia telah bertelanjang dada, memperlihatkan otot dada dan perutnya yang mengkilap diselimuti keringat. Ia terengah engah sambil mengusap keringat di jidatnya hingga membuat rambutnya tersingkap ke belakang. Hembusan napas panjang dari mulut ia lakukan sebelum berdiri dan mengibaskan tangannya, seluruh senjata menghilang, masuk ke dalam penyimpanan dimensi. "Regera, sepertinya kamu harus memili