Surat Wasiat ****Orang-orang yang mengantar Asrul ke pemakaman satu per satu mulai pulang.Hanya menyisakan diriku, bang Nizar dan Rahma serta beberapa teman kerja bang Asrul.Rahma berjongkok di dekat gundukan tanah yang masih basah. Matanya sembab, sesekali punggung tangannya menyeka airmata yang membasahi pipi.“Kita ihklaskan perpisahan bang Arul, ya, Kak,” ucap Rahma ikut berjongkok di sampingku sambil mengusap lembut punggungku.Aku menaburkan sisa bunga yang ada di dalam keranjang ke atas gundukan tanah tersebut, lalu menoleh ke arah Rahma."Kakak sudah mengihklaskannya, Rahma. Kakak hanya sedih, di akhir hidupnya, tak ada satupun keluarga ada di orangtuanya, bahkan di hari ini, hari pemakamannya," ucapku lirih.Aku menghapus airmata yang membasahi kedua pipi, sebelum bangkit berdiri.“Sebaiknya kita pulang sekarang, ada sesuatu yang ingin aku berikan padamu,” ucap bang Nizar berkata sambil menatap ke arahku, suaranya terdengar berat.“Sesuatu, apa itu, Bang?” Selidikku, aku
Yang Terlupakan ---“Yang memisahkan sebuah hubungan bukanlah kematian atau perceraian, namun matinya sebuah komunikasi ketika kita masih hidup”---Dan dalam hidupku, aku sudah melalui dua fase tersebut. Pertama, ketika hubunganku dengan bang Asrul retak, yang berawal dari buruknya komunikasi di antara kami. Dan yang ke dua adalah, saat kematian bang Asrul. Di mana aku benar-benar merasakan sebuah perpisahan di sana."Rahma, sebaiknya kita pulang sekarang." Aku mengajak Rahma untuk berpamitan pada bang Nizar dan Irma.Satu per satu, kumasukkan semua surat yang ditinggalkan bang Asrul kembali ke dalam amplop coklat berukuran besar.“Baiklah, hati-hati di jalan ya?” Irma memelukku, mengantar kami sampai ke depan pintu.“Bang Nizar, terima kasih banyak untuk semua yang sudah Abang lakukan untuk Bang Asrul,” ucapku tulus.Bang Nizar mengangguk sambil tersenyum. Sekali lagi, aku memeluk Irma, sebelum meninggalkan rumah mereka.Bang Asrul sungguh beruntung, mempunyai sahabat terbaik merek
Surat Asrul-----"Abang tahu, selama menjadi suami, tidak banyak yang bisa abang berikan untukmu. Bahkan, kamu rela membantu abang dengan menerima jahitan di rumah. Bahkan tak jarang, menyelesaikan jahitan sampai tengah malam.' 'Mengingat hal itu, membuat hati abang begitu sakit, sakit karena abang telah menyia-nyiakan wanita yang begitu baik. Bahkan tega mengambil sesuatu yang telah kamu kumpulkan selama bertahun-tahun dan diberikan pada wanita lain.''Marina ... tahukah kamu apa yang paling abang sesalkan dalam hidup? Tak lain dan tidak bukan, adalah saat ketika abang mengucapkan talak untukmu.Andai waktu bisa abang putar ulang, abang lebih memilih untuk tidak pernah mengucapkannya. Namun apa daya, nasi sudah menjadi bubur, dan abang harus menerima segala resiko yang terjadi. Termasuk perlakuan kasar dari wanita yang pernah kumenangkan hatinya.''Wanita yang abang sangka adalah permata, tak lebih dari pecahan kaca. Yang diakhir hidup abang, menggoreskan begitu banyak luka. Hingg
Mencoba Bangkit-----Kita sering mendengar istilah "Biarkan waktu yang mengobati luka," yang diperuntukkan buat mereka yang patah hati atau hatinya terluka.Seperti halnya diriku, sejak berpisah dengan bang Asrul, dan kepergiannya menghadap Illahi, aku masih berjuang untuk berdamai dengan diri sendiri, juga dengan hati yang seolah masih enggan untuk berbenah diri.Dua tahun lamanya, bukanlah waktu yang singkat, namun tidak cukup untuk menyembuhkan luka hati. Seharusnya, aku sudah bisa bangkit dalam rentan waktu dua tahun, namun nyatanya, aku masih terpuruk dan bahkan sering meratapi diri. Menyalahkan diri sendiri, kenapa harus aku yang mengalaminya.Setelah melalui pertimbangan panjang, serta melantunkan doa panjang di sepertiga malam, aku memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Dan salah satu jalan adalah, meninggalkan kota ini. Kota tempat aku dan bang Asrul merintis semuanya dari nol.Kota yang seharusnya menjadi tempat kami tinggal di masa tua nanti. Namun kini, aku harus pergi men
