Share

bab 2 Menghancurkan Rumah

Aku terdiam, lidahku mulai kelu, seakan tak mampu mengeluarkan kata apapun saat mendengar pertanyaan suamiku yang lebih memilih wanita itu dari pada aku.

Perasaan marah dan kecewa sudah menyatu dalam benakku.

Dalam hatiku, pertanyaan-pertanyaan pun mulai meluncur, kenapa suamiku bisa setega ini kepada diriku, menikahi Kalea yang tak lain adalah sahabatku, begitu pun sebaliknya, saat ini banyak pertanyaan dalam pikiranku tentang Kalea, mengapa dia bisa setega ini merebut suamiku, setelah aku menolong dirinya dari keterpurukan saat diceraikan oleh suaminya.

"Kenapa kamu lakukan ini kepadaku, Mas? Apa salahku? Bukankah aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarga kita?"

tanyaku, menatap nanar wajah suamiku.

Selama lima tahun, aku rela bekerja keras hingga berada di luar negeri, semuanya demi membangun kehidupan kami berdua lebih baik.

Akan tetapi, saat aku memutuskan untuk kembali ke rumahnya dan kembali ke pelukan suaminya, yang ada hanyalah sahabatku yang kini berubah status menjadi istrinya.

Hatiku makin panas melihat suamiku yang memeluk erat sahabatku yang kini harus dipanggil 'Istri' juga oleh suamiku.

Begitu menyakitkan kenyataan yang aku rasakan sekembalinya aku dari perantauan, menyaksikan pernikahan suamiku dan sahabatku, dan kini aku harus menerima kenyataan bahwa Kalea telah mengandung anak Mas Raka.

Rasa kecewa dan marah bergulir kian membara, tidak menemukan tanda-tanda reda. Terlebih karena hubungan tersebut bersifat ilegal dan berada di balik sepengetahuanku.

"Tidak ada yang salah dari semua ini, semuanya sudah terjadi. Aku dan Kalea terjebak cinta saat kau tak bisa lagi mengisi kekosongan hati ini. Aku lelaki normal, jelas aku membutuhkan kebutuhan biologis dan aku dapatkan dari Kalea," balas Mas Raka tanpa merasa sedikit pun bersalah kepadaku.

Aliran darahku seketika langsung mendidih saat mendengar ucapan Mas Raka, tak bisakah dia merasakan bagaimana aku menjaga hatiku dan kehormatanku saat jauh darinya?

"Lalu bagaimana denganmu, Mas? Apa selama aku jauh darimu, aku tidak merasakan betapa aku menginginkan kehangatan dari suamiku? Aku menjaga kehormatanku untukmu, Mas," balasku dengan menahan tangisanku.

"Rania, sudah hampir tiga tahun kita menikah dan selama dua setengah tahun, kau berada di luar negeri. Aku pun sebagai lelaki normal memiliki kebutuhan biologis. Dan Kalea lah yang selama ini memenuhi kebutuhan biologis ku, hingga akhirnya dia mengandung anakku. Aku harus menutupi aib ini demi anak kami. Lagi pula, saat ini aku sudah berkerja di perusahaan ternama dan aku sudah tidak membutuhkan uangmu lagi," kata Mas Raka dengan nada sombong kepadaku.

"Apa yang kau bilang, Mas Raka? Kau merasa tidak butuh diriku lagi? Apa maksudmu? Memangnya selama ini siapa yang mengirimkan uang setiap bulan kepadamu, Mas? Bahkan rumah ini juga dibangun dari hasil keringatku," protesku tak terima dengan apa yang dia katakan.

Mas Raka seketika menatap marah kepadaku, dia tidak terima dengan apa yang aku katakan kepada dirinya.

"Rumah ini memang dibangun dari hasil keringatmu, tapi kau harus ingat Rania, kau membangun rumah di atas tanah ibuku!" balas Mas Raka dengan menatap nyalang wajahku.

"Oh, jadi maksudmu rumah yang aku bangun dari hasil keringatku ini, milik ibu kamu? Hanya karena aku membangun rumah ini di atas tanah ibu kamu? Tidak, Aku tidak terima jika kau dan wanita ini tinggal di rumah yang aku bangun dari keringatku sendiri," protesku dengsn nada marah.

"Tentu saja, ini adalah milik ibuku, kau pikir ini adalah rumahmu? Aku dan ibuku juga memiliki hak di atas tanah rumah yang kau bangun di atas tanah milik orang tuaku," kata Mas Raka yang tidak terima dengan ucapanku.

Tak terima dengan ucapan Mas Raka, aku pun memikirkan bagaimana caranya untuk mengambil hak atas rumah yang aku dirikan di atas keringat jerih payahku selama bekerja di sana.

"Baiklah Mas, aku tidak akan minta tanahmu, tapi aku ingin meminta hak atas rumah yang aku bangun dari keringat jerih payahku," pintaku dengan nada tegas.

Mas Raka tampak mengerutkan kedua dahinya ketika mendengar ucapanku.

