Ketika mendengar suara wanita yang ternyata adalah istrinya, aku melihat Mas Raka tampak panik saat mendengar suara istrinya tengah berteriak di luar ruangannya, dan tanpa berpikir panjang, aku pun langsung mendorong tubuh Mas Raka ke arah belakang. Mas Raka buru-buru memakai kemejanya yang sempat dilepaskan tadi, sementara aku berusaha menenangkan diri dan menjauhi mantan suamiku yang baru saja berbuat mesum kepadaku. "Mas Raka! Apa yang kamu lakukan di dalam? Kenapa kamu mengunci pintu ruanganmu?" teriak Andien, istri Mas Raka, dengan nada marah. Aku masih sangat shock saat itu dan tidak tahu harus bagaimana. Aku pun merasa ketakutan, bagaimana jika Andien mengetahui apa yang terjadi di ruangan ini? Melihat paniknya, Mas Raka segera menuju ke arah pintu dan buru-buru membuka pintu ruangannya, sementara penampilannya yang acak-acakan sama sekali tidak menjadi perhatiannya. Hatiku berdebar kencang, saat Andien akan melihat peristiwa yang tak senonoh yang dilakukan oleh suaminya
Aku terkejut saat mendengar suara bariton yang familiar di telingaku, ternyata suara itu adalah suara Mas Attala, suamiku. Entah kenapa, hatiku langsung merasa tenang dan bahagia ketika aku mendengar suara bafitonnya. "Akhirnya, dia datang untuk menolongku, terimakasih ya Allah, Engkau sudah menggerakkan langkah kakiku dengan cepat ke tempat ini," bisikku dalam hati. "Mas Attala …" ucapku sambil menatap ke arahnya yang tengah menahan tangan Mas Raka yang hampir memukulku. Rasanya ada semacam ketenangan yang tiba-tiba menyelimuti hatiku. "Apa kamu baik-baik saja, Sayang?" tanya Mas Attala dengan nada lembut. Aku menangkap kecemasan dalam tatapannya dan rasa hangat itu yang selalu membuatku merasa aman. "Aku baik-baik saja, Mas," balasku sambil tersenyum haru pada Mas Attala. Walaupun di sini situasinya mencekam, ada perasaan yang nyaman mengetahui suamiku ada di sini.Mata Mas Attala kemudian beralih ke Mas Raka, yang tampak gugup dan keringat membasahi wajahnya. "Beraninya ka
Aku, Rania, saat itu benar-benar dikejutkan dengan banyak hal di sana. Mas Raka tampak frustasi dan Andien tampak sangat kesal dengan dirinya."Apa? Kamu sudah memberitahukan kepada Pak Subroto?" tanya Mas Raka dengan menatap wajah suamiku tak percaya."Aku sudah memberitahu semuanya kepadanya, tapi sepertinya dia tidak percaya dengan ucapanku. Namun, aku bisa memberikan sebuah bukti tentang kejahatanmu kepada dirinya, jika kau tidak mau sedikit pun memberikan kewajibanmu kepada perusahaanku, atas kerugian yang kau buat saat itu." Mas Attala tampak sedang menggertak dirinya dan mulai mengancam dirinya.Saat itu, perasaan panik melanda Mas Raka saat mendengar gertakan dan ancaman dari suamiku.Mas Raka bergegas menuju meja kerjanya, mengambil amplop coklat di laci meja. Di dalam amplop tersebut berisi uang yang telah disiapkan sebelumnya untuk membayar ganti rugi barang-barang yang ia curi dari perusahaan kami. "Ini adalah uang untuk mengganti rugi atas barang yang aku ambil dulu, u
Saat ini, aku, Raka, merasa seperti tersudut dalam sebuah interogasi yang dilakukan oleh istriku sendiri.Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku katakan kepadanya untuk meyakinkan bahwa tujuan pernikahanku tidak lain demi menguasai hartanya.Hati ini mulai berdebar dan pikiran bercabang mencari cara terbaik agar tidak menimbulkan kecurigaan."Katakan Mas! Kenapa kamu keluar dari perusahaan itu jika dendanya sebanyak itu?" tanya Andien dengan kesal, menatapku tajam. Aku mencoba merenungi, mencari alasan yang tepat untuk mengalihkan perhatiannya."Tentu saja aku tidak ingin bertemu dengan mantan istriku yang kapan saja bisa datang merayu diriku," jawabku dengan hati-hati sambil menatap wajah Andien yang sudah mulai tampak cemburu.Andien menatapku, mencari kejujuran dalam mataku."Benarkah? Tapi aku melihat dia tidak menyukai dirimu, Mas," ujarnya, masih menatapku penuh penilaian.Sejenak, aku merasa tertegun. Bagaimana bisa ia tahu? Aku menelan ludah, merasa sedikit terpojok.Da
