Share

Bab 7 Minta Talak

Saat aku berada di dalam kamarku cukup lama, Mas Raka tampak menggedor pintu kamarku yang sedari tadi aku kunci pintunya.

"Rania! Cepat kau buka pintunya! Jangan banyak bertingkah di sini! Cepat keluar atau aku akan dobrak pintu kamarmu!" seru Mas Raka dengan menaikkan dua oktav nada bicaranya.

Rasanya telingaku mau pecah saat itu, hingga akhirnya baku pun membuka pintu kamarku.

"Ada apa Mas?" sungutku dengan nada marah yang aku telunjuknya kepadanya secara terang-terangan.

"Apa aku tadi membawamu ke sini untuk menyuruhmu tidur saja? Banyak perkejaan yang harus kau bereskan! Setelah itu, kau masaklah sesuatu untuk Kalea. Sebentar lagi dia waktunya makan," kata Mas Raka yang membuatku seketika langsung menggelengkan kepalaku.

"Manja banget istrimu itu? Apa dia tidak bisa masak sesuatu untuk dirinya sendiri?" sahutku dengan menatap kesal ke arahnya.

"Apa kau tidak lihat? Saat ini dia sedang hamil?" sahut Mas Raka dengan menatap marah kepadaku.

"Aku lihat banyak wanita hamil tapi bisa melakukan aktivitas sehari-hari kok Mas, jangan karena lagi hamil, lantas dijadikan sebuah alasan tidak bisa melakukan apa-apa. Itu namanya istrimu yang manja," cibirku dengan nada sedikit kesal.

"Tahu apa kau tentang wanita hamil? Memangnya kau pernah hamil sejak menikah denganku? Dasar wanita mandul!" ejek Mas Raka sambil menatapku sinis.

Begitu mendengar kata-kata itu, amarah membanjiri hatiku yang terluka dan tertekan. Dalam kegelapan hati, aku merenungi perasaan yang sulit kubendung.

Aku mencoba menahan diri, mengepalkan tangan, dan memandang Mas Raka dengan penuh amarah.

"Bisakah dia benar-benar mengerti betapa sulitnya posisiku saat itu?" gumamku dalam hati. 

Menyuarakan apa yang kurasakan di depannya hanya akan menyulut pertengkaran lebih lanjut.

Mas Raka yang begitu tidak peka menuduhku mandul, padahal aku telah berkorban begitu jauh, bekerja di negeri orang demi memenuhi kebutuhan keluarga.

Bukankah itu hal yang sangat berarti? Mengapa dia tega menghujatku seperti ini? Bagaimana bisa aku hamil jika sepanjang hidupku hingga sekarang lebih banyak kuhabiskan berkerja daripada bersamanya? Mungkin seandainya dia lebih peka dan pengertian, mungkin saja nasibku tidak akan seburuk ini.

Tapi, mengapa Tuhan memilihnya sebagai pasanganku? Apakah ini salah satu bentuk ujian dari-Nya? Meski demikian, aku akan berjuang untuk membuktikan kalau aku bukan wanita mandul seperti yang dia sebut-sebut. Kedepannya, jika ada kesempatan, aku akan mencoba untuk lebih dekat dengannya dan melakukan yang terbaik untuk membahagiakan keluarga ini.

Namun, pada saat ini, yang kuperlukan hanyalah kekuatan dan ketabahan untuk menjalani hari-hari yang penuh tantangan ini.

"Apa kau bilang, Mas? Aku mandul? Tega kamu bicara seperti itu damaaku, Mas? Aku tidak mandik, Mas. Dokter mengatakan aku baik-baik saja. Apa kau tidak berpikir jika aku tidak hamil-hamil karena kita jauhan, Mas," ucapku mencoba untuk mengingatkan itu kepada suamiku.

Mas Raka seketika langsung terdiam, ada banyak hal yang membuat dirinya akhirnya bungkam.

"Sudahlah, aku tidak mau bicara lagi tentang masalah ini. Semuanya sudah usai! Sekarang, aku minta kau bereskan rumah ini sekarang!" seru Mas Raka lalu segera meninggalkanku sendiri di sana.

Aku hanya bisa memegangi dadaku dan kemudian segera menyelesaikan tugasku, daripada Mas Raka akan ngamuk-ngamuk lagi kepadaku.

Beberapa jam kemudian, aku pun sudah menyelesaikan semua pekerjaan rumah ini, aku meminta Mas Raka untuk mencatat semua yang aku lakukan sebagai DP untuk membayar ganti rugi.

Setelah Mas Raka mencatat semua itu, aku pun mengambil buku catatan itu dan segera ku simpan dengan baik di tas pakaian milikku.

