....Almira berbincang banyak hal dengan Melati. Dari hal yang disukai Lyan hingga tidak, serta apa saja yang Lyan alami sedari kecil, Almira sudah tahu dari sang Ibu Lyan itu. "Jika sembuh nanti, bawa Almira main lagi ya, Lyan?" ucap Melati saat Almira pamit hendak pulang diantar Lyan."Insya Allah."Almira yang baru keluar kamar Melati dan hendak pulang dengan Lyan, dicegah Ardhana. "Tunggu!"Almira berhenti sedangkan Lyan sudah tahu apa yang hendak ayahnya katakan karena dia sempat mendengarkan keluhan sang ayah tadi saat keluar kamar."Ai, saya tunggu di mobil. Silahkan bicara dalam waktu 10 menit dan tidak lebih," tegas Lyan.Lyan berjalan meninggalkan Ardhana bersama Almira berdua di ruang tamu. Almira merasa takut dihadapkan dalam tatapan menilai Ardhana."Ada apa, Om? Apa Almira ada salah? Maaf jika kedatangan Almira membuat Om tidak nyaman," ucap Almira membuka pembicaraan."Tidak, Almira. Om hanya mau meminta maaf padamu karena sudah salah menilai sejauh ini sehingga membu
....Lyan menyusul ke balkon setelah memakai pakaiannya. Ia memeluk Almira dari belakang membuat Lyan kaget."Bee."Almira spontan melepas pegangan tangan Lyan pada pinggulnya. "Jangan seperti ini. Aku lebih takut kamu pergi lagi setelah berbuat baik padaku," ucap Almira. Nyatanya, kepergian Lyan yang tiba-tiba setelah berciuman dengannya, membuat dirinya nyaris tak habis pikir apa alasannya. Itulah alasan Almira mengatakan, lebih takut ditinggalkan kembali karena sikap dirinya yang terlalu murahan menurutnya.Bukan Lyan namanya jika tidak bisa menjelaskan. Ia meraih kedua tangan Almira dan meletakkannya di pundaknya seperti orang hendak berdansa."Saya waktu itu hanya sedang menjahilimu, serius," kelakar Lyan sambil tersenyum membuat Almira menurunkan tangannya dan mencubit lengan kekar Lyan."Jahat banget, sih!" omel Almira sambil merengut. Lyan membawanya dalam dekapan dan Almira terisak di dada bidangnya. Bukan sedih lantaran dikerjai, tapi sedih karena takut ditinggalkan kembali
..."Om." Panggilan Almira membuat Gemal menengok."Ra. Ada apa?" Gemal meletakkan benih tomat yang hendak ia taburkan di atas tanah yang sengaja ia jadikan kebun kecil di belakang rumah. "Lanjutin ya, Pak," perintah Gemal pada tukang kebun yang membersamainya sejak tadi."Siap, Pak," jawab sang tukang kebun.Gemal melepas sarung tangannya dan mencuci tangannya yang kotor di kran dekat kebun. "Sibuk ya, Om?" tanya Almira."Nggak, sih. Hanya sedang menanam beberapa jenis sayuran. Biar agak adem aja dipandang ada kebunnya. Kenapa cariin Om? Tumben.""Almira mau ngomong, lumayan penting kalau Om bisa.""Sekarang?"Almira mengangguk seraya tersenyum. Gemal mengajak Almira duduk di kursi taman dan kali ini Vivian dan Meysila yang tadi langsung menyusul bundanya, memilih menguping di belakang yang letaknya tak jauh dari kursi taman."Ada apa, Ra? Serius banget kayaknya." Gemal sedikit tertawa melihat wajah tegang Almira yang hendak berbicara dengannya itu."Om. Maaf sebelumnya. Almira ingi
....Ternyata Lyan membawa Suaka ke rumah Suaka dan Desy. Lyan cukup senang karena saat keduanya bertengkar, Desy memilih tinggal di rumah sendiri daripada rumah orangtuanya. Jika hal itu terjadi, maka bisa dipastikan Suaka akan berpisah dalam waktu dekat ini. Karena bagi Lyan, seburuk-buruknya masalah rumah tangga adalah yang diketahui keluarga."Bang, kenapa ke sini?" tanya Suaka tak habis pikir."Jangan pergi dari masalah. Selesaikan! Saya akan ikut ke dalam untuk membuat kalian bisa membuka mata. Badan saja besar. Otak minus!" Ejek Lyan.Lyan turun ke dalam mobil, tetapi Suaka tidak mau turun membuat Lyan mengembuskan napasnya. "Mau di situ terus? Baiklah. Berarti saya yang akan menjelaskan sendiri dan Abang akan minta kamu langsung bercerai dengan Desy dan membuat keluarga kita geger karenanya," cetus Lyan membuat Suaka segera turun dari mobil.Suaka memang belum menceritakan semuanya pada keluarga Desy maupun keluarganya. Dia masih mencoba merenungkan masalah satu sama lain. Dia
