Aku terkejut saat mendengar apa yang baru saja diucapkan Mas Raka. Kulihat tatapan wajahnya yang murka, pasti Andin sudah berhasil menghasut suamiku. "Apa maksudmu, Mas? Bercerai? Tidak, aku tidak mau bercerai dengan dirimu," teriakku dengan penuh penegasan, menolak keinginan Mas Raka untuk menceraikan diriku.Kemudian, aku mulai merenung sejenak dan bertanya-tanya apa yang mungkin menyebabkan suamiku sampai berpikiran seperti itu. Kenapa dia begitu mudah percaya dengan omongan Andin? Apakah aku pernah membuatnya kecewa sehingga dia merasa perlu untuk berpisah denganku? Aku tidak habis pikir, apa yang membuat suamiku sampai sesakitan ini? Sementara itu, Mas Raka balas menegurku dengan marah, "Kenapa? Bukankah kau bisa bersama dengan lelaki ini setelah kita bercerai nanti?" ungkapnya dengan nada kesal dan marah kepadaku. "Cukup, Mas! Kau jangan menghardik diriku!" seruku sambil berusaha menenangkan diri. "Kau kira aku suka dengan sopir itu? Kau kira aku sudi bersama dengan dia? Tid
Mendengar penghinaan yang mereka lemparkan padaku, rasanya aku muak hingga tak tahan dan ingin segera keluar dari situasi buruk ini. Aku, Kalea, bersumpah di hati, mulai besok akan mencari pekerjaan agar tidak lagi dianggap benalu oleh mereka. Berbagai pikiran terus berkecamuk, memikirkan bagaimana harus memulai langkah tersebut. Namun saat itulah, rasa percaya diri dan tekad yang kuat mulai muncul di hatiku. "Ibu, tidak usah khawatir. Mulai besok, aku akan segera mencari pekerjaan dan tidak akan merepotkan Mas Raka lagi," balasku dengan menatap tajam wajah ibu mertuaku yang masih mencibir sinis. "Syukurlah, semoga saja kamu tidak akan menjadi benalu pada kehidupan anakku," timpalnya dengan penuh sindiran. Mendengar pernyataan ibu mertuaku itu, hatiku seketika penuh dengan amarah dan kekecewaan."Jangan mencibir diriku, Bu. Apakah Ibu dan Mas Raka tidak pernah merasa jika di sini kalian juga menjadi benalu saja? Tinggal di rumah mewah milik mertua Mas Raka, menikmati kekayaan tanp
Hari ini, aku, Kalea, memutuskan untuk mencari pekerjaan. Aku bersemangat mengajukan lamaran ke berbagai perusahaan di kota ini.Tak terhitung berapa lamaran yang telah kucetak dan kuserahkan kepada pak satpam di setiap gedung.Namun, langkah kakiku terhenti sejenak ketika aku melihat sebuah perusahaan besar di depanku.Di dalam hati, aku merasa ragu, "Apakah aku pantas bekerja di sini? Jadi OB pun tak ada masalah," gumamku dalam hati.lalu kutegaskan niatku, "Aku harus mencoba, demi mendapatkan pekerjaan dan masa depan yang lebih baik!"Kebetulan, aku mendengar percakapan antara beberapa OB di perusahaan tersebut, yang membahas tentang adanya lowongan pekerjaan untuk posisi mereka.Aku merasa ini adalah kesempatan yang baik dan segera menyambarnya. Aku pun mendekati OB tersebut dan menanyakan hal tersebut dengan rasa penasaran dan harapan."Memangnya ada lowongan di sini?" tanyaku, menahan rasa gugup yang mencoba merayapi."Iya Mbak, kebetulan kantor butuh hari ini untuk menggantika
Aku, Kalea, benar-benar shock saat mendengar apa yang dikatakan oleh abang tukang rujak buah saat itu.Aku tak bisa mempercayai apa yang baru saja aku dengar, ternyata Andien yang menjadi maduku selama ini tengah mengandung anak Mas Raka tanpa sepengetahuan diriku."Apakah dia sengaja menyembunyikan kehamilan ini dariku?" pikirku, merasa bingung dan kesal. Aku bahkan tidak sempat menyadari bahwa penjual rujak buah di depanku tengah menatapku aneh. "Mbak, kok bengong saja?" tegur penjual rujak buah itu, seolah menarikku kembali kepada kenyataan. "Tidak ada apa-apa kok, Bang. Ya sudah, berapa semuanya?" balasku, mencoba mengakhiri percakapan kami agar bisa segera pergi mencari kebenaran. "Lima belas ribu, Mbak," balas Abang tukang rujak buah tersebut. Aku segera membayar pesanan tersebut dan bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Dalam benakku, semua pikiran terasa kacau, antara ingin tahu apa yang terjadi dan merasa tidak sanggup untuk menghadapi kenyataan pahit ini. Aku bahkan