Aku, Raka, benar-benar terkejut mendengar apa yang diutarakan istri mudaku, Andien.Dengan penuh keberanian, ia memintaku untuk memilih di antara dirinya dan juga Kalea, padahal kami baru saja berada dalam satu atap. "Apa aku harus memilih salah satu diantara kalian?" tanyaku dengan menatap wajah Andien yang tengah marah di depanku. "Iya, Mas. Kamu harus memilih salah satu diantara kami," jawab Andien dengan sorot mata yang tajam dan menyiratkan kekesalan.Aku menghela nafas, berusaha untuk merenung sejenak dan mencari solusi dalam menghadapi dilema yang menghampiriku, tentunya aku tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan ini, dalam pikiranku dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengisi pikiranku."Haruskah saat ini aku mengiyakan keinginan Andin? Menyetujui untuk mengakhiri pernikahan dengan Kalea dan mengarungi bahtera rumah tangga hanya dengan dirinya? Ataukah aku berpura-pura menceraikan Kalea, lalu membawanya pulang ke rumahku dulu? Aku tidak mau gegabah dalam mengambi
Aku, Kalea, benar-benar terkejut saat mendengar pengakuan Mas Raka. Dia mengatakan dirinya hanya berpura-pura ingin menceraikan diriku. Perasaanku campur aduk, antara marah, sedih, dan tak mengerti. Aku langsung menatap wajahnya, mataku berkaca-kaca dan suaraku tercekat. "Apa maksudmu, Mas? Pura-pura bercerai? Kamu sebenarnya ingin apa? Bercerai beneran dengan diriku?" tanyaku dengan nada penuh emosi.Mas Raka segera menghentikan mobilnya dan saat itulah dia terdiam, nampak ragu dan tak berani menatap wajahku.Hatiku berdebar kencang, pikiranku tak berhenti menggali tanya seraya menatap wajahnya yang terlihat tidak karuan."Kenapa kamu diam saja, Mas? Apa kamu benar-benar ingin melepasku?" tanyaku dengan tatapan penuh tuntutan.Mas Raka menghela nafas beratnya lalu tak lama kemudian dia menatap wajahku."Andien memintaku untuk menceraikan dirimu," ungkap Mas Raka terbata-bata, membuat keadaanku semakin tak menentu."Apa? Andien memintamu untuk menceraikan diriku? Maksudmu, kamu menu
Aku, Kalea, setelah diarak dan dipermalukan oleh para warga mengelilingi jalan, kini aku merasa seperti diadili seakan-akan aku melakukan perbuatan tercela bersama Mas Arif.Padahal, aku adalah korban dari tindakan bejat yang dia lakukan kepadaku. Aku mencoba meyakinkan semua orang yang ada di sini tentang apa yang sebenarnya terjadi. "Saya hanya korban dia. Dia telah menodai saya, Pak," kataku sambil menangis sesenggukan. Namun, tampaknya kata-kataku tidak mampu menggerakkan simpati mereka. Tatapan tajam dari semua orang menembus ke dalam jiwaku, membuatku merasa semakin terpojok dan putus asa. "Jangan berbohong kamu, Kal. Kita melakukan suka sama suka. Kamu yang sudah merayuku tadi," sahut Mas Arif dengan wajah jumawa, mengecoh semua orang di sekeliling kami. Dia benar-benar pintar memutar balikkan fakta, tapi aku tak akan tinggal diam. "Kamu yang memfitnah diriku, Mas! Jangan memutar balikkan fakta!" sahutku sambil emosi. Aku merasa geram, menatap mata Mas Arif yang penuh kep
"Apa yang kalian semua lakukan di sini? Pernikahan? Kalian berdua menikah? Mas Raka itu suamiku, Kalea. Kau sahabatku. Kenapa kalian tega melakukan ini kepadaku?""Sah."Satu kata itu terdengar memekik telinga ketika diriku sudah berada diambang pintu rumahku di saat kepulanganku dari perantauan.Aku mendekat ke arah pasangan pengantin yang masih dengan tenang duduk di depan penghulu, tanpa menyadari kehadiran diriku yang sejak tadi menatap mereka.Tubuhku seketika lemas, saat melihat pasangan pengantin yang baru mengucapkan ijab qobul itu ternyata suami dan sahabat karibku sendiri."Mas Raka ...."Suaraku tercekat ditenggoroka, ketika aku melihat suami dan sahabatku memakai baju pengantin warna putih.Wajah Mas Raka seketika terkejut melihat kehadiranku yang tiba-tiba ada di sana, di hari pernikahannya dengan Kalea."Rania, kamu sudah pulang?" Lelaki itu tampak sedang meraih tanganku, lalu aku pun menepiskan tangannya dengan kasar."Pertanyaanmu tidak penting, Mas. Sekarang jelaskan