...."Loh, Suaka mana, Yan? Ayah bilang tadi sama kamu perginya," tanya Melati yang baru melihat Lyan pulang."Mungkin bentar lagi nyusul."Lyan mengambil alih menuntun Melati yang sedang Ardhana lakukan dan ikut membantunya ke meja makan."Nanti Ibu tidur di kamar bawah saja, ya? Biar nggak susah kalau mau turun. Kamar Lyan di atas, jadi ibu gampang," ucap Lyan."Ibu maunya sama kamu, Lyan.""Iya. Nanti Lyan temani.""Sama Ayah juga, sama Suaka juga," imbuh Melati membuat Lyan mau tidak mau harus menuruti keinginan sang ibu."Kalau semuanya tidur sama Ibu, ranjang gak muat, Bu," cetus Ardhana."Hehehe, tapi Ibu pengin."Lyan tak merespon. Lyan menuntun Melati ke meja makan dan ternyata semua makanan sudah tersedia di meja."Coba kamu telpon Suaka. Suruh ke sini cepet," ucap Melati."Lyan membuka ponselnya dan hendak mengirim pesan. Namun, kali ini suara mobil terdengar berhenti di halaman."Assalamualaikum," salam Suaka yang datang dengan menggandeng Desy. "Waalaikumsalam. Wah, r
...."Bang." Lyan mematikan sambungan teleponnya saat Suaka masuk ke dalam kamarnya. Suaka menghampiri Lyan yang sudah di atas kasurnya dan ikut rebahan di samping Lyan. Lyan memilih memainkan ponselnya tanpa mau melirik adiknya. Suaka yang ingin sekali mendengarkan isi hati Lyan, memilih memeluk kakaknya dari samping."Bang, Aka mau minta maaf. Aka tahu semua ini berat untuk Abang. Tapi kalau Abang marah, gimana Aka mau curhat?""Katakan saja apa yang akan kamu inginkan sehingga ingin datang ke sini. Kamu tahu bukan, saya tidak suka basa-basi," ucap Lyan."Abang marah sama kita, ya?""Kalau kamu merasa tidak melakukan kesalahan, seharusnya pertanyaan itu nggak akan ada," ucap LyanSuaka terdiam sejenak. Ia hanya merasa Lyan lebih pendiam dan tidak hangat seperti biasanya."Nggak usah terlalu dipikirkan. Lebih baik kamu tidur saja," ucap Lyan."Tidur sini boleh?" Suaka tersenyum setelah mengatakan hal itu."Kembalilah, Aka. Jangan membuat Desy berpikiran jika kamu masih marah padanya
..Malam yang ditunggu-tunggu tiba. Keduanya sudah tidak sabar melewati malam ini dengan suka cita. Kali ini, Lyan berangkat ke rumah Almira dengan ditemani keluarganya. Tak ada yang tahu kecuali orangtua dan adiknya itu, karena sengaja ia melakukannya secara diam-diam agar tidak menimbulkan berita heboh.Di rumah Meysila. Seorang penata rias sedang sibuk merapikan riasan Almira. Meysila juga turut membantu menyiapkan tempat lamaran yang didekor secara sederhana di dalam rumahnya. Di dalam rumah Meysila, ia sengaja meminta secara khusus agar pendekor memprivacy acara ini, begitu juga dengan penata rias. Ada Abbas dan juga Raffi yang turut membantu jalannya lamaran di rumah Meysila. "Bagus, ya, A?" tanya Meysila saat dekor sudah siap dan sedang menunggu kedatangan rombongan Lyan."Yoi. Kamu mau gini juga nikahannya?""Enggak lah. AKu mau nanti di hotel atau gedung yang dihadiri banyak keluargaku dan kamu. Jadi nggak sepi kayak gini. Kamu mau kan? Kalau nanti nikahnya dihadiri banyak
...Dua hari pasca lamaran, Almira sudah melakukan aktivitas seperti biasanya. Sore ini, dia sengaja pulang lebih awal dari cafe. Saat mobil sampai di depan pintu, Almira melihat Lilis yang sedang berdiri di depan gerbang rumah Meysila.Satpam membukakan pintu dan Lilis ikut masuk menghampiri mobil Almira."Ibu jangan masuk. Rumah ini dilarang dimasuki sembarang orang," cegah satpam. Almira yang baru saja turun, memanggil satpam untuk mendekat."Pak Toto, biarkan Ibu itu saya yang tangani," ucap Almira.Almira pandangi penampilan Lilis yang seperti tidak terawat dengan baik. Bahkan wajah yang dulu glowing dan terawat, kini berganti dengan keriput dan noda hitam di mana-mana."Almira. Tolong Ibu, Almira," isak Lilis menghiba. Persis sama saat dirinya meminta agar Almira mau menjenguk ZIdan."Ada apa, Bu?" tanya Almira dengan wajah datarnya. Kejadian waktu itu, membuat Almira mencoba mengambil pelajaran. Meski hatinya sungguh tak tega melihat kondisi Lilis yang sekarang."Almira. Tolong