Aku, Kalea, tercengang saat mendengar Andien berbicara kepada Mas Raka, suamiku, memintanya untuk menceraikan diriku. Seketika aliran darahku pun langsung mendidih, aku benar-benar sangat marah dan geram melihat wajahnya."Apa maksudmu meminta suamiku menceraikanku? Kau pikir kau ini siapa? Dasar l*cur tak tau diri," tanyaku dengan suara penuh amarah. "Masa bodoh dengan wanita seperti Mbak, saat ini aku bisa memberikan keturunan bagi Mas Raka, aku tidak perduli dengan ejekanmu kepadaku, meskipun kau mengatakan aku adalah l*cur, tapi aku bisa memberikan Mas Raka keturunan," .jawab Andien dengan tatapan sinis yang menusuk hatiku. Aliran darahku mendidih mendengar penghinaan Andien tersebut. "Dasar wanita murahan, wanita yak tau malu , beraninya kau menghinaku seperti itu," umpatku, seraya memukul kecewa dan bingung. Menahan amarah yang tak terbendung, kuangkat tanganku tinggi-tinggi dan layangkan tamparan keras pada wajah Andien. Plaaak! Bekas merah dari telapak tanganku terpatri
Aku terkejut saat mendengar pengakuan Kalea, entah mengapa hatiku serasa ikut pedih menahan perasaan yang tak menentu.Apalagi setelah aku melihat dirinya yang terlihat sangat tertekan dan tak berdaya setelah Mas Raka menikah lagi dengan wanita yang lebih kaya.Sejenak, aku mencoba menyelami apa yang terjadi dalam benaknya.Aku melihat wajahnya dari spion tengah mobilku, wajah penuh penyesalan.Wajah Kalea mencerminkan sebuah cerita yang pernah kukira ia takkan pernah dialami olehnya. "Itulah kehidupan, Kal. Seperti kata pepatah, apa yang kita tabur itulah yang kita tuai. Namun, bukan berarti tak ada ruang untuk introspeksi diri dan menjalani hidup lebih baik," ungkapan hatiku padanya terasa lemah lembut. Mata Kalea tertunduk, mungkin saat ini ia merasa terpuruk oleh dosa masa lalunya yang kini muncul kembali. "Kau benar, Ran. Terkadang kita harus merasakan pahitnya hidup ini untuk bisa belajar dari kesalahan. Aku kira hidup bersama Mas Raka akan selalu bahagia hingga akhir waktu.
Aku benar-benar terkejut mendengar apa yang baru saja diungkapkan Kalea. Ia menceritakan bahwa dirinya telah menjadi korban fitnah oleh madu dan sopirnya. Lebih dari itu, ia mengaku selama tinggal bersama madunya, keluarga istri baru Mas Raka bahkan menjatah makannya, sungguh miris nasib Kalea, bahkan lebih miris dari diriku saat aku hidup bersama dengan ibu mertuaku, meskipun ibu mertuaku tidak pernah menjatah makanan untuk diriku. Namun setiap hari aku terus di hina dan di cap benalu oleh dirinya.Hatiku begitu terpukul mendengar penderitaan yang dialami mantan sahabatku ini. Aku merasa sangat iba melihat nasib yang ditanggungnya, terlebih dia sudah mulai menyesali apa yang sudah diperbuat oleh dirinya."Aku turut merasakan kesedihanmu, Kal," kataku seraya mencoba menenangkan perasaan sahabatku.Kalea menatap wajahku yang sedang menatap iba, tampak tersenyum kecut dan kulihat wajahnya kini sudah mulai berubah di sana."Sungguh, aku tidak menyangka jika kau diperlakukan begitu bu
"Apa yang kalian semua lakukan di sini? Pernikahan? Kalian berdua menikah? Mas Raka itu suamiku, Kalea. Kau sahabatku. Kenapa kalian tega melakukan ini kepadaku?""Sah."Satu kata itu terdengar memekik telinga ketika diriku sudah berada diambang pintu rumahku di saat kepulanganku dari perantauan.Aku mendekat ke arah pasangan pengantin yang masih dengan tenang duduk di depan penghulu, tanpa menyadari kehadiran diriku yang sejak tadi menatap mereka.Tubuhku seketika lemas, saat melihat pasangan pengantin yang baru mengucapkan ijab qobul itu ternyata suami dan sahabat karibku sendiri."Mas Raka ...."Suaraku tercekat ditenggoroka, ketika aku melihat suami dan sahabatku memakai baju pengantin warna putih.Wajah Mas Raka seketika terkejut melihat kehadiranku yang tiba-tiba ada di sana, di hari pernikahannya dengan Kalea."Rania, kamu sudah pulang?" Lelaki itu tampak sedang meraih tanganku, lalu aku pun menepiskan tangannya dengan kasar."Pertanyaanmu tidak penting, Mas. Sekarang jelaskan