"Maaf menunggu lama tuan." ucapnya, sambil membungkukkan badannya, yang dibalas balik oleh Herman. "Aku sudah dengar sepak terjang anda disemua perusahaan milik anda, dan aku tertarik untuk bekerja sama dengan anda." ucap Pak Pramu lantang. Dari cara bicaranya, dia memang benar tertarik bekerja sama dengan Herman. Begitupun Herman, siapa yang tidak tahu tentang Pak Pramu, tak ada alasan untuknya menolak bekerja sama dengan pak Pramu. Setelah sekitar beberapa jam Herman bertatap muka dengan pak Pramu, akhirnya mereka deal dengan kerjasamanya. Ini adalah jalan untuk Herman mengembangkan lebih pesat bisnisnya ini. Herman kini tengah berada didalam mobilnya. Ia merasakan tubuhnya sangat lelah. Ia ingin segera menemui anaknya satu-satunya. Dipandangnya foto anaknya di ponselnya. Ia tersenyum sendiri menatap foto bayi kecilnya itu."Aah, bahkan hanya berjauhan sebentar saja, ayah sudah sangat merindukanmu." lirihnya. Tak sengaja ,ia membuka galery lama, sebuah galery
Herman memanggil-manggil istri dan anaknya, saat ia baru sampai di villa. Namun tak ada yang menyahut. Setahunya, ketika ia berangkat tadi, mereka masih ada disini."Kau dimana sayang? aku sudah sampai villa. Herman menghubungi Amira."Sebentar , kami akan pulang mas." jawab Amira. Ia segera berkemas. Suaminya sudah pulang. Ia berniat hanya berjalan-jalan, dikarenakan kesepian tanpa Herman."Kau dimana?biar aku yang kesana?kau bersama tantri kan? tanya Herman lagi."Kemarilah mas, aku sharelock dipesan mas." Herman melihat pesan masuk dari Amira, ia segera menuju lokasi yang dikirim Amira. Tak susah untuk Herman sampai ditempat itu.Herman setengah berlari, ia sudah sangat rindu dengan putranya itu. Diciuminya dengan berulang-ulang anak Vino, yang berada dibalik strollernya.Aaah, ayah sudah sangat merindukanmu sayang.." ucap Herman sambil memangku anakny, keluar dari strollernya.Amira memandang haru, melihat dua orang tersayang didepannya. Begitu pula dengan Tantri ya
"Beri saya waktu untuk berfikir, setidaknya saya harus membicarakan ini dengan banyak pihak terlebih dulu." Pramu tersenyum dingin mendengar jawaban Herman. Ia sangat menginginkan kalau Herman membuka cabang didekatnya, dengan begitu, ia bisa dengan mudah memanfaatkan keadaan. Andi dan Herman tak langsung berpamitan pulang, mereka masih asyik berbincang bersama pak Pramu. Kali ini bukan masalah bisnis yang sedang mereka bicarakan, tapi hoby mereka yang sama. Ya..Pak Pramu dan Herman sama -sama menyukai travelling. Hanya saja ,karena kesibukannya sekarang, Herman tak lagi menggeluti hobinya ini. Pak Pramu berencana lusa untuk mengadakan kemah bersama. Ia beserta keluarganya mengajak keluarga Herman untuk berkemah, disekitar villa milik pak Pramu. Herman nampak antusias dengan ide Pak Pramu, yang menurutnya sangat brilliant."Baiklah, nanti aku bicarakan dengan istriku dulu." ucap Herman. Waktu menunjukkan pukul 22.00 , sudah terlalu lama ia berada dirumah Pak Pr
"Bagaimana tuan? apa bisa kita besok berkemah bersama? tanya Pramu dibalik teleponnya. "Maaf...istri saya kurang setuju, anak kami masih sangat kecil." Balas Herman dengan perasaan yang kurang enak. Pramu menyeringai dibalik teleponnya. Sebenarnya ia sedang merencanakan sesuatu, berhubung kemarin dia melihat Herman yang terpana melihat Adinda, ia akan memanfaatkan Adinda untuk bisnisnya."Baiklah, tak apa, semoga lain kali kita bisa lebih dekat dari sekedar rekan bisnis." Balas Pramu. Herman tak mengerti maksud dari kata-kata Pramu tadi. Namun ia mencium aroma tak beres dari orang orang itu. Ia belum lama mengenal Pramu, tapi sudah bisa menilai seperti apa sosok Pramu itu. "Ternyata, dibalik kesuksesannya ,ia melakukan hal-hal kotor diluar bisnisnya." Gumam Herman."Apa dia marah sayang? tanya Amira penasaran. Ia takut penolakannya itu membuat renggang masalah bisnisnya."Tidak sayang, biarkan saja." balas Herman, ia menenangkan istrinya. Setelah rencananya untuk mengajak k
