Aku benar-benar sangat terkejut saat mendengar apa yang dikatakan oleh Mas Raka. Dia mengatakan jika nanti akan menceraikan Amanda dan akan mengambil hak atas anaknya.Ia lalu memintaku menjadi ibu dari anak mereka."Apakah kamu sudah tidak waras, Mas?" tanyaku dengan menatap wajah Mas Raka tak percaya."Aku masih waras, Kalea. Aku memang tidak berlaku baik kepadamu saat ini, tapi aku melakukan itu agar Andien menaruh simpatinya kepada diriku. Namun, percayalah jika aku masih memiliki rasa kepadamu," kata Mas Raka yang seolah sedang meyakinkan diriku.Entah mengapa, mendengar perkataan Mas Raka membuatku merasa melayang. Sejenak aku terbuai dalam kata-katanya yang begitu manis. Namun, tak lama kemudian keraguan itu mulai menghantui pikiranku."Apakah Mas Raka benar-benar tulus dengan perasaannya atau hanya menggunakan situasi ini demi kepentingan dirinya sendiri? Bagaimana bisa ia dengan mudah menceraikan Andien dan mengambil hak asuh anak hanya demi rasa simpati dari diriku? Apakah i
Jantungku berdebar kencang saat mendengar pengakuan dari Mas Raka, suamiku sendiri. Sungguh tak pernah terpikirkan bahwa dia akan memberikan talak tiga kepadaku.Perasaan hancur dan sakit menusuk hatiku dengan sengatan yang amat tajam.Mendengar apa yang diungkapkan Mas Raka, duniaku seakan runtuh dan jiwaku terpatahkan menjadi serpihan-serpihan kecil."Kamu benar-benar mau menceraikan diriku, Mas?" tanyaku dengan bibir bergetar, sulit mencerna semua ini."Iya, aku jatuhkan talak tiga langsung kepadamu! Setelah kau mandi, kemasi semua barang-barangmu dan pergi dari sini!" perintah Mas Raka tanpa perasaan.Kehidupanku seperti ditelan kegelapan ketika mendengar apa yang dia katakan kepadaku.Saat itu aku langsung bingung, apa yang aku lakukan setelah bercerai dengan Mas Raka? Kemana aku pergi setelah ini?Bisakah aku pulang ke rumah orang tua, atau harusku lanjutkan hidup dengan beban luka ini sendiri? Ataukah aku memang harus menceritakan semuanya kepada Keuda orangtuaku tentang apa y
Aku, Kalea, benar-benar tak menyangka situasi akan berbalik seperti ini. Ketika ibu mertuaku tiba-tiba datang ke rumah dan mengusirku tanpa basa-basi, aku merasa takut dan bingung. "Kemasi barang-barangmu dan cepat pergi dari sini, atau aku seret kau ke rumah orang tuamu!" begitulah kata ibu mertuaku yang membuatku tercekat. Aku merasa seolah-olah dunia ini runtuh, "Apa yang telah kulakukan? Apakah aku melakukan kesalahan besar hingga membuatnya sangat marah? Kenapa Ibu mertuaku tiba-tiba ke sini dan mengusirku? Apa Mas Raka saat itu tidak mengatakan sesuatu kepadanya?" batinku mulai berkecamuk di pikiranku.Aku bergegas mengemasi pakaian dan barang-barang berhargaku, seraya merenung, nasibku bakalan jadi apa setelah aku pergi dari rumah ini.Setelah mengemasi barang-barangku, aku menuju ruang tamu dengan menenteng tas besar berisi pakaianku. Ibu mertuaku masih dengan tatapan marah dan nyalang, ia lantas mengusir diriku,"Pergi kamu dari sini!" Aku tersentak dengan ucapannya saat
"Apa yang kalian semua lakukan di sini? Pernikahan? Kalian berdua menikah? Mas Raka itu suamiku, Kalea. Kau sahabatku. Kenapa kalian tega melakukan ini kepadaku?""Sah."Satu kata itu terdengar memekik telinga ketika diriku sudah berada diambang pintu rumahku di saat kepulanganku dari perantauan.Aku mendekat ke arah pasangan pengantin yang masih dengan tenang duduk di depan penghulu, tanpa menyadari kehadiran diriku yang sejak tadi menatap mereka.Tubuhku seketika lemas, saat melihat pasangan pengantin yang baru mengucapkan ijab qobul itu ternyata suami dan sahabat karibku sendiri."Mas Raka ...."Suaraku tercekat ditenggoroka, ketika aku melihat suami dan sahabatku memakai baju pengantin warna putih.Wajah Mas Raka seketika terkejut melihat kehadiranku yang tiba-tiba ada di sana, di hari pernikahannya dengan Kalea."Rania, kamu sudah pulang?" Lelaki itu tampak sedang meraih tanganku, lalu aku pun menepiskan tangannya dengan kasar."Pertanyaanmu tidak penting, Mas. Sekarang jelaskan