Sementara itu, aku melihat Kalea yang saat itu tampak dengan manjanya minta disuapi oleh Mas Raka, ketika mereka berada di ruang meja makan.

"Mas, suapi Kalea dong," rengek Kalea yang seketika membuatku pingin muntah.

"Iya, Sayang, aku suapi kamu," balas Mas Raka dengan menunjukkan kemesraannya kepadaku.

Aku menahan perasaan sakit hatiku, ketika melihat suamiku sedang bermesraan dengan maduku di depanku.

Ku tahan air mataku agar tidak keluar saat itu, dan aku berpura-pura melihat aksinya mereka biasa saja, meskipun aku merasakan betapa sakitnya diriku saat ini kepada dirinya.

****

Satu Bulan Kemudian 

Sudah satu bulan lamanya, aku berada di rumah seperti neraka ini. Ku tahan sakit hatiku saat melihat mereka bermesraan setiap hari di depan mataku.

Tak sanggup aku melihat itu, aku pun memutuskan untuk segera mengakhiri permainan Mas Raka.

"Maaf Mas, sepertinya sudah cukup aku di sini! Aku akan mencicil rumah ibumu dengan cara yang lain," kataku dengan menatap penuh wajah Mas Raka.

"Apa maksudmu? Kau ingin lari dari tanggung jawab? Kau lihat saja, pelunasan hutang mu masih jauh," ujar Mas Raka dengan menunjukkan buku hutang-hutangku.

"Aku tau Mas, tolong berikan aku kesempatan untuk mencari kerja, aku janji akan melunasi semua hutang-hutangku kepadamu," ucapku dengan nada sedikit mengiba.

"Memangnya kau akan bekerja di mana?" tanya Mas Raka dengan menatap wajahku dengan tatapan sinisnya.

"Tentu saja aku akan ke kota besar untuk mencari pekerjaan di sana, setiap bulan, aku akan membayarkan cicilan ku kepadamu, Mas," ucapku dengan meyakinkan dirinya.

"Apa kamu bisa dipercaya?" tanya Mas Raka yang saat ini sedang meragukan ucapanku.

"Inshaallah bisa Mas. Aku bukan tipe orang pembohong sepertimu, Mas," cibirku dengan menoleh ke arah lain.

Mas Raka hanya terdiam untuk beberapa waktu saat itu. Tak ingin mengulur waktu, aku pun meminta Mas Raka untuk segera memberikan talak kepadaku.

"Mas Raka, aku minta cerai darimu! Tolong talak tiga kepadaku, sebelum aku pergi, Mas," pintaku sambil ku kepalkan telapak tanganku dengan erat.

Mendengar permintaanku, seketika Mas Raka menatap wajahku, seolah ada sesuatu yang mulai berat dia rasakan saat akan melepaskanku.

"Apa maksudmu? Kau ingin bercerai dariku?" tanya Mas Raka yang saat ini terlihat berat mengatakan itu kepadaku.

"Maaf Mas, aku tidak mau dimadu, jika kau berat melepaskan diriku, sebaiknya Mas Raka memilih satu diantara kami, aku atau Kalea," ujarku dengan nada tegas.

Saat kami sedang berbicara, aku tidak menyadari ada Kalea yang sejak tadi menguping pembicaraan kami, hingga akhirnya dia pun keluar dari tempat persembunyiannya dan kini berjalan menghampiri kami.

"Ya sudah, ceraikan saja dia, Mas! Kenapa kamu harus ragu? Kamu dan aku sudah menikah denganku dan kita akan memiliki anak sebentar lagi," sahut Kalea dengan melipatkan kedua tangannya ke arah depan dadaku.

Mas Raka tampak tersentak dengan apa yang dikatakan oleh Kalea saat itu, tapi kemudian, ia pun mengucapkan kata talak kepadaku, setelah Kalea sudah mulai bisa mempengaruhi pikiran Mas Raka.

"Baiklah, jika itu maumu, Rania. Mulai hari ini aku akan memberikan talak tiga kepadamu. Kau bukan istriku lagi!" kata Mas Raka dengan tegas, ketika ia mengucapkan kata talak kepadaku.

Seketika air mataku sudah tidak bisa aku bendung, rasa sesak di dada aku rasakan begitu menyakitkan.

Pupus sudah rumah tangga yang aku bina bersama dengan dirinya karena kehadiran sahabatku yang bermain di belakang.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ira Tinkerbel Tambunan
GK suka ceritanya Krn wanita nya lemah dan terlalu gegabah, hrsnya dia bsa laporkan k polisii kan ada bukti TF dia,,,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status