Herman tak menyangka, kalau Adinda bisa menghubunginya lagi. Dia bahkan sudah tak menyimpan kontaknya, namun dari suaranya saja ,ia sudah faham kalau iti suara Adinda."Ada perlu apa? aku tak ada waktu untuk hal yang tak penting." Jawab Herman ketus. Ia berusaha agar Adinda semakin membencinya. Walau hatinya masih ada sedikit rasa untuk Adinda, namun ia berusaha sekuat mungkin untuk tetap setia pada Amira. Ia tak ingin melukai hati Amira lagi. "Baiklah, aku akan menemuimu besok, sekalian ada hal yang harus kita bicarakan." Mendengar jawaban Herman, Adinda menjadi tak karuan. Ia berfikir tentang suatu hal. Dimana Herman akan menceraikannya. Selama ini, Adinda memang menghindar dari Herman , dia memang sudah berencana akan menggugat Herman, namun bukan berarti dia harus kehilangan Herman sekarang ini. Hatinya belum siap untuk saat ini. "Aku ingin kita selesaikan urusan kita, bukankah hubungan kita sudah berantakan? tak adalagi alasan untuk mempertahankannya lagi!!" Kata-kata Herm
Betapa terkejutnya Herman saat melihat banyak foto dirinya bersama Adinda. Tidak salah lagi, ini semua pasti ada hubungannya dengan perempuan itu.Herman menggebrak mejanya didepannya dengan keras. Ia sangat emosi dengan semua ancaman Pramu."Apa maksudmu?" Herman berteriak, dia keraskan rahangnya. Dia kepalkan tinjunya. Terlihat garis-garis urat dilengannya."Ha..haaa...haa.." tenang saja tuan, rahasia anda aman bersama saya, asal anda menuruti apa mauku!!" ancamnya. Dia menatap tajam Herman ddidepannya.Seketika Herman menarik kerah baju Pramu. Dia mendekatkannya dengan wajah Pramu."Katakan saja apa maumu?aku tak ada waktu untuk bermain-main denganmu!!" bentaknya lagi.Dengan tertawa, Pramu melepaskan genggaman tangan Herman dikerah bajunya. Ia melepaskannya dengan kasar."Hai tuan....berhati-hatilah, sekarang kunci anda ada ditanganku, sekali saja aku sebarkan aibmu, semua akan hancur dalam sekejap." balasnya lagi sambil menyeringai.Herman hanya bergeming. Ia lantas merobek sem
Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Batang hidung Herman tak muncul juga, Amira sudah gelisah menunggu. Dia sudah bersiap, berkemas. Bahkan sekertarisnya Herman pun sama. Mereka tak bisa dihubungi.Amira kecewa ,sakit hati, dan sangat marah. Lagi-lagi Herman mengingkari janjinya. Ia berjanji akan pulang cepat. Karena akan pulang bersama malam ini ,namun nyatanya? Jangankan pulang, menghubungi saja, tidak ada.Vino daritadi terus menangis. Ia menangis tanpa lelah. Airmatanya hampir kering. Entah apa yang dia tangisi, yang jelas dia terus menangis selama hampir beberapa jam. Matanya terlihat sangat cekung, bahkan ia tak mau menyusu.Amira hampir frustasi. Dia sudah kehilangan cara untuk mnghubungi dua orang tersebut. Jika dihitung, mungkin sudah berpuluh kali ia menhhubungi suaminya dan Andi."Nyonya, bagaimana ini? tuan Vino terus menangis, dia juga tak mau menyusu, aku takut dia terkena dehidrasi nyonya." ucap Tantri, yang sedari tadi menggendong Vino.Kata-kata Tantri berhasil membuat A
"Critakanlah, kau sudah berjanji akan menceritakannya padaku!" Amira sebenarnya tak ingin membuka aib keluarganya sendiri, tapi ia merasa beban kali ini, sungguh dirasanya sangat berat. Sampai-sampai dia bimbang, antara mempertahankan Herman, atau menyerah saja. Kalau hanya sekedar sibuk, ia tak masalah, ia sangat memahaminya. Namun kali ini, yang membuat Amira jauh lebih kecewa adalah, Herman bahkan tak peduli dengan Vino. Dia bahkan lebih memilih pekerjaannya, daripada ikut pulang bersamanya dan anak mereka. Begitulah Amira menceritakan rasa kecewanya, tentang suaminya.Tiba-tiba Wisma memegang erat tangan Amira. Ia menggenggamnya, dan mengusap lembut tangannya."Amira, beri aku kesempatan, untuk membahagiakanmu..." sorot matanya yang teduh, membuat Amira luluh. Ia seolah tersihir dengan kelembutan sikapnya.Selama ini, Wisma selalu bersedia melakukan apapun untuk Amira, namun Amira selalu menolaknya, karena dia merasa ,kalau dirinya sudah menjadi seorang istri. Tak pantas baginy