Aku terdiam, lidahku mulai kelu, seakan tak mampu mengeluarkan kata apapun saat mendengar pertanyaan suamiku yang lebih memilih wanita itu dari pada aku.Perasaan marah dan kecewa sudah menyatu dalam benakku.Dalam hatiku, pertanyaan-pertanyaan pun mulai meluncur, kenapa suamiku bisa setega ini kepada diriku, menikahi Kalea yang tak lain adalah sahabatku, begitu pun sebaliknya, saat ini banyak pertanyaan dalam pikiranku tentang Kalea, mengapa dia bisa setega ini merebut suamiku, setelah aku menolong dirinya dari keterpurukan saat diceraikan oleh suaminya."Kenapa kamu lakukan ini kepadaku, Mas? Apa salahku? Bukankah aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarga kita?"tanyaku, menatap nanar wajah suamiku.Selama lima tahun, aku rela bekerja keras hingga berada di luar negeri, semuanya demi membangun kehidupan kami berdua lebih baik.Akan tetapi, saat aku memutuskan untuk kembali ke rumahnya dan kembali ke pelukan suaminya, yang ada hanyalah sahabatku yang kini berubah sta
Setelah menyaksikan rumah itu telah hancur luluh lantak di atas tanah, aku tersenyum puas di dalam hati."Akhirnya, balas dendamku terlunasi, dengan cara ini, aku sudah meminta hak atas rumah yang aku bangun dari keringatku," gumamku pelan.Tampak mereka mulai mengumpati dan mengusirku. Aku tak peduli, karena yang penting bagi ku adalah kebahagiaan ibuku. Dengan langkah tegap, aku meninggalkan tempat itu menuju ke rumah ibuku yang berada di kota lain, tak jauh dari rumah ibu mertuaku.Sementara itu, Ibu mertuaku tampak pingsan saat melihat rumah yang ku bangun sudah luluh lantak karena buldozer yang menghancurkannya.Sebuah penyesalan terbersit di benakku. Namun terlalu larut untuk merasa bersalah, ketika melihat Mas Raka akan menempati rumah itu bersama dengan istri barunya yang tak lain adalah sahabatku sendiri.Saat aku hendak pergi meninggalkan tempat tersebut, tampak Mas Raka menghalangi langkahku, menatapku dengan marah dan mulai menuntut diriku."Kau harus ganti rugi! Ini adala
Aku merasa seperti hatiku tercabik-cabik saat melihat ibuku yang tak sadarkan diri, sepertinya aku hancur saat menyadari keadaannya."Bu, bangun, Bu!" Usapanku penuh ketakutan, berusaha membangunkan ibu yang masih tak bisa meresapi kenyataan di hadapannya.Pak RT, dengan bantuan petugas kepolisian, buru-buru mengangkat ibuku ke kamar, berusaha menolongnya kembali pada kesadarannya. Hatiku merasa tertekan saat menunggu keadaan ibuku."Bu, tolong bangun Bu, jangan buat aku takut seperti ini. Maafkan atas semua masalah yang sudah Rania timbulkan saat ini," ucapku dengan pelan, dan berharap ibuku mulai mendengar.Setelah beberapa menit yang terasa seperti seabad, mata ibuku mulai terbuka perlahan, seketika itu juga aku memeluk tubuhnya erat-erat."Bu, apa Ibu sudah sadar?" tanyaku dengan suara yang hampir tercekat oleh tangis.Melihat ibuku sudah mulai tersadar, Pak RT tampak mengambil segelas air putih dan memberikan minuman itu kepada ibuku, ku lihat Ibuku langsung meminumnya hingga ta
Aku terpaksa menerima keputusan ini, karena aku tidak ingin merepotkan ibuku untuk menanggung kerusakan rumah yang aku timbulkan saat ini.Apalagi Mas Raka tengah menuntut banyak kepadaku saat ini, aku pun tidak mau merepotkan ibuku dengan masalah yang sudah aku timbulkan saat ini.Ku tatap Ibuku yang saat ini tampak sangat prihatin dengan apa yang terjadi kepada diriku saat ini.'Maafkan Rania Ibu, ini adalah keputusan yang terbaik. Aku tidak ingin menyusahkan ibu,' gumamku dalam hati. Tak ingin ibuku akan kepikiran dengan masalah yang aku hadapi ini, aku pun setuju untuk ikut dengan Mas Raka pulang ke rumah dan sementara harus mengganti DP kerusakan rumah itu dengan tenagaku. Sementara, ibuku tidak setuju dengan keputusanku saat ini.Saat aku hendak melangkahkan kakiku pergi bersama dengan Mas Raka, tiba-tiba aku mendengar suara parau dari belakang, seketika ku hentikan langkah kakiku dan aku menoleh ke belakang, aku terkejut saat ibu berlari mengejar diriku dan langsung memeluk tu