Aku menuju bagian informasi dan langsung meminta izin untuk masuk. Dua orang petugas memberi salam lalu mempersilahkan aku duduk di depan meja kerja Mereka."Kalau tidak salah Anda yang sakinah mantan Ibu Dandim kota ini.""Betul sayangnya saat ini saya sudah tidak terhubung lagi dalam instansi kalian." Aku tersenyum."Ada yang bisa kami bantu ibu?""Saya ingin bertanya di mana keberadaan Letnan Heri anak dari Pak William."Mereka terlihat saling memandang mendengar jawabanku. Rasanya aku menilai mereka hendak mempersulit keadaan ini."Bagaimana Pak? Apa saya bisa dapatkan alamat Letnan Heri?""Begini Bu tugas yang sedang dilaksanakan letnan Heri adalah tugas Rahasia, jadi kami tidak bisa memberi tahu lokasinya.""Hmm, ini darurat," jawabku."Kalau memang darurat Ibu bisa menemui bagian Humas dan mereka akan menyampaikan kepada Letnan Heri dan keluarganya.""Masalahnya saya harus menemuinya langsung," jawabku."Tidak bisa karena dan Heri sedang melaksanakan tugas, maafkan kami, jika i
Aku tidak boleh lemah oleh kekhawatiran, aku harus bulatkan tekad untuk menemui pria itu dan menanyainya apa yang terjadi.Aku sudah menjalani berbagai kehidupan yang penuh bahaya dan rintangan tidak mungkin untuk berhenti di titik ini dan menyerah, aku harus tetap menjadi Sakinah yang tangguh dan berani sampai detik akhir dalam hidupku.Jadi, tanpa banyak berpikir lagi langsung ku gas mobil milikku menyusuri jalan yang menghubungkan kota ini dan kota Jati.Di tengah perjalanan aku sempatkan diri untuk mengisi bensin mobil di rest area dan membeli beberapa alat keselamatan dan makanan, Aku tidak tahu apa aku akan menggunakannya atau tidak tapi penting bagiku untuk berjaga-jaga.Seusai beristirahat sekitar 5 menit aku langsung memutar kembali kemudi dan mengendarai dengan cepat agar bisa sampai siang dan kembali di malam hari. Satu jam berikutnya aku sudah menemukan markas Distrik militer kabupaten itu tanpa rintangan yang berarti."Selamat siang," sapaku kepada para penjaga gerbang sa
Mobilku berhenti di depan rumah, namun alih-alih masuk aku hanya menghentikan kendaraanku di depannya, duduk dan menatap bangunan itu sambil tercenung."Apa yang terjadi sekarang, kenapa aku terjebak di antara mereka semua. Harusnya aku berada di rumah, menghabiskan waktu bersama kedua anakku dan berbagi kasih dengan suami tercinta. Apakah tujuanku mencari jawaban membuatku akhirnya memutuskan cerai. Andai sebelumnya aku tidak tahu, mungkin aku masih bahagia atau setidaknya bisa mengabaikan semua itu dan berpura pura bahagia."Semakin tenggelam dalam pikiran, semakin galau dada ini menutuskan yang terbaik. Hinggga akhirnya aku mengembuskan napas pelan lalu keluar dari dalam mobil.Ketika masuk, kutemukan suamiku sudah menunggu di ruang tamu, ia langsung bangkit ketika melihatku datang. Hendak memelukku namun ketika melihat pakaianku ia hanya terpaku sementara tatapan matanya lekat padaku."Darimana Sayang?""Rumah Ibu.""Ngapain dengan pakaian semacam itu?""Gak ada, dasar saja kau
"Itu ada titipan dari kurir, aku meletakkannya di atas meja kerjamu," ujarku ketika menyajikan sarapan."Titipan apa?""Surat Mas.""Surat? jaman sekarang?""Ya, mungkin aja surat tagihan atau sejenisnya," jawabku sambil menggigit roti."Ya, jaman digital seperti sekarang kan bisa kirim pesan via SMS atau WA," jawabnya sambil tertawa."Bisa jadi itu pesan penting, jadi silakan untuk memeriksanya," ujarku sambil membalas senyumnya."Tentu Nyonya, sesuai arahan Anda," godanya menandaskan minumannya.**Dari meja makan kulirik pria yang berangsur menuju meja kerjanya, diraihnya amplop yang sudah kurekatkan ulang, dan membukanya dengan perlahan. Bisa kutangkap betapa terkejut wajahnya ketika membuka isi pesan itu. Ketika ia bersitatap denganku, aku bisa menangkap kegugupan yang coba dia tutupi dari senyumnya."Dari siapa, Mas?""Dari salah satu korban yang aku ingestigasi kasusnya," jawabnya."Dia tahu alamatmu?" selidikku."Tentu, aku memberi tahunya, agar ia sewaktu waktu bisa menghubun