"Apa maksudmu, Rania? Kau ingin meminta rumah yang kau bangun di atas tanah milik orang tuaku? Kau jangan bermimpi!" seru Mas Raka dengan nada marah.

Aku tersentak oleh ucapan Mas Raka yang seolah tidak memberikan aku hak atas rumah yang aku bangun dari hasil jerih payahku saat aku bekerja di perusahaan di luar negri

"Maksudmu apa, Mas? Kau kira aku tidak mempunyai hak atas rumah ini? Aku juga punya hak, Mas, jika Mas Raka keberatan dengan permintaanku, sebaiknya Mas Raka ceraikan wanita ini atau pergi dari rumah ini," balasku dengan nada tegas.

Mendengar ucapanku itu, seketika Kalea tampak sangat kesal dan tak terima dengan ucapanku.

"Kau ini bicara apa? Aku baru saja menikah dengan Mas Raka dan saat ini aku sedang mengandung anaknya. Lagi pula rumah ini juga milik ibu Mas Raka, kau tidak berhak atas rumah yang dibangun di atas tanah mertuaku, Rania!" sahut Kalea dengan nada marah.

Aku pun mengepalkan kedua tanganku saat mendengar apa yang dikatakan oleh Kalea saat itu.

Saat aku hendak menyahuti ucapannya, tiba-tiba Bu Eni menyela percakapan kami dengan wajah marah kepadaku.

"Cukup! Hentikan pertengkaran kalian! Masih banyak tamu di luar sana! Dan kau Rania, jangan pernah kamu bermimpi untuk meminta rumah yang dibangun di atas tanah milikku! Terimalah Kalea sebagai madumu, atau kau harus angkat kaki dari rumah ini!" sahut Ibu mertuaku dengan mengancam diriku.

Aku tersentak dan menahan emosiku saat itu, seketika aku pun memikirkan bagaimana caraku untuk bisa mengambil rumah yang aku bangun di atas tanah ibu mertuaku.

"Baiklah Bu, sebaiknya aku pergi dari sini untuk sementara waktu. Aku akan memberikan kalian waktu kalian untuk menerima tamu, setelah itu aku akan datang ke sini memberikan kejutan untuk kalian," ucapku dengan memberikan sedikit teka teki kepada mereka.

"Sebaiknya kamu memang harus pergi dari sini! Kau hanya mengganggu jalan pernikahan kami!" sahut Kalea dengan menatap sinis ke arahku.

Aku pun tak hiraukan ucapan pelakor itu, lalu aku langkahkan kakiku keluar dari rumah itu untuk membawa sebuah kejutan.

Mereka tidak tau, jika saat ini aku pergi menyewa buldozer untuk menghancurkan rumah yang sudah menjadi hakku.

Beberapa jam kemudian, para tamu yang hadir dalam acara pernikahan sederhana tersebut sudah mulai pulang ke rumah masing-masing. Saat itulah aku kembali ke rumahku dengan membawa buldozer untuk menghancurkan rumah mewah yang aku bangun dari hasil peluhku selama bekerja di luar negri.

Terlihat semuanya tampak terkejut saat melihatku kini berdiri di depan ruamhku dan meminta mertua, suamiku dan pelakor itu untuk segera keluar dari rumahku dan meminta mereka segera membereskan barang-barang yang ada di dalam untuk diamankan.

Para tetangga sudah berkumpul di sana dan menyaksikan apa yang akan terjadi selanjutnya, saat ini kami menjadi bahan gunjingan tetangga kami dan aku tidak perduli.

Mas Raka dan Bu Mirna tampak panik dan marah, ketika aku meminta mereka untuk menyelamatkan barang-barang mereka terlebih dahulu, sebelum buldozer akan menghancurkan rumah itu.

"Rania, apa kamu sudah tidak waras? Kau jangan bertindak bodoh!" sergah Mas Raka yang berusaha untuk menghentikan tindakanku untuk menghancurkan rumah ini.

"Maaf Mas, aku tidak sudi jika rumah yang aku bangun di atas peluhku ini, ditempati oleh orang-orang seperti kalian. Aku hanya mengambil hak ku saja," balasku dengan menahan amarahku.

"Kau ini bicara apa? Ini rumahku! Ini tanahku!" teriak ibu mertuaku dengan histeris.

Aku tidak peduli lagi dengan teriakan dan tangisan ibu mertuaku, ketika aku meminta pengemudi buldozer itu untuk menghancurkan seluruh rumah yang aku bangun di atas tanah mertuaku.

Aku, tetangga dan keluarga Mas Raka menyaksikan sendiri bagaimana buldozer itu menghancurkan rumah tersebut.

Tampak Bu Mirna dan Kalea menangis histeris menyaksikan rumah mewah yang aku bangun itu, diluluhlantakkan oleh buldozer yang aku sewa untuk menghancurkan rumah tersebut.

"Akan lebih baik seperti ini, aku puas, karena mereka tidak akan pernah menikmati bagaimana rasanya tinggal di rumah mewah yang aku bangun di atas jerih payahku," gumamku dalam hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status