Lelaki Itu, Alvaro -----"Bagaimana habitatnya? Kamu sudah berkeliling ke sekitar, kan?" Grace memyambutku dengan senyum dan langsung menghujani dengan pertanyaan."Iya, aku suka. Tempatnya sangat nyaman, ada laut, angin, pasir pantai ...." "Dan juga cowok keren dan cakep," potong Grace cepat.Kalimat Grace disambut senyuman beberapa karyawan yang kebetulan ada di persahabatan, dan tentu saja aku juga.Grace, selain piawai berbisnis, dia juga pandai membuat temannya tersenyum."Kapan aku bisa mulai bekerja?" tanyaku pada Grace."Kapan kamu siap? Atau kamu ingin berjalan-jalan dulu di kota ini? Kebetulan aku sedang tidak ada urusan, dan aku bisa membawamu berkeliling besok." Grace menawarkan diri."Tidak, terima kasih. Walau sebenarnya aku juga kepengin di sekitar kota ini. Tapi ... sebaiknya besok aku mulai bekerja, agar cepat mendapatkan gaji. Kamu tahu, kan, statusku? Aku janda dan butuh uang untuk bertahan hidup," kataku serius."Iya deh, iya. Oh, hampir aku lupa. Untuk menu har
Lelaki Yang Terluka ----Pekerjaan baru, teman baru, juga lingkungan baru. Walau kota ini tidak sebesar kotaku, namun cukup ramai. Mungkin karena terletak di dekat pantai, sehingga menjadi destinasi wisata. Banyak wisatawan datang ke sini, terlebih ketika hari libur. Pagi itu, aku berangkat ke tempat kerja seperti biasa. Rumah di mana aku tinggal, tidak terlalu jauh, hanya butuh waktu sepuluh menit berjalan kaki.Kususuri trotoar, jalan masih sedikit lengang. Terdengar di belakang, suara klakson mobil beberapa kali. Padahal aku sudah berjalan di trotoar, kenapa harus membunyikan klakson? "Marina, ayo masuk!" Teriak seseorang dari dalam mobil, dia menurunkan kaca mobil hingga aku bisa melihat wajahnya."Alavaro?" kataku, dia tersenyum."Ayo masuk, buruan!" perintahnya lagi."Saya jalan saja, lagi pula, sudah dekat kok," tolakku halus sambil menunjuk ke depan, di mana kafe tempatku bekerja sudah terlihat."Buruan." Alvaro kembali berkata, memintaku untuk masuk ke dala
Ancaman Dari Risa ----Minggu pagi, aku berangkat lebih awal menuju tempat kerja. Jika hari biasa, kafe akan buka pukul 9.30. Maka di hari minggu, pukul 8.30 sudah buka, karena di hari libur, biasnaya akan banyak pengunjung untuk menghabiskan akhir pekannya bersama keluarga di tepi pantai sambil menikmati semilir angin laut.Ketika sampai, pintu sudah terbuka separo. Dan di tempat parkir, kulihat mobil Alvaro terparkir rapi. Itu artinya, Al yang berada di kafe dan dia datang lebih awal dariku.Bergegas aku masuk ke dalam, terlihat ada bekas minuman di salah satu meja, juga sisa makanan. Apakah dia makan di sini? Namun jika diperhatikan, bekas makanan dan minuman itu dimakan oleh lebih dari satu orang. Terdapat dua gelas di sana."Marina, kamu sudah datang," kata Alvaro begitu aku masuk ke dapur. Dia sudah memakai celemek dan terlihat sibuk mencincang sesuatu. Wajahnya berkilat oleh keringat."Biar aku rapikan semuanya nanti," kataku saat melihatnya berusaha menyisihkan barang-barang
Bertemu Risa---“Kita sering kali dipertemukan dengan orang yang baik, dan menganggap hal itu biasa. Namun ketika kita kembali dipertemukan dengan orang yang tidak diinginkan, terkadang kita mulai menyalahkan takdir”****Karena kemarin aku bekerja menggantikan Hamdan, hari ini aku mendapatkan privilege dari Al, untuk datang agak siang. Dan aku menggunakan waktuku untuk berbelanja di minimarket yang tidak jauh dari rumah.Kebetulan, persediaan makanan di rumah tingga sedikit. Lagipula, pinggangku sudah tidak terasaa nyeri lagi, karena sudah beristirahat semalam.Begegas aku keluar rumah, karena mini market yang kutuju tidak terlalu jauh, kuputuskan untuk berjalan kaki. Sekaligus menggunakan kesempatan itu untuk menyapa tetangga sekitar yang beberapa di antaranya sudah aku kenal. Kumasukkan belanjaan yang kubutuhkan ke dalam keranjang, setelah merasa cukup, kubawa ke kasir. Kebetulan ada beberapa orang di depan. Juga seorang wanita muda yang saat ini sedang dilayani kasir.Sekilas, t