"Sa-sakinah, kau di si-sini?""Ada apa, kenapa wajahmu seperti itu?""Aku tahu kau akan marah, tapi aku bisa jelaskan ini," ucapnya gugup."Kau tahu aku akan marah? Sepertinya kau sadar bahwa klien yag ingin kau temui adalah si pelacur murahan itu!" jawabku tegas."Ma-maaf atas ketidakjujuranku, aku hanya ....""Jangan jelaskan di sini, pulanglah ke rumah dan kita akan selesaikan di sana.""Lalu kau, apa yang akan kau lakukan?""Pergilah," usirku."Aku tak mau!"Dia bersikeras, sepertinya dia tahu apa yang akan aku lakukan padaantan kekasihnya."Baik, semakin Kau bertekad untuk tidak pergi makan aku semakin curiga padamu mas," ujarku sambil melipat tangan di dada."Ayo kita pulang bersama emangnya apa yang akan kau lakukan disini?"Tanpa mau banyak bicara aku langsung masuk ke kamar Kartika dengan langkah cepat tentu saja dengan sigap Mas Didit mengejar untuk menghalangiku."Kartika beraninya kamu!" Aku berteriak sambil menarik selimut yang dia kenakan hingga terlepas dan terlempar ke
Kubuka mata dan menemukan diri sudah terbaring lemah di ranjang rumah sakit, Mas Didit duduk di sisi pembaringan sambil menopang kepalanya dengan salah satu tangan dan dia terlihat susah.Aku berusaha bangkit dan Mas Didit menyadarinya, ia sigap mencegahku dan mengembalikan badanku ke pembaringan."Kamu jangan bergerak dulu keadaanmu masih lemah sayang," ujarnya lembut."Apa yang terjadi?" tanyaku sambil memegang perut."Janin yang mengalami kontraksi ya hampir saja keguguran andai Aku tidak segera membawamu ke rumah sakit dan dokter tidak memberikan pertolongan dengan cepat.""Ah, Apa gunanya juga aku mempertahankan kehamilan ini," desahku sambil meneteskan air mata."Sshhh ... Kamu nggak boleh bilang begitu, anak itu adalah anak yang sudah lama kutunggu, kita harus menjaganya," jawab Mas Didit lembut. Ia menggenggam tangan dan membelai rambutku dengan penuh kasih sayang."Aku makin terluka dengan itu Mas," jasabku terisak sedih. "Di titik ini aku lelah berjuang demi keadilan dan k
Pukul sepuluh malam, terdengar suara pintu ruangan yang di putar kuncinya dan sesaat kemudian dokter dan 2 orang perawat masuk lalu menyalakan pintu ruanganku."Bagaimana keadaan anda Nyonya?""Hah, mana ada rumah sakit yang menahan pasiennya dengan tangan terikat dan berada di dalam kegelapan selama beberapa jam. Aku sedang kelaparan dan juga sedang hamil, di mana rasa kemanusiaan kalian?!" sentakku."Kami datang untuk membantu Nyonya mengganti baju lalu menyuapi Nyonya makan, maafkan atas kelalaian saya dan anak buah saya," jawabnya."Lihat saja jika aku bisa keluar dari tempat ini dalam keadaan hidup aku akan membuatmu menyesal selama-lamanya," desisku melotot padanya."Jangan berkata begitu, Nyonya, semua kita lakukan untuk kesembuhan Nyonya.""Aku tahu digit tidak ingin aku sembuh tapi dia ingin aku bunuh diri karena depresi! Kau tahu kekayaanku tiga kali lipat lebih banyak daripada kekayaannya, jadi aku rasa dia pasti sedang berambisi untuk memilikinya.""Nyonya, Anda harus berf
"Kau sangat berani menantangku ya," desisnya sambil mendorong tubuhku hingga aku terjatuh ke kasur."Kasar sekali kau biadab, aku sedang hamil saat ini!""Siapa yang bisa menjamin itu bayiku, bukankah selama menikah denganku kau selalu bertemu Suryadi?" ujarnya sambil tertawa."Biadab ... Aku akan menuntutmu!""Tidak akan masuk penjara seorang dokter yang merawat orang gila, dan keluarga yang mengupayakan kesembuhan juga demikian," jawabnya santai."Kau keparat, aku mengutukmu mati membusuk di penjara. Kau akan dipermalukan dengan cara paling buruk karena sudah menyiksa wanita hamil dan memfitnahnya!""Cih, siapa yang tahu apa yang terjadi, sementara semua keluarga tahu bahwa kau saat ini sedang dirawat intensif karena gangguan jiwa.""Tuhan tahu kalo aku tidak gila!""Ikat kembali dia dan pastikan dia tak bangun dari ranjang itu!" perintah Mas Didit pada dokter dan perawatnya."Siap, Pak.""Janga sampai terjadi lagi insiden pencurian hp, kalo kalian masuk kemari jangan bawa ponsel k